1. Tidak Ada Keterangan yang Jelas tentang Tujuan Pembayaran
Jika kwitansi tidak mencantumkan tujuan atau alasan transaksi utang tersebut, maka bisa timbul kebingungannya mengenai apakah itu benar-benar merupakan utang atau hanya sekadar transaksi lainnya. Tanpa tujuan yang jelas, pengadilan bisa meragukan keabsahan utang tersebut dan memutuskan untuk membatalkan kwitansi sebagai bukti.
2. Ketidaksesuaian dengan Ketentuan Perjanjian
Dalam beberapa kasus, kwitansi hutang hanya digunakan sebagai bukti sebagian dari keseluruhan perjanjian utang. Jika ternyata kwitansi tidak sesuai dengan perjanjian utang yang lebih lengkap, misalnya dalam hal pembayaran cicilan atau jangka waktu, maka kwitansi tersebut bisa dianggap tidak sah. Perjanjian yang lebih rinci dan formal, yang mencakup berbagai ketentuan, tentu akan lebih kuat sebagai bukti hukum.
3. Kwitansi Palsu atau Dimanipulasi
Salah satu alasan utama mengapa kwitansi hutang dapat dibatalkan adalah apabila kwitansi tersebut ternyata dipalsukan atau dimanipulasi. Misalnya, jika ada perubahan pada jumlah uang yang tertera dalam kwitansi atau tanda tangan yang dipalsukan, kwitansi tersebut bisa dianggap tidak sah. Pengadilan tentu akan menilai keaslian kwitansi tersebut, dan jika ada keraguan tentang keasliannya, maka kwitansi itu bisa dibatalkan.
4. Tidak Memenuhi Persyaratan Formal yang Ditetapkan oleh Hukum
Jika kwitansi tidak memenuhi persyaratan formal yang ditetapkan oleh hukum, seperti tidak adanya identitas lengkap pihak yang terlibat atau tidak tercantumnya tanggal dan tempat transaksi, maka kwitansi tersebut bisa dibatalkan. Hukum Indonesia mengatur secara tegas tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu kwitansi dapat diakui sebagai bukti yang sah di pengadilan.
5. Tanda Tangan Tidak Sah atau Dipalsukan
Tanda tangan yang tidak sah atau dipalsukan merupakan alasan utama yang dapat membatalkan kekuatan kwitansi hutang. Jika salah satu pihak mengklaim bahwa tanda tangannya dipalsukan atau diberikan tanpa kesepakatan yang sah, maka kwitansi tersebut bisa dipertanyakan dan dianggap tidak sah.
Alternatif yang Lebih Kuat
Untuk memastikan bahwa transaksi utang-piutang Anda diakui secara sah di mata hukum, ada beberapa langkah yang perlu diambil selain hanya mengandalkan kwitansi hutang. Meskipun kwitansi bisa menjadi bukti awal, untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat dan mengurangi risiko sengketa di masa depan, Anda perlu memperhatikan beberapa hal penting dalam membuat dan menyepakati perjanjian utang-piutang.
1. Buat Perjanjian Tertulis yang Jelas
Membuat perjanjian tertulis adalah langkah pertama yang paling penting untuk memastikan bahwa transaksi utang-piutang Anda sah di mata hukum. Perjanjian ini harus memuat rincian yang jelas mengenai jumlah utang, bunga (jika ada), cara pembayaran, jangka waktu pelunasan, dan konsekuensi jika terjadi wanprestasi atau keterlambatan pembayaran.Â
2. Saksikan dan Tandatangani Perjanjian oleh Kedua Pihak
Perjanjian utang-piutang yang sah harus ditandatangani oleh kedua belah pihak yang terlibat. Tanda tangan ini menandakan bahwa kedua pihak telah sepakat dengan seluruh ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut. Selain itu, jika memungkinkan, libatkan saksi yang dapat mengonfirmasi bahwa perjanjian tersebut dibuat secara sukarela dan tanpa ada tekanan dari pihak mana pun.
3. Melibatkan Notaris untuk Transaksi yang Lebih Besar
Untuk transaksi dengan jumlah yang besar, disarankan untuk melibatkan notaris dalam pembuatan perjanjian utang-piutang. Notaris akan memastikan bahwa perjanjian tersebut memenuhi semua ketentuan hukum yang berlaku dan memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi.Â
4. Sertakan Bukti Pembayaran yang Sah
Untuk menghindari keraguan di masa depan, pastikan setiap pembayaran utang dicatat dengan jelas dan disertai dengan bukti pembayaran yang sah, seperti slip transfer, bukti setor tunai, atau kwitansi resmi yang mencantumkan detail transaksi, termasuk tanggal, jumlah, dan identitas pihak yang melakukan pembayaran.Â