Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Mengapa Keterwakilan Perempuan dalam Pilkada 2024 Masih Minim?

4 September 2024   18:15 Diperbarui: 4 September 2024   18:23 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pilkada merupakan ajang penting dalam demokrasi di Indonesia, di mana masyarakat memiliki hak untuk memilih kepala daerah secara langsung. 

Akan tetapi, fakta yang patut disesalkan adalah minimnya keterwakilan perempuan dalam pilkada. Padahal, partisipasi perempuan di dalam politik seharusnya dijamin sebagai bagian dari kesetaraan gender dan hak asasi manusia.

Lalu, mengapa keterwakilan perempuan dalam pilkada masih minim di era modern seperti sekarang ini? Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, di antaranya:

1. Budaya patriarki 

Budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat Indonesia dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk dalam dunia politik. Keterwakilan perempuan yang masih minim dalam pilkada merupakan salah satu indikator rendahnya partisipasi perempuan di bidang politik.

Patriarki sendiri merupakan sebuah sistem sosial yang mengutamakan kekuasaan laki-laki dan menganggap kedudukan perempuan sebagai anak tangga atau bahkan sebagai objek dalam masyarakat. Selain itu, patriarki juga mempertahankan norma-norma tradisional yang mengatur tugas dan peran gender, membuat perempuan kurang berani terjun dalam politik, atau bahkan dianggap tidak mampu untuk berpolitik, sehingga minimnya keterwakilan perempuan dalam Pilkada.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan banyak negara lainnya juga mengalami hal yang sama. Meskipun begitu, dampak yang ditimbulkan akibat minimnya keterwakilan perempuan dalam dunia politik sangat besar. Salah satunya adalah kebijakan publik yang lebih banyak mengabaikan kepentingan perempuan dan anak daripada kepentingan kelompok-kelompok lain yang lebih dominan, seperti kelompok elit atau korporasi.

Selain itu, kehadiran perempuan di dalam politik juga mampu meningkatkan kualitas kebijakan publik yang berbasis kesetaraan gender dan memperjuangkan hak-hak perempuan yang selama ini kurang terpenuhi. Sehingga, penting untuk melibatkan perempuan dalam kontestasi pilkada 2024 sebagai langkah awal untuk mewujudkan tatanan politik yang lebih adil dan merata bagi semua kalangan di masyarakat.

2. Stereotip gender 

Stereotip gender merupakan asumsi atau pandangan umum yang menempatkan jenis kelamin tertentu dalam peran dan sifat tertentu. Stereotip gender yang diterapkan pada perempuan membuat gender menjadi faktor yang dibangun dalam proses sosialisasi masyarakat. Stereotip ini berdampak pada citra perempuan sebagai makhluk yang tidak mampu berkompetisi atau memimpin di dalam politik.

Stereotip ini menyebabkan partisipasi perempuan dalam politik masih sangat minim dan kurang diminatinya menjadi kandidat dalam kontestasi pilkada. Stereotip gender juga mempengaruhi pandangan masyarakat tentang keterampilan dan kemampuan perempuan, yang membuat masyarakat cenderung menganggap bahwa laki-laki lebih mumpuni dalam hal kepemimpinan dan perencanaan strategis.

Keterwakilan perempuan yang masih minim dalam Pilkada merupakan salah satu dampak dari stereotip gender yang berlaku di masyarakat. Karenanya, dengan adanya stereotip gender yang berlaku maka perempuan akan kesulitan dalam bersikap serta melakukan tindakan yang sesuai dengan kultur yang berlaku.

Oleh karena itu, perlu dilakukan gerakan sosialisasi dan edukasi agar masyarakat lebih menghargai dan mengakui keterampilan dan kemampuan perempuan dalam berkompetisi di politik. Upaya ini akan membantu perempuan untuk mendapatkan tempat dan hak-hak yang sama dalam dunia politik.

3. Tantangan struktural 

Tantangan struktural yang dihadapi perempuan dalam politik lokal juga berdampak pada minimnya keterwakilan perempuan dalam Pilkada. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain adalah:

  • Dukungan Dana: Dalam politik, dukungan dana sangatlah penting untuk memenangkan kontestasi. Masih banyak perempuan yang kesulitan mendapatkan dukungan dana untuk kampanye mereka. Padahal, dengan minimnya dukungan dana, perempuan sulit bersaing dengan kandidat lain yang lebih banyak didukung secara finansial.
  • Infrastruktur yang Tidak Memadai: Infrastruktur politik juga menjadi faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan di dalam politik lokal. Pada umumnya, infrastruktur seperti sarana transportasi, koneksi internet yang buruk, serta keamanan masih kurang memadai dan hal ini membuat perempuan kesulitan untuk mengakses informasi, mengirimkan dokumen, atau bepergian ke tempat kampanye.
  • Kesulitan Akses Informasi: Partisipasi politik perempuan juga kerap terhalang oleh kesulitan akses informasi terkait lingkungan politik dan publik. Informasi-informasi yang diperlukan untuk kampanye seperti data statistik, informasi anggaran, atau potensi pemilih sulit diakses secara bebas. Keterbatasan akses informasi ini membuat perempuan sulit memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam kontestasi pilkada.
  • Representasi Rusak: Tantangan lain yang dihadapi perempuan dalam politik adalah representasi rusak. Representasi rusak ini terjadi ketika kaum pria yang menduduki kursi kekuasaan memanfaatkan posisi tersebut untuk membentuk bentuk-bentuk kebijakan yang merugikan perempuan.

Oleh karena itu, untuk mengatasi tantangan struktural dalam politik lokal, perlu dilakukan berbagai upaya seperti memberikan pelatihan terkait strategi kampanye yang efektif, memberikan akses dana yang setara, memperkuat infrastruktur politik lokal, serta meningkatkan akses perempuan terhadap informasi yang dibutuhkan.

Selain itu, adanya kebijakan publik yang pro terhadap perempuan juga sangat penting untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik lokal. Dengan adanya kebijakan yang lebih ramah perempuan, maka diharapkan perempuan akan lebih tertarik untuk berpartisipasi dalam dunia politik serta kesempatan mereka untuk maju sebagai kandidat akan lebih terbuka lebar.

4. Keterbatasan Kualitas Pendidikan dan Pelatihan 

Keterbatasan kualitas pendidikan dan pelatihan juga menjadi faktor yang membatasi partisipasi perempuan dalam politik lokal termasuk kontestasi Pilkada. Banyak perempuan yang memiliki potensi dan kemampuan untuk menjadi pemimpin atau kandidat di kontestasi Pilkada, namun terhalang karena keterbatasan ini.

Keterbatasan pendidikan dan pelatihan ini terlihat pada kemampuan perempuan dalam berdebat dan presentasi publik, kemampuan memahami isu yang kompleks, dan kemampuan untuk membuat kebijakan publik yang berkualitas. Sehingga, hal ini menjadi alasan yang membuat sebagian perempuan kurang percaya diri untuk terjun dalam dunia politik.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan khusus untuk perempuan yang ingin terjun ke dalam dunia politik, terutama untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas mereka dalam memimpin dan membuat kebijakan yang berkualitas. Pelatihan ini dapat dilakukan oleh perempuan yang sudah sukses di dunia politik, atau lembaga-lembaga pelatihan dan pendidikan yang sudah berpengalaman dalam memberikan pelatihan dan pendidikan bagi perempuan.

Perempuan yang ingin berperan aktif dalam dunia politik, terutama dalam kontestasi Pilkada, juga perlu mempersiapkan diri dengan memahami berbagai isu yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin di daerah tersebut. Isu-isu yang perlu dipahami seperti isu sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan hidup.

Dalam konteks pilkada, adanya keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan daerah akan dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat serta meningkatkan partisipasi politik perempuan termasuk meningkatkan penyampaian aspirasi serta kebutuhan publik dari sudut pandang yang berbeda. Sehingga, untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pilkada, sejumlah upaya perlu dilakukan seperti meningkatkan ketersediaan pendidikan dan pelatihan khusus bagi perempuan, penghapusan stereotip gender, dan sosialisasi pentingnya partisipasi perempuan di dalam dunia politik.

Keterwakilan perempuan dalam pilkada sangatlah penting untuk mewujudkan keadilan gender di dalam dunia politik dan memastikan program-program pembangunan yang berbasis pada kesejahteraan dan kesetaraan gender dapat terakomodasi dengan baik. Oleh karena itu, semua pihak perlu bersama-sama memperjuangkan hak perempuan untuk merajut kehidupan yang lebih baik bagi Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun