Mohon tunggu...
Dani Demup
Dani Demup Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Seni UNU NTB

Book Antusiast

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beragam Keistimewaan Sasak Hadir dalam Sabtu Budaya

29 Maret 2023   04:57 Diperbarui: 29 Maret 2023   04:58 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang terbersit dalam pikiranmu ketika mendengar kata "sabtu budaya"? Ya, pastinya suatu perayaan dimana kita akan kembali kepada budaya yang kita miliki. Sesuatu yang sudah terbentuk ratusan tahun atau lebih yang kemudian mengakar menjadi rutinitas baik secara tindakan kesaharian ataupun adat istiadat. Misalnya saja seperti tradisi yang pernah saya lihat di Lombok yaitu perayaan Puja Wali di dusun Tebango Lombok Utara, yang merupakan suatu perayaan yang diadakan atas rasa syukur terhadap alam yang telah menyediakan segala bentuk rupa makanan atau Perang Topat yang terdapat di Lingsar Lombok Barat.

Jadi sabtu budaya merupakan program mengenalkan kembali kebudayaan yang terdapat disuatu wilayah kepada anak-anak sekolah untuk lebih mencintai kebudayaan yang dimilikinya. Kesadaran memudar dan pentingnya mencintai budaya sendiri menjadi tonggak utama yang diutarakan para guru dalam melestarikan dan memperkenalkan anak muda sekarang ini. Ditengah miskinnya tingkah laku para remaja dalam bersikap dan tidak memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang penting. Menekankan akan pentingnya kebudayaan yang harus selalu dijaga sebagi sebuah identitas, hal ini berjalan selaras dengan apa yang diutarakan Ir. Suekarno "jika kau ingin menghancurkan suatu bangsa maka hancurkanlah kebudayaannya". Kalimat ini seolah menjelaskan betapa penting suatu kebudayaan yang dimiliki. kebudayaan yang lahir tentunya terbentuk dari pola pikir dengan bermacam pertimbangan dan ilmu pengetahuan yang berguna bagi masyarakat setempat yang menjalankannya.

Pertanyaannya kemudian apakah merosotnya tingkah laku anak muda hari ini karena posisi kebudayaan tidak lagi diletakkan di atas dan menjadikan kebudayaan asing lebih tinggi dari milik sendiri. Apakah kebudayaan hanya barang lama yang sudah tidak menarik, kolot, sehingga lebih cendrung meniru kebudayaan baru yang datang silih berganti? Pertanyaan ini saya rasa memiliki jawaban masing-masing di kepala setiap individu. Untuk itu hal ini menjadi perenungan kita bersama sebagai jalan pulang untuk kembali pada nilai-nlai baik yang diciptakan oleh para leluhur sasak dahulu. Sabtu Budaya saya rasa langkah baik dalam memperkenalkan kebudayaan kembali kepada anak- anak sedini mungkin, paling tidak ketika berjalan di tengah orang yang lebih dewasa / tua darinya kita bisa mendengar kata "tabek" yang kini sudah jarang terdengar.

Setiap sekolah yang berada di Nusa Tenggara Barat memiliki hari budaya tergantung kebijkan sekolah akan menempatkannya di hari apa? minggu ke berapa dalam satu bulan?. Sekolah tempat saya bertugas menjalankan program KM mengadakan program ini pada hari sabtu, itulah sebabnya disebut sebagai Sabtu Budaya. Pada awal saya mendengar kata sabtu budaya bermacam pertanyaan bersarang di kepala, apa sih sabtu budaya? Program ini dimulai sejak kapan? Siapa yang mencetuskannya dan apa sasaranya?. Pertanyaan-pertanyaan itupun terjawab semenjak saya dan ibu Dama berdiskusi prihal tersebut.

Menjelang Sabtu Budaya yang menyisakan beberapa hari saya sempat ingin merencanakan berbagai kegiatan untuk dilaksanakan di hari H. Sabtu budaya biasanya diisi dengan kegiatan-kegiatan berbahagia ria dengan memfokuskan belajar tentang kebudayaan yang ada di Lombok NTB. Misalnya mengenal baju adat masyarakat sasak, semua siswa di hari sabtu budaya akan menggunakan baju lambung bagi yang perempuan sementara siswa laki-laki menggunakan sapuk, kain dan baju adat juga. Untuk rangkaian acaranya terdapat beragam permainan dan perlombaan seperti lomba Fashion Show baju sasak, permainan tradisional, Selodor, Enggrang, Terompa dan yang menarik, semua warga sekolah pada hari itu akan menggunakan bahasa sasak selama satu hari.

Menggunakan bahasa sasak sebagai media komunikasi di Sabtu Budaya, saya rasa memang sudah seharusnya dilakukan melihat generasi muda sekarang lebih cendrung menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharianya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal ini, hanya saja seperti salah satu teman yang mengungkapkan hasil penelitiannya entah benar atau tidak, saya pun masih belum dengan detail menanyakan prihal bahasa ini. Menurutnya, khusus di pulau Lombok yang di kenal dengan seribu masjid dan destinasi wisatanya mengalami fase memudarnya bahasa daerah, masyarakat lebih sering menggunakan bahasa Indonesia. Di daerah saya sendiri yaitu Lombok Utara banyak diantara anak-anak muda yang sudah tidak mengenali beberapa kata yang digunakan untuk berinteraksi setiap hari. Melihat realitas ini saya rasa bukan tidak mungkin bahasa sasak sendiri akan menghilang seiring berjalanya waktu. Terlebih di Lombok Uatara, setiap dusun memiliki logat yang berbeda dan setiap kecamatan memiliki bahasa yang sedikit berbeda semisal kata saudara di kecamatan Pemanang di sebut dengan polong sedangkan di Kecamatan Tanjung menyebutnya renten.

Pernah suatu hari saya diminta oleh salah seorang guru masuk ke kelas 6 mengisi materi supaya tidak kosong dan menceggahnya membuat kegaduhan agar tidak mengganggu siswa lain yang sedang belajar. Saya sempat berpikir mengenai apa yang akan saya sampaikan, meski saya tahu ujung-ujungnya mereka meminta saya berdongeng, saya tetap memutuskan untuk masuk. Dalam hati saya berbicara, "bila terus menggunakan dongeng, akan terasa tidak menarik proses belajar mengajar yang terjadi". Salah satu diantara mereka ketika ditanya mengenai mata pelajaran hari itu mereka menjawab muatan lokal yang berarti belajar bahasa sasak.

Saat saya mengajak belajar berbahasa sasak, desakan mendongeng selalu disuarkan setiap siswa. Cerita tentang Daz yang tempo hari belum selesai menjadi magnet yang membuat mereka seolah tidak mau yang lain selain berdongeng. Permintaan itupun saya iyakan dengan syarat bermain sambung kata menggunakan bahasa sasak terlebih dahulu. Jika permainan sambung kata dijawab dengan benar maka saya akan melanjutkan dongeng yang mereka inginkan. Mendengar tawaran yang saya ajukan merekapun sepakat lantas memperbaiki duduknya. Peraturan permainanpun saya sampaikan. Permainannya cukup simple, siswa yang duduk paling depan akan saya bisikin menggunakan bahasa sasak lalu yang paling depan membisikan kata yang saya berikan ke teman di belakangnya, begitu seterusnya sampai mentok ke siswa yang paling belakang yang kemudian melapaskan kata yang saya bisikkan.

Perbedaan bahasa daerah saya dengan siswa membuat saya memutuskan menggunakan bahasa Lombok Utara terlebih dahulu sebelum ke bahasa yang lain. Yang mana Bahasa sasak sendiri Untuk informasi para pembaca, bahasa Sasak yang ada di Lombok terbagi menjadi 4 bagian diantaranya (1) Selaparang (Lombok Timur dan Lombok Barat) (2) Pejanggik (Lombok Tengah)(3) Pujut (Lombok tengah) (4) Petung Bayan (Lombok Utara). Permainanpun kami mulai, siswa yang mendapatkan giliran beramin lebih dulu memperhatikan dengan cara seksama. Kelompok lain terlihat menduga-duga kata apa yang saya sampaikan. Menjelang siswa paling belakang, kalimat-kalimat yang di ucapkan terdengar lucu tanpa makna yang jelas. Kelompok lain sesekali menerka arti setelah saya mengulangi bahasa sasaknya. Setelah menjawab dengan jawaban yang salah, sayapun memberitaukan arti yang sebenarnya. Berlanjut ke kelompok dua dengan kata yang saya bisikkan, "Maiq ruan dik ngeang kombong ca !" (Bagus/cantic sekali rupamu menggunakan kerudung itu), jawaban yang saya terima pun beragam, ada yang mengatakan, Kamu sedang duduk di kursi, Kursi itu bagus, kamu berlari dengan cepat dll.  

Kembali pada pembahasan kita mengenai bahasa, jadi maksudnya bahwa penjaga dari bahasa ini adalah sosial masyarakat itu sendiri. Perbedaan bahasa tiap kabupaten membuat kita tidak bisa menyerahkan tanggung jawab ini kepada orang yang tidak memahaminya. Setiap kabupaten dan individu di dalamnya memiliki peran penting melestarikannya agar tidak punah. Salah satunya yakni dengan terus mengajarkan kepada generasi muda dan menganggapnya sebagi sebuah kekayaan budaya yang mahal yang harus dilestarikan, bukan malah melihat itu sebagai sesuatu yang keterbelakang, kolot, kuno layaknya barang lama yang tak menarik untuk dipertahankan, ujungnya baru disadari keistimewaannya setelah ia menjadi barang antik yang jarang bisa ditemukan.

Foto : Pertunjukan tari di sabtu budaya
Foto : Pertunjukan tari di sabtu budaya

Keberadaan Bahasa memang sudah saatnya dilihat sebagai barang antik yang istimewa. Antik disini yang saya maksud adalah bahwa ia memiliki posisi yang sangat mahal sebagai sebuah pengetahuan bukan sebagai sesuatu yang dimaknai sangat susah menemukannya. Kalau kita mengartikannya demikian, maka hilangnya bahasa daerah yang kita gunakan berujung pada penyesalan karena musnahnya sebuah jejak peradaban.

Kegiatan Sabtu Budaya yang kami laksanakan hari itu bersama para guru dan warga sekolah, terbilang belum maksimal. Banyaknya kegiatan dengan waktu yang singkat membuat saya dan tim kualahan dalam mengatur susunan kegiatannya. Salah saya juga memaksakan menyelesaikan Program Perpustakaan terlebih dahulu padahal Sabtu Budaya semakin dekat. Berhamburannya buku-buku yang ada di perpustakaan membuat saya terganggu dan ingin lebih cepat menyelesaikannya. Bayangan saya sewaktu perpustakaan sudah tertata rapi maka ia akan menjadi lokasi yang bisa digunakan untuk pemutaran video sesuai agenda yang sudah dijadwalkan pada kegiatan Sabtu Budaya. Nyatanya Perpustakaan tidak selesai tepat waktu, Sabtu Budaya pun sudah kadung di depan mata.

Meski banyaknya kendala syukurnya Sabtu Budaya bisa terselesaikan dengan cukup baik, meski meninggalkan beberapa catatan yang harus diperbaiki kedepannya. Sebagai ruang belajar, melihat sabtu budaya tidak harus pesimis lantaran hasilnya tidak sesuai ekspektasi atau menyesalinya terus-menerus yang membuat malas untuk bergerak membenahi diri. Semangat dan tekat menghadirkan yang terbaik menjadi cita-cita saya dan tim kedepannya.

Dalam Sabtu Budaya yang kami jalankan beberapa waktu yang lalu ada sekitar 6 kegiatan yang kami lakukan diantaranya, Tari, Pembacaan Puisi, Permainan sambung kata menggunakan bahasa sasak, Fashion show, mewarnai dan menonton video. Tiap kegiatan kami bagi sesuai kelas, kadang ada juga kegiatan yang sifatnya menyeluruh tanpa dibedakan, seperti fashion show misalnya, kegiatan ini kami gabung karena setiap siswa akan menirukan aktifitas orang yang pergi kesawah membawa cangkul, sedangkan perempuan membawa bakul di atas kepala layaknya seorang anak membawakan makanan untuk ayahnya disawah. Begitu juga dengan tari, ia juga termasuk sebagai kegiatan yang kami gabung untuk disaksikan secara bersama. Puisi juga demikian, yang kami pisah hanya mewarnai dan menonton video singkat tentang arsitektur rumah adat Lombok.

Kegiatan mewarnai khusus bagi kelas 1 saja, gambar yang mereka warnai adalah rumah adat suku Sasak. Kegiatan ini diketuai oleh Cinta sebagai fasilitator sedangkan pemutaran video rumah adat didampingi oleh saya sendiri. Menonton video dengan kondisi perpustakan yang masih berantakan dengan buku-buku yang masih berserakan menjadi tempat yang tetap saya pilih untuk menonton bersama kelas 2 dan 3. Penetapan lokasi ini saya lakukan setelah melihat intensitas cahaya yang agak gelap, jadi kualitas gambarnya akan lebih baik bila dibandingkan dengan ruangan-ruangan yang lain. Selain itu lokasinya lebih dekat dengan ruang guru, tempat mengambil segala kebutuhan pemutaran seperti, LCD, proyektor, sound system, leptop. Sayangnya setelah menumpuk buku-buku di pojok ruangan agar tempat menonton bisa sedikit lebih luas, laptop yang saya gunakan untuk pemutaran tiba-tiba saja tidak bisa memproyeksikan gambar yang saya inginkan entah karena apa, tapi dari penuturan ibu Yati laptopnya memang sering bermasalah.

Foto : Pemutaran video 
Foto : Pemutaran video 

Tidak ingin membuat para siswa yang sudah hadir kecewa, saya pun tetap melakukan pemutaran video hanya dengan menggunakan laptop yang sudah saya bawa dari rumah. Sebenarnya kami memiliki beberapa leptop, hanya saja laptop yang kami bawa tidak memiliki colokan HDMI. Proses menontonpun berlanjut, banyak dari anak-anak meneriakkan kalau tempat yang mereka saksikan di layar pernah dikunjungi. Saya yang mendengar mereka mengutarakan pengakuannya hanya mengiyakan dan sesekali bertanya kepada mereka mengenai pengalamannya berkunjung. Setelah menikmati video yang sudah saya suguhkan, saya meminta agar mereka berbicara mengenai apa saja informasi yang didapatkannya selama menonton. Siswa laki-laki yang duduk paling depan menjawab, setting tempat di video adalah Desa Sade yang berada di Lombok Tengah. Salah satu siswi yang duduk di belakang menyampaikan kalu masyarakat Sade menggunakan kotoran sapi untuk membersihkan rumah dan mengusir nyamuk. Mendengar penyampaian teman perempuannya siswa laki-laki yang duduk paling depan sedikit kaget tidak percaya. Sayapun membenarkan apa yang di sampikan siswi tersebut yang membuat mereka berpikir tentang realitas masyarakat Sade. Lebih lanjut saya menjelaskan bahwa masyarakat adat Desa Sade tidak hanya menggunakan kotoran sapi semata melainkan menambah sekam padi sebagai campurannya.

Di depan pintu ibu guru Haerani mengajak untuk beranjak menuju salah satu ruangan menikmati hasil masakan kelas 6 yang menjadi ujian praktiknya. Tidak enak bila ia harus menunggu  terlalu lama membuat saya memintanya jalan saja terlebih dahulu. Di akhir diskusi do'a kami panjatkan sebagai akhir pertemuan hari itu, dengan harapan semoga tetap diberikan kesehatan agar dapat bertemu lagi dalam acara yang sama dengan video yang lain dan pengetahuan yang baru. Selepas diskusi kami berakir, sayapun beranjak menuju kelas 6 menikmati masakan yang disuguhkan para siswa.

Foto : salah satu menu masakan
Foto : salah satu menu masakan

Memasuki ruang kelas enam para guru sudah mengambil posisi duduk di kursi yang sudah disediakan. Di atas meja berbagai makanan menggugah selera di sajikan sangat menarik. Tekstur dari makanan yang ada membuat para guru tidak sabar mencicipinya. Satu-persatu mulai mengambil piring, makanan yang ada di atas meja dipilihnya sesuai selera. Ada yang mengambil daging ayam, ikan, telur, pelecing, sate, rusu dan masih banyak lagi yang lainnya. Sajian makanan hari ini sangat special, selain teksturnya menggugah selera rasanya pun sangat tidak mengecewakan. Yummy, seperti kata chef handal yang puas dengan peserta yang memiliki masakan enak sewaktu mengkuti audisi.

Meja yang penuh dengan beragam hidangan dicicipinya silih berganti oleh setiap guru, tidak ada batasan yang dibuat. Meski sudah duduk di satu meja namun bila tertarik dengan masakan yang ada di meja lain maka sangat dianjurkan mengambilnya saja tanpa malu-malu. Di meja pojok sebelah kiri tempat kami diarahkan terlebih dahulu untuk mengambil piring. Nasi yang terdapat pada rantang kami ambil perlahan. Sesekali ibu guru yang berada di meja yang lain menawarkan lauk yang ada di mejanya. Lauk yang ada di atas meja tempat saya mengambil nasi tak kalah enak membuat saya tidak tertarik dengan lauk yang ada di meja lain.  

Nambah lagi Dani kata pak guru Irwan sambil menepuk punggung, tidak sempat menyahut lantaran nasi sudah kadung di dalam mulut membuat saya hanya membalas dengan menganggukkan kepala. Buah anggur, jeruk, salak menjadi penutup santap kami hari itu. Makanan yang masih banyak tersisa di atas meja membuat ibu guru yang lain berinisiatif membawanya pulang sebagai buah tangan atau yang lebih dikenal dengan memberkat. Hari Sabtu Budaya berakhir membentuk memory menjadi cerita indah.

Foto : Para siswa menyajikan masakannya
Foto : Para siswa menyajikan masakannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun