Tindakan cyberbullying yang marak terjadi di TikTok, dapat berdampak pada kesehatan mental sebagian penggunanya. Banyak pengguna aplikasi TikTok yang menjadi korban dari para pelaku cyberbullying mengalami gangguan, tak sedikit juga para korban cyberbullying ini mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya. Seperti yang sudah dijelaskan, umumnya tindakan cyberbullying dilakukan secara sengaja dengan maksud untuk mengintimidasi, merendahkan, ataupun melecehkan seseorang.Â
Meskipun kita dapat beranggapan bahwa maksud dan tujuan seseorang atau lebih melakukan tindakan bullying adalah untuk merendahkan orang lain, yang bisa saja tujuan merendahkan tersebut bersifat pribadi atau bahkan hanya sekedar didasari rasa benci, tetapi tetap saja anggapan semacam itu belum cukup untuk menjawab dari mana rasa benci semacam itu tercipta kemudian bertransformasi menjadi tindakan yang sifatnya merendahkan. Fenomena ini bisa kita tilik lebih jauh lagi melalui perspektif Erving Goffman dengan teorinya yang disebut sebagai "Dramaturgi"
Menurut Goffman (1959), dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Situasi dramatik yang seolah-olah terjadi di atas panggung sebagai ilustrasi untuk menggambarkan individu-individu dan interaksi yang dilakukan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Margareth Poloma mendefinisikan prinsip dramaturgi sebagai pendekatan yang menggunakan bahasa dan khayalan teater untuk menggambarkan fakta subjektif dan objektif dari interaksi sosial (Sunarto, 2004: 43). Dramaturgi, sejatinya adalah sebuah perspektif sosiologi yang menitikberatkan pada manajemen dalam kehidupan sehari-hari, Goffman meyakini bahwa dalam interaksi selalu ada proses manajemen kesan di mana individu dalam setiap situasi mengatur perilakunya yang bersifat verbal maupun nonverbal, seperti bagaimana ia berpakaian, mengatur kata-kata serta gestur tubuh untuk menciptakan kesan pada diri individu tersebut.
Interaksi sosial yang digagas oleh Goffman bisa ditemukan pada hukum panggung (stage) atau individu yang memainkan peran di penampilan teater atau drama Goffman pertunjukan. Interaksi yang terjadi di masyarakat, layaknya sebuah pertunjukan drama di mana ada individu sebagai aktor, sebisa mungkin ia harus menampilkan dirinya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat, atau dalam pertunjukan drama disebut sebagai penonton. Kita dapat melihat bagaimana orang-orang di media sosial hari ini, ada semacam identitas yang sengaja dimanipulasi oleh para pengguna media sosial. Manipulasi yang dilakukan, bertujuan untuk menciptakan kesan agar dapat diterima atau sekedar diakui oleh masyarakat.Â
Goffman menyatakan bahwa individu atau kelompok harus mengerti ia pada posisi di panggung depan (front stage) atau panggung belakang (back stage). Front stage, merupakan tempat di mana para aktor akan memainkan peran mereka atau berakting untuk memanipulasi identitas diri mereka yang tidak sebenarnya. Back stage, merupakan tempat kehidupan asli sang aktor di mana tidak ada yang tahu bagaimana sikap atau pribadi aktor yang sesungguhnya. Di panggung belakang ini, setiap individu akan mempersiapkan diri untuk mereka tampilkan kepada orang lain, seperti halnya para aktor yang merias diri untuk tampil di atas panggung.
Pada pemikiran Goffman ini, maka kita dapat beranggapan bahwa interaksi yang terjadi di media social hari ini, merupakan pertukaran atau bahkan pertarungan antar berbagai panggung depan yang sedemikian rupa di persiapkan oleh tiap individu untuk berhadapan dengan publik. Apabila seorang pengguna media sosial secara penampilan, perilaku, serta sikap sesuai dengan anggapan ideal masyarakat, maka ia akan disambut positif. Jika seseorang yang tampil di media sosial bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat, maka kesan yang akan timbul adalah penolakan, hujatan, atau bahkan tindakan-tindakan yang bersifat melecehkan.
Cyberbullying & Panggung Depan
Setelah kita memahami gagasan Goffman mengenai dramaturgi, maka asumsi yang sudah terbangun adalah bagaimana akhirnya bullying merupakan bentuk ekspresi penolakan masyarakat terhadap sikap, perilaku, dan tindakan seseorang yang bertentangan dengan ekspetasi serta konsep ideal bagi masyarakat.Â
Salah satu contoh kasus terkait dengan penampilan panggung belakang dan panggung depan seseorang dapat dilihat dari hasil penelitian dari salah satu mahasiswi Universitas Brawijaya, Firli Juwita Sari pada tahun 2015. Ia menemukan bahwa pada beberapa mahasiswa di kota Malang, terdapat pola perilaku mahasiswa clubbers yang terbagi menjadi dua wilayah yaitu panggung depan dan panggung belakang. Pada panggung depan mahasiswa clubbers mempresentasikan dirinya sesuai dengan status sosial yang dimilikinya yaitu sebagai mahasiswa dan sesuai dengan nilai pada umumnya di masyarakat. Sedangkan pada panggung belakang terdapat aktivitas yang disembunyikan yaitu aktivitas mengunjungi night club (clubbing) yang rata-rata dilakukan sebanyak 2 sampai 3 kali dalam seminggu (Sari, 2015).
Dari kasus diatas, terdapat pola berbeda antara panggung belakang dan panggung depan. Jika para mahasiswa tersebut menampilkan kegiatan mengunjungi klub malam di panggung depan, maka yang terjadi adalah kemungkinan besar mereka akan mendapatkan sikap penolakan dari masyarakat, karena selain kegiatan tersebut tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat, kegiatan tersebut juga tidak sesuai dengan apaa yang diharapkan dari masyarakat kepada seorang mahasiswa.
Kembali pada pembahasan, pada fenomena cyberbullying yang ada di TikTok pun dapat ditemukan pola yang semacam. Semisal contoh kasus yang melibatkan artis TikTok Bowo Alpenliebe, Bowo Alpenliebe merupakan seorang pengguna TikTok yang sempat menuai banyak bullying dari masyarakat. Dilansir dari Kompas.com, Juli 2018 lalu, banyak yang merasa Bowo 'sok terkenal' atau 'sok keren' karena memungut biaya untuk acaranya. Tindakan bullying yeng terus menghampiri Bowo, membuat akhirnya ibunda Bowo keluar dari pekerjaannya karena terus kepikiran dengan sang putra. Tidak hanya itu, Bowo sendiri pun memilih untuk berhenti sekolah karena tak tahan dengan tindakan bullying oleh teman-temannya di sekolah.