Permainan yang sebelumnya mengandalkan umpan-umpan panjang dan fisik kini bertransformasi menjadi lebih taktis, dengan pressing ketat dan transisi yang cepat. Tidak hanya itu, STY berhasil menanamkan mentalitas juara pada para pemain, membuat mereka lebih percaya diri menghadapi tim-tim besar.
Salah satu bukti nyata dari perubahan ini adalah kemenangan bersejarah atas Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Dengan taktik yang terencana dan eksekusi sempurna, Indonesia mampu mengakhiri kutukan buruk melawan salah satu raksasa Asia. Kemenangan ini bukan hanya soal hasil di atas kertas, tetapi juga simbol kebangkitan sepak bola Indonesia di kancah internasional.
Selain itu, STY juga memperkenalkan pendekatan berbasis data dan teknologi dalam melatih tim. Dari analisis video hingga penggunaan perangkat untuk memantau kebugaran pemain, STY membawa standar baru yang sebelumnya jarang diterapkan di Indonesia. Hal ini tak hanya menguntungkan tim senior, tetapi juga memberikan efek domino positif bagi pembinaan usia muda.
Namun, perubahan besar ini membutuhkan kesinambungan. Kepergian STY meninggalkan pertanyaan penting: apakah penggantinya mampu mempertahankan gaya bermain yang sudah dibangun, ataukah kita akan kembali ke pola lama yang kurang efektif? Ini akan menjadi tantangan besar bagi PSSI dalam menentukan arah baru bagi Timnas Indonesia.
Tantangan ke Depan
Dengan Piala Asia 2027 dan Kualifikasi Piala Dunia 2026 masih di depan mata, Timnas Indonesia membutuhkan sosok pelatih yang tidak hanya memiliki kemampuan teknis, tetapi juga memahami karakter sepak bola Indonesia. Pelatih ini harus mampu beradaptasi dengan kultur permainan, potensi fisik, dan mentalitas pemain lokal, sekaligus membawa sentuhan inovasi yang bisa membuat Timnas lebih kompetitif di level internasional.
Kebutuhan akan pelatih yang bisa mengimbangi harapan tinggi publik menjadi semakin krusial, mengingat STY telah membangun pondasi kuat, baik dari segi taktik maupun regenerasi pemain. Jika pelatih baru gagal melanjutkan arah ini, ada risiko besar bahwa kerja keras selama empat tahun terakhir akan sia-sia.
Selain aspek teknis, kemampuan membangun hubungan yang solid dengan pemain dan menjaga harmoni di dalam tim juga menjadi faktor penting. Dalam sepak bola Indonesia, tantangan tidak hanya datang dari lawan di lapangan, tetapi juga dari ekspektasi besar suporter dan tekanan media. Pelatih baru harus memiliki kepribadian yang kuat untuk menghadapi tekanan ini sekaligus menjaga fokus tim pada target jangka panjang.
Ke depan, PSSI tidak hanya harus menunjuk pelatih yang kompeten, tetapi juga memastikan adanya dukungan penuh terhadap program-program pengembangan yang dirancang. Dari infrastruktur, jadwal kompetisi yang terencana, hingga dukungan logistik, semua elemen ini harus selaras agar Timnas mampu mengoptimalkan potensi yang ada.
Langkah selanjutnya bukan hanya tentang siapa yang akan menjadi pengganti Shin Tae-yong, tetapi juga tentang bagaimana PSSI memastikan bahwa transisi ini tidak menggagalkan momentum yang telah dibangun. Suporter Garuda tentu berharap bahwa pergantian pelatih ini menjadi awal baru yang lebih baik, bukan sekadar perubahan yang menimbulkan kekecewaan.
Harapan Baru atau Risiko Besar?