1. Batasi Penggunaan Media Sosial
Salah satu penyebab utama FOMO adalah paparan berlebihan terhadap media sosial. Dengan membatasi waktu yang dihabiskan untuk berselancar di platform ini, anak muda dapat mengurangi frekuensi membandingkan diri dengan orang lain. Beberapa langkah yang bisa diambil termasuk menetapkan waktu khusus untuk menggunakan media sosial atau bahkan mengambil jeda total selama beberapa hari (digital detox).
2. Fokus pada Diri Sendiri
Alih-alih mengejar apa yang sedang tren, penting untuk mengidentifikasi apa yang benar-benar memberikan kebahagiaan dan kepuasan pribadi. Buat daftar tujuan hidup, hobi, atau aktivitas yang bermakna bagi diri sendiri tanpa merasa perlu membuktikannya kepada orang lain.
3. Perkuat Hubungan yang Bermakna
Daripada berusaha mengikuti semua acara atau tren, fokuslah pada membangun hubungan yang lebih dalam dengan keluarga, sahabat, atau komunitas yang mendukung. Interaksi tatap muka yang bermakna sering kali lebih memuaskan daripada interaksi virtual yang dangkal.
4. Belajar Menikmati Momen Saat Ini
Praktik mindfulness atau kesadaran penuh dapat membantu anak muda menikmati apa yang ada di depan mereka tanpa terus-menerus memikirkan apa yang mereka lewatkan. Dengan melatih diri untuk hadir sepenuhnya dalam momen saat ini, rasa cemas akan hal-hal yang terjadi di luar sana bisa berkurang.
5. Ubah Perspektif tentang Kegagalan atau "Ketinggalan"
Tidak selalu mengikuti tren atau melewatkan satu acara bukanlah kegagalan. Anak muda perlu menyadari bahwa hidup adalah tentang membuat pilihan yang sesuai dengan nilai dan prioritas pribadi. Tidak semua hal harus dilakukan atau dialami.
6. Prioritaskan Kesehatan Mental dan Fisik
Dengan merawat tubuh dan pikiran, seperti berolahraga secara teratur, makan dengan baik, dan cukup tidur, anak muda akan merasa lebih kuat secara emosional dan mampu menghadapi tekanan sosial dengan lebih baik.
Kesimpulan
Budaya FOMO adalah cerminan dari kebutuhan manusia untuk merasa diterima dan relevan. Namun, di balik keinginan untuk tetap terhubung dan tidak ketinggalan, sering kali muncul rasa cemas dan tekanan yang merugikan kesejahteraan mental. Anak muda perlu menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu terletak pada seberapa banyak hal yang bisa mereka lakukan atau pamerkan, tetapi pada bagaimana mereka menghargai dan menikmati hidup sesuai dengan nilai dan prioritas pribadi.
Memutus siklus FOMO bukanlah perkara mudah, terutama di era media sosial yang terus memamerkan standar kehidupan "ideal." Namun, dengan belajar untuk menghargai momen-momen kecil, memperkuat hubungan yang bermakna, dan menerima bahwa tidak semua tren perlu diikuti, anak muda dapat mulai menemukan kedamaian dalam dirinya sendiri.
Pada akhirnya, hidup bukan tentang seberapa banyak yang kita lakukan, tetapi bagaimana kita menemukan makna dan kebahagiaan dalam setiap langkah. FOMO hanya menjadi masalah jika kita membiarkannya mendikte hidup kita. Ketika anak muda memilih untuk memprioritaskan apa yang benar-benar penting bagi diri mereka sendiri, mereka tidak hanya terbebas dari rasa takut ketinggalan, tetapi juga menemukan versi hidup yang lebih otentik dan memuaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H