Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Greenwashing di Industri Fashion: Apakah Konsumen Tertipu?

21 Desember 2024   08:49 Diperbarui: 21 Desember 2024   08:49 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi greenwashing di industri fashion (sumber gambar: kabarsiger.com/read)

"Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran masyarakat tentang pentingnya keberlanjutan telah mendorong perubahan besar dalam berbagai sektor, termasuk industri fashion."

Merek-merek ternama mulai berlomba-lomba menciptakan inovasi untuk mengurangi dampak lingkungan dari produksi mereka, seperti menggunakan bahan daur ulang, mempromosikan konsep slow fashion, hingga mengklaim transparansi dalam rantai pasok mereka. Namun, di balik tren ini, muncul pertanyaan besar, seberapa nyata upaya yang dilakukan?

Tidak sedikit perusahaan yang memanfaatkan momentum ini untuk menarik perhatian konsumen dengan klaim keberlanjutan yang sering kali tidak didukung fakta atau hanya mencakup sebagian kecil dari proses mereka. Inilah yang dikenal sebagai greenwashing sebuah strategi pemasaran yang menjual kesan “hijau” tanpa perubahan mendasar.

Fenomena ini menjadi tantangan besar, baik bagi konsumen yang ingin membuat pilihan yang bertanggung jawab, maupun bagi merek yang benar-benar berkomitmen terhadap keberlanjutan. Apakah greenwashing di industri fashion telah menipu kita sebagai konsumen? Atau, apakah ini tanda bahwa kesadaran lingkungan mulai memberikan pengaruh nyata?

Apa Itu Greenwashing?

Greenwashing adalah praktik di mana perusahaan memberikan kesan palsu atau berlebihan tentang komitmen mereka terhadap lingkungan. Dalam industri fashion, greenwashing sering terlihat melalui strategi pemasaran yang menonjolkan istilah-istilah seperti “eco-friendly,” “sustainable,” atau “conscious” pada produk mereka. Sayangnya, klaim ini sering kali tidak didukung oleh data transparan atau bukti yang konkret.

Sebagai contoh, beberapa merek mengiklankan penggunaan bahan daur ulang pada koleksi tertentu, tetapi tidak mengungkapkan bahwa bagian terbesar dari produksi mereka masih menggunakan bahan konvensional yang berdampak negatif pada lingkungan. Bahkan, dalam beberapa kasus, produk yang diklaim ramah lingkungan ternyata tidak memiliki perbedaan signifikan dalam hal dampak lingkungan dibandingkan produk reguler.

Praktik ini dilakukan bukan tanpa alasan. Dalam dunia yang semakin peduli terhadap isu lingkungan, konsumen cenderung memilih merek yang terlihat mendukung keberlanjutan. Perusahaan pun memanfaatkan kecenderungan ini untuk membangun citra positif tanpa melakukan perubahan mendalam yang sebenarnya memerlukan investasi besar.

Mengapa Greenwashing Terjadi di Industri Fashion?

Industri fashion adalah salah satu penyumbang terbesar kerusakan lingkungan, dari penggunaan air yang masif hingga emisi karbon yang tinggi. Selain itu, limbah tekstil dari industri ini menjadi masalah besar. Setiap tahunnya, jutaan ton pakaian berakhir di tempat pembuangan sampah atau dibakar, menciptakan polusi udara dan tanah yang signifikan. 

Produksi bahan seperti katun membutuhkan air dalam jumlah besar dengan satu kaos katun saja diperkirakan membutuhkan 2.700 liter air untuk diproduksi. Belum lagi penggunaan bahan sintetis seperti poliester yang berasal dari plastik dan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai.

Proses pewarnaan kain juga menambah masalah, karena menggunakan bahan kimia beracun yang sering kali dibuang langsung ke badan air tanpa melalui pengolahan yang memadai. Akibatnya, sungai dan ekosistem di sekitarnya tercemar, memengaruhi kehidupan manusia dan satwa liar.

Lebih parah lagi, model bisnis fast fashion mendorong produksi massal dengan harga murah, yang sering kali mengorbankan aspek keberlanjutan dan etika. Dalam upaya menekan biaya, banyak merek besar mengandalkan tenaga kerja murah di negara-negara berkembang dengan kondisi kerja yang buruk. Ini menciptakan dilema moral, di mana pilihan pakaian murah konsumen sering kali datang dengan biaya lingkungan dan sosial yang mahal.

Dampak Greenwashing pada Konsumen

Bagi konsumen, greenwashing menciptakan ilusi bahwa mereka berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan melalui pilihan belanja mereka. Padahal, kenyataannya mereka mungkin secara tidak langsung mendukung praktik yang merusak lingkungan atau eksploitasi tenaga kerja. 

Ilusi ini membuat konsumen merasa puas dengan pilihan mereka, sehingga mengurangi dorongan untuk benar-benar memahami dampak lingkungan dari produk yang mereka beli. Akibatnya, permintaan terhadap produk fashion yang benar-benar berkelanjutan tidak tumbuh secepat seharusnya.

Lebih jauh, greenwashing juga membingungkan konsumen. Dengan begitu banyak klaim keberlanjutan yang tidak jelas dan label yang sulit dipahami, banyak konsumen kesulitan membedakan antara merek yang benar-benar berkomitmen pada keberlanjutan dan yang hanya menggunakan isu lingkungan sebagai strategi pemasaran. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap manipulasi merek-merek besar.

Di sisi lain, greenwashing juga merusak kepercayaan terhadap seluruh gerakan keberlanjutan. Ketika konsumen merasa tertipu oleh klaim palsu, mereka cenderung menjadi skeptis bahkan terhadap merek yang benar-benar transparan dan bertanggung jawab. Keadaan ini dapat memperlambat kemajuan menuju industri fashion yang lebih etis dan ramah lingkungan.

Cara Menghindari Terjebak Greenwashing

Sebagai konsumen yang bijak, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menghindari jebakan greenwashing:

1. Lakukan Riset Mendalam

Jangan hanya terpaku pada slogan atau klaim di kemasan. Luangkan waktu untuk mencari tahu tentang merek yang Anda pilih. Periksa situs web resmi mereka untuk melihat sejauh mana mereka memaparkan informasi tentang bahan, proses produksi, dan kebijakan keberlanjutan mereka.

2. Kenali Sertifikasi Resmi

Cari produk yang memiliki sertifikasi terpercaya seperti GOTS (Global Organic Textile Standard), Fair Trade, atau OEKO-TEX. Sertifikasi ini menunjukkan bahwa produk tersebut telah melewati standar tertentu dalam keberlanjutan dan etika.

3. Pertanyakan Transparansi

Merek yang benar-benar berkomitmen pada keberlanjutan biasanya bersikap transparan. Mereka akan dengan jelas mengungkapkan asal-usul bahan baku, kondisi kerja di pabrik mereka, dan bagaimana mereka mengelola dampak lingkungan. Jika informasi ini sulit ditemukan, ada kemungkinan klaim keberlanjutan mereka tidak dapat dipercaya.

4. Pilih Kualitas daripada Kuantitas

Hindari membeli pakaian dalam jumlah besar hanya karena murah. Sebaliknya, pilihlah pakaian yang berkualitas dan tahan lama. Dengan mengurangi konsumsi, Anda membantu mengurangi limbah dan jejak karbon.

5. Dukung Merek Lokal dan Usaha Kecil

Banyak usaha kecil atau merek lokal yang fokus pada produksi etis dan keberlanjutan. Dengan mendukung mereka, Anda tidak hanya mengurangi jejak karbon tetapi juga mendukung ekonomi lokal.

6. Gunakan Kembali dan Daur Ulang

Sebelum membeli pakaian baru, pertimbangkan untuk menggunakan kembali pakaian lama, memperbaikinya, atau membeli pakaian bekas. Selain lebih hemat, langkah ini juga membantu mengurangi permintaan terhadap produksi baru yang berdampak buruk pada lingkungan.

7. Jadilah Konsumen yang Kritis

Jangan ragu untuk mengajukan pertanyaan langsung kepada merek melalui media sosial atau layanan pelanggan. Tanyakan tentang asal-usul bahan, jejak karbon mereka, atau komitmen mereka terhadap keberlanjutan. Respons mereka dapat membantu Anda menentukan apakah merek tersebut benar-benar peduli terhadap lingkungan.

Langkah Maju untuk Industri Fashion

Industri fashion perlu lebih serius dalam mengadopsi keberlanjutan secara nyata, bukan sekadar untuk tujuan pemasaran. Langkah nyata yang perlu diambil oleh industri fashion meliputi perubahan sistemik dalam seluruh rantai pasok, mulai dari bahan baku hingga pengelolaan limbah. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan:

1. Investasi dalam Inovasi Berkelanjutan

Perusahaan perlu berinvestasi dalam teknologi dan material yang benar-benar ramah lingkungan, seperti kain berbasis tumbuhan, bahan daur ulang berkualitas tinggi, atau metode pewarnaan yang hemat air dan bebas bahan kimia berbahaya. Inovasi ini membutuhkan komitmen jangka panjang, tetapi dampaknya sangat signifikan terhadap lingkungan.

2. Transparansi dan Akuntabilitas

Merek-merek fashion harus berani mempublikasikan data tentang dampak lingkungan dari operasi mereka, termasuk emisi karbon, penggunaan air, dan pengelolaan limbah. Laporan tahunan tentang keberlanjutan yang diaudit secara independen dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan memberikan tekanan positif untuk terus berbenah.

3. Pengurangan Produksi Berlebih

Model bisnis fast fashion yang mendorong produksi massal harus ditinggalkan. Sebagai gantinya, merek dapat fokus pada produksi terbatas yang mengutamakan kualitas, daya tahan, dan desain yang klasik sehingga produk dapat digunakan lebih lama.

4. Peningkatan Kondisi Kerja

Keberlanjutan bukan hanya tentang lingkungan tetapi juga tentang kesejahteraan sosial. Industri fashion harus memastikan tenaga kerja mereka mendapatkan upah layak dan bekerja dalam kondisi yang aman. Hal ini memerlukan kolaborasi dengan pemasok dan penegakan standar etis.

5. Edukasi Konsumen

Merek dapat berperan dalam mendidik konsumen tentang pentingnya memilih produk yang berkelanjutan. Kampanye yang mengedepankan informasi daripada sekadar promosi dapat membantu konsumen membuat keputusan yang lebih sadar.

6. Kolaborasi dalam Industri

Perubahan besar hanya dapat terjadi jika ada kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah. Regulasi yang ketat, insentif bagi perusahaan yang ramah lingkungan, dan standar industri yang seragam akan mempercepat transisi ke model bisnis yang lebih bertanggung jawab.

Pada akhirnya, tanggung jawab ada di tangan semua pihak industri, konsumen, dan pemerintah. Industri memiliki tanggung jawab untuk mengadopsi praktik yang lebih transparan, etis, dan berkelanjutan dalam seluruh operasionalnya. Konsumen, di sisi lain, harus lebih kritis dan sadar terhadap pilihan mereka, menggunakan daya beli sebagai alat untuk mendorong perubahan. 

Sementara itu, pemerintah harus memperkenalkan regulasi yang lebih ketat untuk mengawasi klaim keberlanjutan, memberikan insentif bagi praktik bisnis ramah lingkungan, dan menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang terbukti melakukan greenwashing.

Kolaborasi antara ketiga pihak ini sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung keberlanjutan. Industri tidak bisa bertindak sendiri tanpa dukungan konsumen dan kebijakan yang tegas. Konsumen pun membutuhkan panduan dan akses yang lebih mudah terhadap produk-produk yang benar-benar ramah lingkungan. Begitu pula pemerintah, yang memegang peran penting dalam menciptakan regulasi yang mendorong perubahan sistemik.

Masa depan industri fashion yang lebih hijau dan berkelanjutan tidak dapat dicapai dengan langkah-langkah kecil dan individu saja. Dibutuhkan komitmen kolektif untuk membawa perubahan nyata. Dengan berpegang pada tanggung jawab ini, kita dapat memastikan bahwa industri fashion tidak hanya memenuhi kebutuhan gaya hidup, tetapi juga melindungi bumi yang kita tinggali bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun