Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

SDGs Tanpa Kelaparan: Mungkinkah Terwujud Jika Pengangguran Merajalela?

31 Januari 2025   18:00 Diperbarui: 31 Januari 2025   16:51 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Isi SDGs kedua, mengakhiri kelaparan (sumber gambar: bapperida.jogjaprov.go.id)

"Kelaparan adalah masalah yang seharusnya tak lagi ada di dunia modern, namun kenyataannya masih menjadi momok bagi banyak keluarga."

Di era ketika teknologi berkembang pesat dan sumber daya pangan semakin melimpah, jutaan orang masih berjuang sekadar untuk mendapatkan satu porsi makan sehari. Bagi sebagian besar orang, memilih makanan mungkin hanya soal selera, tetapi bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan, pertanyaannya lebih mendasar: apakah ada makanan hari ini?

Masalah ini semakin parah ketika pengangguran merajalela. Tanpa pekerjaan, seseorang kehilangan daya beli untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan. Akibatnya, banyak keluarga terpaksa mengandalkan utang, mengurangi jumlah makan dalam sehari, atau bahkan melewatkan makan sama sekali. Realitas ini berbanding terbalik dengan tujuan besar dalam Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu Zero Hunger dunia tanpa kelaparan.

Namun, bagaimana mungkin visi ini terwujud jika jutaan orang masih kesulitan mencari pekerjaan? Jika sumber penghasilan semakin sulit, bagaimana mereka bisa memastikan anak-anak mereka mendapatkan gizi yang cukup? Apakah dunia benar-benar menuju Zero Hunger, atau justru semakin jauh dari tujuan tersebut?

Kelaparan: Bukan Sekadar Tidak Makan

Kelaparan bukan hanya soal perut kosong. Ini adalah lingkaran setan yang membawa dampak jangka panjang, mulai dari kesehatan yang memburuk, pendidikan anak yang terbengkalai, hingga produktivitas yang menurun. 

Ketika seseorang tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup, daya tahan tubuhnya melemah, membuatnya rentan terhadap berbagai penyakit. Anak-anak yang kekurangan gizi sejak dini berisiko mengalami keterlambatan tumbuh kembang, baik secara fisik maupun kognitif, yang pada akhirnya berdampak pada masa depan mereka.

Di sisi lain, kelaparan juga memengaruhi akses terhadap pendidikan. Banyak anak dari keluarga miskin terpaksa melewatkan sekolah karena mereka harus membantu orang tua mencari nafkah atau karena mereka tidak memiliki cukup energi untuk belajar. Konsentrasi menurun, prestasi akademik merosot, dan akhirnya, kesempatan mereka untuk keluar dari kemiskinan semakin kecil.

Bagi orang dewasa, kelaparan berarti menurunnya produktivitas kerja. Seorang pekerja yang kurang makan tidak bisa bekerja dengan optimal, baik dalam pekerjaan fisik maupun intelektual. Ini menciptakan efek domino: gaji rendah, kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga, hingga risiko kehilangan pekerjaan. 

Akhirnya, mereka terjebak dalam siklus yang sama tidak punya pekerjaan, tidak punya uang, tidak bisa membeli makanan, dan semakin sulit untuk bangkit.

Pengangguran: Pemicu Utama Kelaparan

Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, pengangguran menjadi penyebab utama ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasar, terutama pangan. 

Tanpa pekerjaan, seseorang kehilangan sumber penghasilan yang stabil, membuatnya sulit membeli bahan makanan untuk diri sendiri dan keluarganya. Akibatnya, mereka harus mencari cara lain untuk bertahan, entah dengan berutang, mengandalkan bantuan sosial, atau bahkan mengurangi jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi setiap hari.

Lebih parahnya lagi, pengangguran tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menciptakan efek domino dalam keluarga dan komunitas. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga tanpa penghasilan yang cukup sering mengalami gizi buruk, yang berujung pada masalah kesehatan dan gangguan perkembangan. 

Di sisi lain, orang dewasa yang mengalami kelaparan akibat pengangguran akan kehilangan energi dan produktivitas, membuat mereka semakin sulit untuk mencari pekerjaan atau mempertahankan pekerjaan yang mereka miliki.

Masalah ini semakin kompleks karena pengangguran di Indonesia bukan hanya soal kurangnya lapangan kerja, tetapi juga rendahnya kualitas pekerjaan yang tersedia. Banyak orang yang sebenarnya bekerja, tetapi dengan penghasilan yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. 

Pekerja informal, buruh harian, dan pekerja dengan upah di bawah standar sering kali tetap berada dalam kondisi rawan kelaparan, meskipun mereka secara teknis tidak masuk dalam kategori pengangguran.

Dilema Keluarga: Makan atau Bayar Utang?

Banyak keluarga yang tidak lagi berpikir untuk makan makanan bergizi, melainkan hanya sekadar bertahan hidup. Bagi mereka, prioritas utama bukan lagi memastikan asupan protein, vitamin, atau mineral yang cukup, tetapi mencari apa saja yang bisa dimakan agar perut tidak kosong. 

Makanan bergizi seperti daging, ikan, atau sayur-mayur segar sering kali menjadi barang mewah yang sulit dijangkau. Sebagai gantinya, mereka mengandalkan makanan berkarbohidrat murah seperti nasi dengan garam, mi instan, atau makanan sisa yang didapat dari pasar atau tetangga.

Lebih menyedihkan lagi, kondisi ini memaksa banyak orang untuk mengambil keputusan ekstrem demi bertahan hidup. Beberapa terpaksa mengurangi jumlah makan dalam sehari, bahkan ada yang melewatkan makan sama sekali. 

Anak-anak sering kali menjadi korban utama, dengan banyak dari mereka tumbuh dalam kondisi kurang gizi yang berdampak pada kesehatan dan perkembangan otak mereka.

Bagi keluarga yang sudah tidak punya pilihan lain, utang menjadi satu-satunya jalan keluar. Mereka berutang kepada tetangga, mengambil pinjaman dari rentenir dengan bunga tinggi, atau membeli kebutuhan sehari-hari secara kredit tanpa tahu kapan bisa membayarnya. 

Namun, utang bukanlah solusi jangka panjang. Ketika utang menumpuk dan tidak ada penghasilan untuk membayarnya, tekanan ekonomi semakin besar, menciptakan stres berkepanjangan yang tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga mental.

Bagaimana Solusinya?

Jika kita serius ingin mewujudkan SDGs Zero Hunger, maka mengatasi pengangguran harus menjadi prioritas utama. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:

1. Menciptakan Lebih Banyak Lapangan Kerja

Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama menciptakan pekerjaan yang layak dan berkelanjutan. Investasi dalam sektor pertanian, industri kreatif, serta UMKM bisa menjadi solusi untuk membuka lebih banyak peluang kerja.

2. Memberikan Jaminan Sosial yang Memadai

Program bantuan pangan atau jaminan sosial bagi pengangguran sangat penting untuk memastikan tidak ada keluarga yang kelaparan. Program seperti bantuan langsung tunai (BLT) atau subsidi bahan pokok perlu diperkuat.

3. Meningkatkan Keterampilan Tenaga Kerja

Banyak orang menganggur bukan karena tidak mau bekerja, tetapi karena keterampilan mereka tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. Pelatihan kerja yang sesuai dengan perkembangan zaman bisa menjadi solusi untuk mengurangi angka pengangguran.

4. Mendukung Ekonomi Lokal dan UMKM

Dengan memperkuat sektor ekonomi lokal, terutama usaha kecil dan menengah, lebih banyak lapangan kerja bisa diciptakan. Pemerintah bisa memberikan kemudahan akses modal bagi para pelaku usaha kecil agar mereka bisa berkembang dan merekrut lebih banyak pekerja.

5. Mendorong Sistem Pangan yang Berkelanjutan

Ketahanan pangan juga perlu diperhatikan. Dukungan kepada petani, distribusi bahan pangan yang merata, dan kebijakan harga yang adil bisa membantu mengurangi kelaparan di tengah masyarakat.

Kesimpulan: Tanpa Pekerjaan, Tanpa Harapan?

Kelaparan dan pengangguran adalah dua masalah yang saling terkait dan memperparah satu sama lain. Jika kita ingin mencapai SDGs Zero Hunger, maka solusi tidak cukup hanya dengan memberi bantuan makanan, tetapi juga dengan memastikan setiap orang memiliki pekerjaan yang layak.

Karena pada akhirnya, tanpa pekerjaan, tidak ada penghasilan. Tanpa penghasilan, tidak ada makanan. Dan tanpa makanan, masa depan hanya akan menjadi bayangan suram yang penuh penderitaan. Jika pengangguran terus merajalela, maka SDGs Zero Hunger hanya akan menjadi sekadar mimpi yang tak pernah terwujud.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun