Pengangguran: Pemicu Utama Kelaparan
Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, pengangguran menjadi penyebab utama ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasar, terutama pangan.Â
Tanpa pekerjaan, seseorang kehilangan sumber penghasilan yang stabil, membuatnya sulit membeli bahan makanan untuk diri sendiri dan keluarganya. Akibatnya, mereka harus mencari cara lain untuk bertahan, entah dengan berutang, mengandalkan bantuan sosial, atau bahkan mengurangi jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi setiap hari.
Lebih parahnya lagi, pengangguran tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menciptakan efek domino dalam keluarga dan komunitas. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga tanpa penghasilan yang cukup sering mengalami gizi buruk, yang berujung pada masalah kesehatan dan gangguan perkembangan.Â
Di sisi lain, orang dewasa yang mengalami kelaparan akibat pengangguran akan kehilangan energi dan produktivitas, membuat mereka semakin sulit untuk mencari pekerjaan atau mempertahankan pekerjaan yang mereka miliki.
Masalah ini semakin kompleks karena pengangguran di Indonesia bukan hanya soal kurangnya lapangan kerja, tetapi juga rendahnya kualitas pekerjaan yang tersedia. Banyak orang yang sebenarnya bekerja, tetapi dengan penghasilan yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.Â
Pekerja informal, buruh harian, dan pekerja dengan upah di bawah standar sering kali tetap berada dalam kondisi rawan kelaparan, meskipun mereka secara teknis tidak masuk dalam kategori pengangguran.
Dilema Keluarga: Makan atau Bayar Utang?
Banyak keluarga yang tidak lagi berpikir untuk makan makanan bergizi, melainkan hanya sekadar bertahan hidup. Bagi mereka, prioritas utama bukan lagi memastikan asupan protein, vitamin, atau mineral yang cukup, tetapi mencari apa saja yang bisa dimakan agar perut tidak kosong.Â
Makanan bergizi seperti daging, ikan, atau sayur-mayur segar sering kali menjadi barang mewah yang sulit dijangkau. Sebagai gantinya, mereka mengandalkan makanan berkarbohidrat murah seperti nasi dengan garam, mi instan, atau makanan sisa yang didapat dari pasar atau tetangga.
Lebih menyedihkan lagi, kondisi ini memaksa banyak orang untuk mengambil keputusan ekstrem demi bertahan hidup. Beberapa terpaksa mengurangi jumlah makan dalam sehari, bahkan ada yang melewatkan makan sama sekali.Â