Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Fenomena 'Healing': Apakah Liburan Benar-benar Membawa Kebahagiaan?

12 Desember 2024   13:25 Diperbarui: 12 Desember 2024   13:25 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dalam beberapa tahun terakhir, istilah healing menjadi sangat populer di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda."

Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan usaha seseorang dalam mencari ketenangan, melepaskan diri dari tekanan hidup, atau sekadar menyegarkan pikiran setelah rutinitas yang melelahkan. Tidak hanya sebuah kata, healing telah berkembang menjadi tren gaya hidup yang kerap diidentikkan dengan perjalanan ke tempat-tempat indah, seperti pantai, gunung, atau resor mewah.

Media sosial turut memperkuat fenomena ini. Unggahan foto dengan latar pemandangan alam yang menenangkan disertai keterangan “butuh healing” menjadi hal yang sangat umum. Namun, di balik popularitasnya, muncul pertanyaan mendasar, apakah healing benar-benar memberikan manfaat emosional dan kebahagiaan yang kita cari, atau justru hanya sekadar pelarian sementara dari kenyataan?

Liburan Sebagai Bentuk Pelarian

Stres dari pekerjaan, tekanan sosial, atau rasa lelah mental sering kali menjadi alasan utama orang memutuskan untuk healing. Dalam rutinitas yang padat dan tuntutan hidup yang terus meningkat, banyak orang merasa terjebak dalam lingkaran aktivitas yang tidak memberi ruang untuk beristirahat atau menikmati hidup. Healing kemudian menjadi semacam pelarian, menawarkan jeda sejenak dari realitas yang melelahkan.

Namun, sering kali tujuan utama ini berubah menjadi sekadar ritual mengikuti tren, terutama ketika liburan lebih berfokus pada dokumentasi di media sosial daripada menikmati momen itu sendiri. Alih-alih benar-benar melepaskan stres, banyak orang justru merasa tertekan untuk memastikan bahwa perjalanan mereka terlihat sempurna di mata orang lain.

Fenomena ini juga diperparah oleh budaya kerja yang mendorong produktivitas tanpa henti. Bagi sebagian orang, healing menjadi kebutuhan mendesak untuk menghindari kelelahan berlebihan atau burnout. Meski begitu, pertanyaan yang kerap muncul adalah apakah liburan tersebut benar-benar menyembuhkan atau hanya memberikan kebahagiaan yang sifatnya sementara?

Beberapa ahli menyarankan bahwa healing sejati tidak hanya tentang melarikan diri dari masalah, tetapi juga melibatkan refleksi mendalam, pengaturan prioritas hidup, dan cara-cara lain untuk mengelola stres secara berkelanjutan. Tanpa hal-hal tersebut, healing hanya akan menjadi solusi sesaat yang tidak menyentuh akar permasalahan.

Healing atau Sekadar Tren Media Sosial?

Di era media sosial, healing juga menjadi bagian dari gaya hidup yang sering dipamerkan secara publik. Istilah ini tidak lagi sekadar tentang mencari ketenangan atau penyembuhan diri, tetapi juga menjadi simbol status atau tren yang ingin diikuti banyak orang. Unggahan foto-foto di lokasi wisata yang indah dengan caption seperti “butuh healing” atau “healing time” menjadi pemandangan umum di berbagai platform, seperti Instagram dan TikTok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun