Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dilema Alumnus LPDP yang Tidak Wajib Pulang: Kesiapan Lapangan Kerja atau Pengabdian yang Tidak Optimal?

8 November 2024   09:15 Diperbarui: 8 November 2024   09:29 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi alumni lpdp (sumber gambar: um-surabaya.ac.id)


Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) telah menjadi salah satu program unggulan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan sumber daya manusia unggul. 

Dengan pendanaan yang besar, LPDP mendukung ribuan mahasiswa berprestasi untuk menempuh studi di dalam maupun luar negeri. Namun, salah satu kebijakan LPDP yang memicu diskusi hangat adalah tentang keharusan atau tidaknya para alumnus untuk kembali dan bekerja di Indonesia. 

Meski sebelumnya LPDP mewajibkan alumnus untuk pulang dan bekerja di tanah air, kini kebijakan tersebut mulai longgar bagi sebagian penerima. Ini menimbulkan berbagai dilema, terutama terkait kesiapan lapangan kerja di Indonesia dan bentuk pengabdian yang optimal bagi negara.

Alasan Kebijakan Tidak Wajib Pulang Bagi Beberapa Alumnus

Bagi beberapa bidang studi atau profesi tertentu, terutama yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat lanjut, Indonesia sering kali belum memiliki fasilitas atau infrastruktur yang memadai. Misalnya, dalam bidang riset bioteknologi, teknologi kecerdasan buatan, serta teknik kedirgantaraan, laboratorium, teknologi, dan dukungan riset yang tersedia di Indonesia masih terbatas dibandingkan dengan negara-negara maju. 

Hal ini membuat lulusan yang telah menempuh pendidikan tinggi di luar negeri, terutama mereka yang telah menguasai teknologi mutakhir atau metode riset canggih, kesulitan untuk mengaplikasikan ilmu mereka secara penuh begitu mereka kembali ke tanah air.

Selain fasilitas fisik, jaringan dan ekosistem kerja yang mendukung kemajuan riset dan teknologi tingkat lanjut juga masih dalam tahap pengembangan. Lulusan dengan keahlian khusus di bidang-bidang ini sering kali membutuhkan lingkungan yang terdiri dari komunitas riset, universitas, perusahaan teknologi, dan lembaga pemerintah yang siap berkolaborasi untuk inovasi. 

Di Indonesia, jaringan dan kolaborasi seperti ini belum berkembang secara optimal, sehingga tidak sedikit lulusan yang merasa lebih bermanfaat jika mereka sementara waktu bekerja di luar negeri, di mana ekosistem tersebut sudah terbentuk lebih kuat.

Lebih dari itu, keterbatasan sumber daya dalam pendanaan riset dan pengembangan (R&D) menjadi kendala lainnya. Negara-negara maju biasanya memiliki anggaran besar untuk proyek-proyek R&D, yang memungkinkan para peneliti untuk melakukan eksperimen, mengembangkan teknologi, dan membuat inovasi tanpa terhambat oleh keterbatasan dana. 

Di Indonesia, pendanaan untuk R&D masih jauh di bawah standar global, sehingga peluang bagi para lulusan untuk benar-benar berkontribusi dalam riset teknologi maju di dalam negeri menjadi terbatas.

Dilema Kesiapan Lapangan Kerja di Indonesia

Meskipun langkah ini terdengar positif, tantangan terbesar adalah kesiapan lapangan kerja di dalam negeri. Tidak semua sektor di Indonesia siap menampung alumnus LPDP yang sudah memiliki kualifikasi tinggi dan spesialisasi di bidang tertentu. 

Banyak perusahaan, terutama di sektor-sektor tradisional atau yang masih berkembang, belum memiliki kebutuhan yang sesuai dengan kompetensi lulusan berpendidikan tinggi dari luar negeri. Posisi yang tersedia sering kali kurang spesifik atau kurang menantang bagi lulusan yang telah menguasai teknologi atau metodologi canggih, sehingga potensi mereka tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

Ketidaksesuaian antara kualifikasi yang dimiliki dengan posisi yang tersedia dapat menimbulkan masalah "overqualification," di mana lulusan merasa posisinya tidak sebanding dengan kemampuan yang telah dicapai. 

Situasi ini tidak hanya menimbulkan frustrasi pribadi bagi lulusan, tetapi juga berpotensi menyebabkan ketidakpuasan yang pada akhirnya bisa berdampak pada pengurangan motivasi dan kualitas kinerja mereka. Kondisi ini juga berpotensi menyebabkan “brain drain” internal, di mana lulusan berprestasi cenderung memilih bekerja di sektor yang lebih sesuai di luar negeri.

Kendala lain adalah keterbatasan kompensasi atau insentif di banyak sektor kerja di Indonesia, yang sering kali masih jauh di bawah standar internasional. Hal ini menyebabkan lulusan yang memiliki kompetensi global lebih memilih untuk menetap dan berkarier di negara lain yang menawarkan kompensasi lebih memadai. 

Di negara-negara maju, lulusan berpendidikan tinggi tidak hanya mendapat kesempatan kerja sesuai kualifikasi mereka, tetapi juga insentif yang sesuai dengan keterampilan dan pengalaman yang mereka miliki, yang sulit ditandingi oleh sebagian besar sektor kerja di Indonesia.

Lebih jauh lagi, perbedaan dalam budaya kerja, pola manajerial, dan fleksibilitas dalam lingkungan kerja juga menjadi faktor penting. Lulusan LPDP yang telah terbiasa dengan standar kerja profesional di luar negeri sering kali menemui tantangan ketika kembali ke Indonesia, di mana pola kerja, gaya manajerial, atau struktur birokrasi tidak selalu kondusif bagi inovasi dan efisiensi. 

Hal ini dapat menghambat mereka untuk berinovasi atau menerapkan pengetahuan baru yang telah mereka pelajari di luar negeri, dan justru berpotensi menimbulkan kekecewaan yang membuat mereka mempertimbangkan untuk kembali bekerja di luar negeri.

Apakah Pengabdian Mereka Menjadi Tidak Optimal?

Di satu sisi, sebagian pihak merasa bahwa tidak pulangnya alumni LPDP dapat mengurangi kualitas pengabdian mereka terhadap bangsa. Mereka berpendapat bahwa kontribusi langsung dan keterlibatan aktif dalam pembangunan bangsa akan jauh lebih nyata dan berdampak apabila para lulusan kembali dan bekerja di Indonesia. 

Kehadiran para alumnus di dalam negeri diyakini dapat memberikan efek domino yang positif, transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada rekan kerja, pelatihan bagi tenaga kerja lokal, serta peningkatan kualitas dan produktivitas di berbagai sektor industri dan pemerintahan. Para lulusan yang memiliki kompetensi internasional ini juga dianggap dapat mempercepat inovasi dan perkembangan di dalam negeri, khususnya dalam hal memodernisasi pendekatan, teknologi, dan metode kerja.

Selain itu, keterlibatan langsung alumni dalam pengembangan Indonesia memungkinkan mereka untuk memahami lebih dalam kondisi dan tantangan nyata di lapangan. Mereka bisa merancang solusi yang lebih sesuai dengan kebutuhan lokal, alih-alih hanya menerapkan apa yang telah mereka pelajari di luar negeri tanpa menyesuaikan dengan konteks Indonesia. 

Keterlibatan ini juga memberi kesempatan bagi para alumnus untuk membangun jaringan di dalam negeri, membina kemitraan lokal, serta membimbing generasi muda Indonesia melalui pendidikan dan bimbingan, yang tidak mungkin mereka lakukan jika tetap berada di luar negeri.

Bagi sebagian pihak, kontribusi melalui kehadiran fisik dianggap jauh lebih bernilai karena alumni dapat menjadi panutan yang menginspirasi anak muda Indonesia, khususnya dalam menumbuhkan minat pada bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Dengan begitu, keberadaan para lulusan LPDP ini di tanah air bisa memperkuat ekosistem riset, kewirausahaan, dan pendidikan yang lebih kompetitif dan berbasis pengetahuan. 

Selain itu, jika mereka bekerja dalam instansi pemerintahan atau lembaga riset, mereka memiliki kesempatan untuk memengaruhi kebijakan dan strategi nasional di bidang mereka masing-masing, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas tata kelola dan pembangunan di Indonesia.

Namun, di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa kontribusi pada bangsa tidak selalu harus dilakukan dengan kembali ke Indonesia. Di era digital dan globalisasi, banyak lulusan LPDP yang bekerja di luar negeri tetap bisa berkontribusi secara signifikan dengan cara lain. 

Mereka dapat membuka jaringan kolaborasi antara lembaga atau institusi di luar negeri dengan institusi di Indonesia, mendukung transfer teknologi, mengakses dana atau program internasional yang bisa dialirkan untuk kemajuan riset dan pendidikan di Indonesia, atau memberikan dukungan secara online melalui mentoring dan berbagi ilmu. 

Bagi sebagian lulusan, justru berada di luar negeri memungkinkan mereka menjangkau lebih banyak sumber daya, jaringan, dan peluang yang pada akhirnya bisa membawa manfaat yang lebih besar bagi tanah air.

Dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi, mereka dapat tetap berkontribusi melalui beragam platform daring, forum internasional, serta kerjasama lintas negara. Sebagian alumni yang bekerja di luar negeri bahkan membentuk komunitas atau jaringan diaspora yang memiliki misi khusus untuk mendukung perkembangan Indonesia. 

Beberapa di antaranya terlibat dalam mengadakan webinar, pelatihan, atau penelitian kolaboratif dengan para ahli dan institusi di Indonesia. Dengan demikian, mereka dapat tetap menjadi bagian dari ekosistem pembangunan bangsa, meski tidak berada secara fisik di Indonesia.

Dampak Jangka Panjang terhadap Pembangunan Nasional

Pertanyaan yang muncul adalah, apakah kelonggaran kebijakan ini justru akan berdampak negatif terhadap pembangunan SDM dalam negeri? Jika terlalu banyak lulusan LPDP yang memutuskan untuk menetap di luar negeri, Indonesia mungkin kehilangan sebagian besar potensi tenaga ahli yang sangat dibutuhkan. 

Para lulusan ini adalah sumber daya manusia yang sudah melalui proses pendidikan dan pelatihan berkualitas tinggi, dibiayai oleh negara dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan dan inovasi di dalam negeri. Jika mereka tidak kembali, Indonesia berisiko mengalami “brain drain,” di mana talenta terbaiknya berkontribusi pada negara lain, sementara kebutuhan akan tenaga ahli di Indonesia semakin meningkat.

Kehilangan potensi tenaga ahli ini terutama akan berdampak pada sektor-sektor strategis yang sangat membutuhkan dukungan profesional berkualifikasi tinggi, seperti teknologi, kesehatan, energi, pendidikan, dan riset. 

Para lulusan yang tetap bekerja di luar negeri mungkin sulit untuk memberikan kontribusi nyata di sektor-sektor ini dalam jangka pendek, terutama di lapangan, di mana keberadaan fisik dan keterlibatan langsung sangat diperlukan untuk memahami masalah lokal dan mencari solusi konkret. Jika ketidakhadiran mereka terus berlangsung, maka sektor-sektor ini bisa kehilangan dorongan inovatif yang dibutuhkan untuk berkembang dan bersaing di era global.

Selain itu, hal ini juga berdampak pada regenerasi SDM di dalam negeri. Lulusan LPDP yang menetap di Indonesia dapat menjadi mentor, dosen, dan pelatih yang akan membimbing generasi muda di berbagai bidang. Kehadiran mereka penting dalam mengisi kesenjangan keahlian dan pengalaman di lingkungan kerja, baik di institusi pemerintah, swasta, maupun akademik. 

Ketidakhadiran mereka di tanah air membuat para pelajar dan profesional muda kesulitan mendapatkan bimbingan yang sesuai standar internasional, yang pada akhirnya menghambat proses pengembangan kapasitas SDM di Indonesia.

Lebih jauh lagi, semakin banyaknya alumni yang memilih bekerja di luar negeri dapat memberikan sinyal negatif terhadap pemerintah dan masyarakat, seolah-olah di Indonesia tidak ada kesempatan atau dukungan yang cukup bagi para profesional berkompetensi tinggi. 

Hal ini bisa merusak persepsi generasi muda terhadap prospek kerja dan pengembangan karier di dalam negeri, sehingga menciptakan tren di mana semakin banyak lulusan Indonesia bercita-cita untuk bekerja di luar negeri alih-alih membangun karier di dalam negeri. Jika hal ini terjadi, Indonesia akan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan dan meningkatkan daya saing SDM di tingkat internasional.

Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga bisa memberikan peluang baru untuk membangun jaringan global. Alumni LPDP yang bekerja di luar negeri dapat menjadi penghubung antara Indonesia dan komunitas internasional, terutama di sektor-sektor strategis. Mereka dapat berperan sebagai jembatan dalam membangun kemitraan internasional, memfasilitasi transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, serta membuka akses bagi Indonesia untuk terlibat dalam proyek-proyek inovasi global. 

Di era yang semakin terhubung ini, peran diaspora Indonesia di luar negeri memiliki nilai strategis yang besar, terutama dalam memperluas jejaring dan memperkenalkan potensi Indonesia ke panggung internasional.

Dalam kesimpulannya, kebijakan LPDP yang membolehkan beberapa alumnus untuk tidak wajib pulang memang mengandung pro dan kontra. Di satu sisi, kebijakan ini memberikan fleksibilitas untuk alumni agar dapat lebih berkembang dan menyerap pengalaman di negara maju, yang bisa berdampak positif bagi bangsa jika mereka mau berkontribusi, meskipun dari luar negeri. Namun di sisi lain, kesiapan lapangan kerja di dalam negeri juga menjadi faktor penting agar mereka bisa secara optimal membangun bangsa.

Solusi ideal mungkin adalah pemerintah dan pihak terkait perlu memastikan lapangan pekerjaan serta dukungan bagi para alumnus yang ingin kembali ke Indonesia. Dengan cara ini, para lulusan LPDP bisa memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengimplementasikan ilmu dan keterampilan mereka secara langsung, tanpa perlu menghadapi dilema antara pengabdian pada bangsa atau keberlanjutan karier mereka di luar negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun