Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Fenomena Quiet Quitting: Tanda Ketidakpuasan atau Kesadaran Baru?

28 Desember 2024   16:16 Diperbarui: 28 Desember 2024   16:16 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Quiet quitting (sumber gambar: sky news via unair.ac.id)

Dampak Quiet Quitting

Fenomena ini memiliki dampak positif dan negatif yang perlu dipahami oleh karyawan maupun perusahaan. Di sisi positif, quiet quitting membantu karyawan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Dengan menetapkan batasan yang jelas, mereka dapat mengurangi stres, mencegah kelelahan kerja (burnout), dan memprioritaskan kesehatan mental. Selain itu, fenomena ini mendorong diskusi yang lebih luas tentang pentingnya budaya kerja yang sehat dan penghargaan yang adil bagi tenaga kerja.

Namun, di sisi lain, quiet quitting juga dapat menimbulkan konsekuensi negatif, terutama bagi dinamika tim dan produktivitas perusahaan. Jika terlalu banyak karyawan yang mengadopsi sikap ini tanpa ada solusi sistemik, beban kerja yang tidak terselesaikan dapat mengganggu operasional dan memberikan tekanan tambahan pada anggota tim lainnya. Dari sudut pandang manajemen, fenomena ini juga dapat menimbulkan persepsi bahwa karyawan kurang memiliki motivasi atau komitmen terhadap tujuan perusahaan.

Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan?

Perusahaan harus lebih peka terhadap kebutuhan karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung keseimbangan antara tanggung jawab profesional dan kehidupan pribadi. Memberikan penghargaan yang adil, baik dalam bentuk kompensasi finansial maupun pengakuan, menjadi langkah penting untuk meningkatkan motivasi dan loyalitas karyawan. Selain itu, fleksibilitas dalam jam kerja, seperti opsi bekerja dari rumah atau jadwal yang lebih fleksibel, dapat membantu karyawan merasa lebih dihargai dan didukung.

Penting juga bagi perusahaan untuk mendengarkan aspirasi dan keluhan karyawan melalui komunikasi terbuka. Dengan menciptakan saluran yang memungkinkan karyawan menyampaikan pendapat tanpa rasa takut, perusahaan dapat memahami kebutuhan mereka secara lebih mendalam dan mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kepuasan kerja. Pelatihan bagi manajer untuk mengenali tanda-tanda kelelahan atau ketidakpuasan juga dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan suportif.

Kesimpulan

Fenomena quiet quitting bukan semata-mata tanda ketidakpuasan, tetapi juga cerminan dari pergeseran nilai dan prioritas dalam dunia kerja modern. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan semakin sadar akan pentingnya menjaga keseimbangan hidup dan kesehatan mental di tengah tuntutan pekerjaan yang sering kali berlebihan. Quiet quitting tidak selalu berarti kurangnya komitmen, melainkan usaha untuk menetapkan batasan yang sehat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Bagi perusahaan, fenomena ini menjadi pengingat bahwa cara mereka memperlakukan karyawan berdampak besar pada motivasi dan produktivitas. Dengan menciptakan budaya kerja yang menghargai kontribusi karyawan dan mendukung kesejahteraan mereka, quiet quitting dapat diubah menjadi peluang untuk membangun tim yang lebih kuat dan berkomitmen.

Di sisi lain, bagi individu, fenomena ini menyoroti pentingnya memperjuangkan hak atas waktu dan energi mereka. Dalam jangka panjang, pendekatan yang lebih seimbang terhadap pekerjaan dapat membawa manfaat besar, baik bagi karyawan maupun perusahaan. Fenomena ini bukan sekadar tren, tetapi refleksi dari perubahan mendasar dalam cara kita memandang pekerjaan dan prioritas hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun