Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menghadapi Bornout: Solusi untuk Pekerja Milenial dan Gen Z

10 Januari 2025   08:36 Diperbarui: 10 Januari 2025   08:34 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menghadapi Bornout saat bekerja (sumber gambar: pro-int.co.id)

"Burnout telah menjadi isu serius yang sering dialami oleh pekerja generasi milenial dan Gen Z di era modern ini."

Kehidupan kerja yang dinamis, tekanan untuk terus produktif, dan tuntutan sosial yang sering kali tidak realistis menjadi penyebab utama kondisi ini. Burnout bukan hanya soal kelelahan fisik, tetapi juga melibatkan kelelahan emosional dan mental yang dapat memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan.

Generasi milenial dan Gen Z tumbuh dalam era digital yang penuh dengan ekspektasi tinggi. Mereka terbiasa dengan informasi yang bergerak cepat dan budaya kerja yang mengutamakan hasil instan. 

Ditambah lagi, media sosial sering kali menjadi tempat perbandingan yang tidak sehat, sehingga banyak dari mereka merasa tertinggal atau kurang sukses dibandingkan orang lain. Akibatnya, tekanan untuk terus bekerja keras tanpa henti sering kali mengarah pada kelelahan ekstrem dan kehilangan motivasi.

Untuk menghadapi burnout, langkah pertama yang penting adalah mengenali tanda-tandanya. Burnout sering kali ditandai dengan rasa lelah yang tidak hilang meskipun sudah beristirahat, kehilangan motivasi untuk bekerja, menurunnya produktivitas, dan munculnya perasaan sinis atau apatis terhadap pekerjaan. 

Beberapa orang juga mengalami gangguan fisik seperti sakit kepala, insomnia, atau masalah pencernaan yang tidak diketahui penyebabnya. Mengenali tanda-tanda ini sejak awal adalah kunci untuk mencegah kondisi burnout menjadi lebih parah.

Setelah tanda-tanda burnout teridentifikasi, langkah berikutnya adalah mengambil tindakan untuk mengatasinya. Salah satu cara yang efektif adalah dengan mengatur ulang pola kerja dan pola hidup. Misalnya, menghindari kebiasaan lembur berlebihan atau bekerja tanpa jeda. Jadwal yang terlalu padat bisa digantikan dengan waktu istirahat yang cukup, termasuk memberikan diri waktu untuk melakukan hal-hal yang disukai di luar pekerjaan.

Selain itu, penting untuk mengelola ekspektasi baik terhadap diri sendiri maupun dari lingkungan kerja. Jangan terlalu keras pada diri sendiri dengan menuntut kesempurnaan dalam setiap pekerjaan. Mengomunikasikan beban kerja kepada atasan atau rekan kerja juga dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat.

Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah dengan menetapkan batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Dalam era digital, di mana notifikasi pekerjaan dapat muncul kapan saja, penting untuk menciptakan rutinitas yang memisahkan kedua aspek tersebut. 

Misalnya, hindari membaca atau membalas email pekerjaan di luar jam kerja, dan gunakan waktu di rumah untuk beristirahat atau melakukan aktivitas yang menyenangkan. Dengan begitu, Anda memberikan ruang bagi diri sendiri untuk pulih dan mengisi ulang energi.

Batasan ini juga mencakup kemampuan untuk mengatakan "tidak" ketika beban kerja mulai terasa berlebihan. Banyak pekerja merasa sulit menolak tugas tambahan karena takut dianggap tidak produktif atau tidak berdedikasi. 

Namun, penting untuk diingat bahwa menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kesehatan pribadi adalah bagian dari tanggung jawab profesional. Menyampaikan batasan ini kepada atasan atau tim kerja dengan cara yang jelas dan sopan dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat.

Menciptakan rutinitas harian yang terstruktur dapat membantu menjaga keseimbangan. Misalnya, tetapkan waktu khusus untuk bekerja, waktu untuk keluarga atau teman, dan waktu untuk diri sendiri. Dengan membuat jadwal yang realistis, Anda dapat memastikan bahwa semua aspek kehidupan mendapatkan perhatian yang cukup.

Manajemen waktu juga menjadi kunci penting dalam mengatasi burnout. Ketika pekerjaan terasa menumpuk, kemampuan untuk mengatur waktu dengan baik dapat membantu mengurangi tekanan dan meningkatkan efisiensi. 

Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan membuat daftar prioritas. Identifikasi tugas-tugas yang paling penting dan mendesak, lalu fokus menyelesaikannya satu per satu. Ini membantu menghindari perasaan kewalahan akibat mencoba menyelesaikan semuanya sekaligus.

Teknik manajemen waktu seperti Pomodoro atau time blocking juga bisa menjadi solusi. Dengan metode Pomodoro, misalnya, Anda bekerja selama 25 menit tanpa gangguan, kemudian beristirahat selama 5 menit. Siklus ini diulang beberapa kali sebelum mengambil istirahat yang lebih panjang. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan fokus tetapi juga memberikan jeda yang dibutuhkan untuk mencegah kelelahan.

Selain itu, penting untuk tidak hanya mengelola waktu kerja, tetapi juga waktu untuk beristirahat dan bersantai. Alokasikan waktu khusus untuk melakukan hal-hal yang Anda nikmati di luar pekerjaan, seperti berolahraga, membaca, atau berkumpul dengan teman dan keluarga. Ini membantu menjaga keseimbangan hidup dan memberi ruang bagi diri sendiri untuk mengisi ulang energi.

Tidak kalah penting adalah menjaga kesehatan fisik dan mental. Kesehatan tubuh dan pikiran yang baik adalah fondasi utama untuk menghadapi tekanan hidup, termasuk beban kerja yang sering kali menjadi penyebab burnout. 

Olahraga secara teratur, meskipun hanya 20-30 menit sehari, dapat membantu melepaskan endorfin, hormon yang meningkatkan suasana hati dan mengurangi stres. Aktivitas sederhana seperti berjalan kaki, yoga, atau bersepeda bisa menjadi cara efektif untuk menjaga kebugaran tubuh.

Selain olahraga, tidur yang cukup juga memiliki peran penting. Banyak pekerja yang mengorbankan waktu tidur demi menyelesaikan pekerjaan, tetapi ini hanya akan memperburuk kondisi fisik dan mental dalam jangka panjang. Tidur yang berkualitas membantu tubuh memulihkan energi, memperbaiki fungsi otak, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Pastikan Anda mendapatkan 7-8 jam tidur setiap malam untuk menjaga produktivitas dan kesehatan.

Dari sisi mental, melibatkan diri dalam aktivitas yang menenangkan seperti meditasi atau latihan pernapasan dalam dapat membantu mengelola stres. Teknik-teknik ini dapat membantu menenangkan pikiran dan membawa fokus kembali ke saat ini, sehingga Anda tidak terlalu terbebani oleh tekanan pekerjaan atau kekhawatiran masa depan.

Bagi mereka yang merasa lingkungan kerja menjadi faktor utama pemicu burnout, penting untuk mengevaluasi apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan nilai dan tujuan hidup. Pekerjaan yang tidak selaras dengan prinsip dan aspirasi pribadi sering kali menjadi sumber stres yang berkelanjutan. Ketidakcocokan ini dapat membuat seseorang merasa terjebak atau kehilangan makna dalam apa yang mereka lakukan, sehingga memperburuk kondisi burnout.

Evaluasi ini bisa dimulai dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: "Apakah pekerjaan ini memberikan saya rasa kepuasan?" atau "Apakah lingkungan kerja saya mendukung pertumbuhan pribadi dan profesional?" Jika jawabannya lebih banyak negatif, maka sudah saatnya untuk mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih besar untuk mengatasi situasi tersebut.

Jika memungkinkan, diskusikan masalah ini dengan atasan atau pihak manajemen. Bicarakan tentang beban kerja, ekspektasi yang tidak realistis, atau faktor lain yang memengaruhi kesejahteraan Anda. Banyak perusahaan saat ini mulai memahami pentingnya kesehatan mental karyawan dan bersedia mencari solusi bersama, seperti fleksibilitas waktu kerja, perubahan tugas, atau pengurangan target.

Jika lingkungan kerja tetap tidak mendukung meskipun sudah ada upaya untuk perbaikan, mempertimbangkan perubahan karier mungkin menjadi langkah yang perlu diambil. Memilih pekerjaan atau perusahaan baru yang lebih sesuai dengan nilai dan kebutuhan Anda dapat memberikan semangat baru dan membantu memulihkan keseimbangan hidup.

Pada akhirnya, menghadapi burnout adalah tentang mengenali kebutuhan diri sendiri dan memberikan ruang untuk pulih. Milenial dan Gen Z perlu memahami bahwa kesehatan mental adalah aset yang tak ternilai, dan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah investasi untuk masa depan yang lebih baik. Burnout bukan tanda kelemahan, tetapi sebuah sinyal bahwa tubuh dan pikiran membutuhkan perhatian lebih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun