Di sisi lain, qanun juga menjadi dasar penerapan hukum jinayat yang mengatur tentang tindak pidana tertentu, seperti minuman keras, perjudian, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma Islam. Penerapan hukum jinayat ini sering menjadi sorotan, baik di tingkat nasional maupun internasional, karena mencerminkan keberanian Aceh dalam menjaga nilai-nilai syariat di tengah tantangan modernisasi.
Namun, keberhasilan qanun tidak terlepas dari tantangan implementasi. Perbedaan pemahaman antara masyarakat dan aparat penegak hukum sering menjadi hambatan dalam pelaksanaannya. Selain itu, perlunya penyelarasan qanun dengan hukum nasional juga menjadi isu yang memerlukan perhatian khusus.
Harmoni yang Menjaga Keberlanjutan
Harmoni antara adat dan qanun terlihat dalam cara keduanya saling melengkapi. Adat menyediakan fondasi nilai-nilai kultural yang telah mengakar kuat dalam masyarakat, sementara qanun memberikan kerangka hukum formal yang mengatur pelaksanaannya sesuai dengan syariat Islam. Keduanya bekerja secara sinergis untuk menciptakan tatanan sosial yang adil, damai, dan berkelanjutan.
Dalam kehidupan sehari-hari, adat sering menjadi pendekatan pertama dalam menyelesaikan konflik atau permasalahan di masyarakat. Misalnya, jika terjadi perselisihan antarwarga, lembaga adat seperti Tuha Peut atau Imum Mukim biasanya akan terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian secara kekeluargaan melalui proses meupakat.Â
Jika penyelesaian tersebut membutuhkan legitimasi hukum formal, maka qanun menjadi landasan yang menguatkan keputusan tersebut, sehingga hasilnya tidak hanya diterima secara budaya tetapi juga memiliki dasar hukum yang kuat.
Di sisi lain, qanun juga memberikan perlindungan terhadap keberlangsungan adat. Melalui regulasi formal, nilai-nilai adat yang selaras dengan syariat Islam diakui secara resmi oleh pemerintah, sehingga dapat terus diwariskan tanpa tergeser oleh arus modernisasi. Sebagai contoh, qanun yang mengatur perlindungan budaya Aceh memastikan bahwa tradisi seperti peusijuek atau kenduri tetap terpelihara sebagai bagian dari identitas lokal.
Namun, menjaga harmoni ini memerlukan upaya yang berkesinambungan. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa adat dan qanun tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Hal ini memerlukan dialog terbuka antara tokoh adat, ulama, dan pemerintah untuk menyesuaikan aturan tanpa menghilangkan esensi dari keduanya.
Keunikan Aceh di Tengah Dinamika Nasional
Aceh berhasil menunjukkan bahwa hukum dan tradisi lokal dapat berjalan berdampingan dengan hukum nasional. Melalui otonomi khusus, Aceh diberi ruang untuk mengembangkan sistem hukum yang sesuai dengan karakteristik budayanya, tanpa bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum negara. Sinergi ini mencerminkan bagaimana pluralitas hukum di Indonesia mampu mengakomodasi keberagaman, khususnya di daerah-daerah dengan kekhususan seperti Aceh.
Keberhasilan ini terlihat dari penerapan qanun yang tidak hanya mengatur hukum jinayat, tetapi juga mencakup aspek-aspek kehidupan lainnya, seperti ekonomi syariah, pendidikan berbasis nilai Islam, dan pelestarian adat istiadat. Dalam konteks ini, Aceh menunjukkan bahwa hukum berbasis syariat tidak hanya membahas sanksi, tetapi juga berperan dalam mendorong pembangunan yang berkeadilan dan berakar pada kearifan lokal.