Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tuli Nada atau Kurang Sensitif? Kenali Makna dan Penggunaan Istilah Tone Deaf

29 Agustus 2024   08:52 Diperbarui: 29 Agustus 2024   08:56 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang sedang berbicara dengan orang tone deaf (sumber gambar: freepik)

"Istilah Tone Deaf dapat diterjemahkan sebagai "tuli nada" atau ketidakmampuan seseorang untuk mengenali nada musik dengan tepat."

Namun, selama bertahun-tahun, istilah ini telah menjadi semakin lazim digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak sensitif terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain, atau yang tidak mampu memahami atau merespons opini masyarakat dengan baik.

Sebenarnya, ada dua pengertian utama tentang istilah Tone Deaf, yaitu pengertian harfiah dan kiasan. Pengertian harfiah merujuk pada ketidakmampuan seseorang untuk membedakan nada musik atau menyanyikan lagu dengan akurat, yang disebut amusia atau ketunaan musik. Kondisi ini tergolong jarang terjadi dan bersifat medis.

Sementara itu, pengertian kiasan lebih mengacu pada seseorang yang tidak sensitif terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain, atau yang tidak mampu memahami atau merespons opini masyarakat dengan baik dalam situasi yang sensitif. Istilah ini dapat digunakan dalam konteks politik untuk menjelaskan kurangnya persepsi seorang politisi terhadap sentimen atau opini masyarakat, yang mengakibatkan sulit bagi mereka untuk merespons dengan tepat.

Tone Deaf juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan individu atau kelompok yang tidak dapat membedakan perbedaan sosial, budaya, atau konteks emosional, sehingga mengakibatkan perilaku yang dianggap tidak sensitif atau tidak sesuai dengan situasi. Hal ini dapat terjadi pada kelompok tertentu yang merasa disalahkan atau terdiskriminasi dalam lingkungan sosial tertentu. Misalnya, kurangnya pemahaman seseorang yang dekat dengan lingkungan yang penuh dengan kekerasan terhadap lingkungan sosial yang aman.

Politisi yang tidak peka terhadap kritik atau tanggapan publik yang marah sering disebut Tone Deaf. Kekurangan persepsi seperti itu dapat merusak citra dan reputasi seorang politisi di mata masyarakat, karena hal itu akan menunjukkan kurangnya keterkaitan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Selain politisi, istilah Tone Deaf juga sering digunakan untuk mendeskripsikan selebriti, pejabat, guru, atau individu lain yang mempunyai pengaruh dalam masyarakat. Kekurangan kesensitifan seseorang terhadap perasaan dan opini masyarakat dapat menunjukkan kurangnya pemahaman dan pengalaman mereka dalam berinteraksi dengan orang lain, dan itu dapat memengaruhi hubungan antarindividu.

Misalnya, seorang guru yang tidak peka terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapi siswanya dapat menjadi kurang populer atau dianggap tidak berkompeten dalam bidangnya oleh orang-orang di sekitarnya. Begitu juga seorang selebriti yang tidak dapat menanggapi tanggapan masyarakat terhadap karya seninya dengan baik, yang akhirnya dapat memunculkan dampak buruk bagi popularitas dan karirnya di bidang seni tersebut.

Dalam suatu situasi, individu yang Tone Deaf cenderung terkesan tidak peduli atau acuh tak acuh terhadap orang lain dan lingkungan sekitar mereka. Mereka mungkin tidak memperhatikan atau menunjukkan simpati terhadap masalah sosial di sekitar mereka, dan dapat dianggap sebagai orang yang tidak peduli terhadap situasi di lingkungan mereka. Itulah sebabnya mengapa penting untuk mengenali makna dan penggunaan istilah Tone Deaf, sehingga mereka dapat membangun kesadaran diri dan meningkatkan keterampilan empati dan sosial yang lebih besar secara keseluruhan.

Tidak hanya itu, istilah Tone Deaf juga dapat menggambarkan individu atau kelompok yang tidak dapat membedakan perbedaan sosial, budaya, atau konteks emosional. Seorang individu yang Tone Deaf dalam situasi seperti itu mungkin dapat merendahkan satu kelompok tertentu, meremehkan pengalaman mereka, atau bahkan melakukan tindakan yang dianggap tidak pantas terhadap kelompok tersebut. Hal ini dapat membawa ketidaknyamanan atau rasa tidak aman bagi orang-orang dalam kelompok tersebut, dan juga dapat memicu keluhan atau kritik yang serius dari masyarakat yang sensitif terhadap masalah seperti itu.

Misalnya, seorang individu dapat digambarkan Tone Deaf ketika ia mengasumsikan bahwa budaya satu kelompok sama dengan kelompok lainnya, yang pada akhirnya bisa merendahkan budaya tersebut. Dalam politik, seorang politisi yang tidak dapat membedakan perbedaan sosial antara kelompok tertentu dapat membuat pernyataan atau kebijakan yang salah dalam posisinya, dan itu dapat memberi dampak yang buruk bagi masyarakat yang direpresentasikan.

Kebutuhan untuk merespons dengan sensitif terhadap situasi sosial dan emosional seharusnya menjadi prinsip bagi setiap orang. Kita harus mempertimbangkan perbedaan individual di sekitar kita dan menyadari bahwa setiap individu dapat memiliki pengalaman yang berbeda. Penting untuk meningkatkan kesadaran kita terhadap masalah-masalah sosial dan emosional, serta menunjukkan rasa empati dan simpati terhadap perasaan seperti rasa sakit atau kekecewaan yang dirasakan orang lain.

Penggunaan istilah Tone Deaf juga dapat berkaitan dengan aspirasi pemimpin atau figur publik tertentu. Seorang pemimpin yang Tone Deaf dapat menunjukkan kurangnya pemahaman atau kepekaannya terhadap aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Pemimpin seperti itu dapat merusak citra mereka sendiri dan kepercayaan publik, serta tidak terhubung dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Sebagai contoh, berbagai kritik muncul mengenai respons pemerintah terhadap wabah pandemi COVID-19 di Indonesia. Banyak masyarakat merasa bahwa pemerintah mengambil tindakan yang lambat dan kurang responsif pada situasi krisis yang terjadi, dan menyebabkan dampak Covid-19 yang lebih luas bagi masyarakat. Kritik tersebut menunjukkan bahwa pihak pemerintah sering tidak peka terhadap sentimen masyarakat atau opini publik dalam situasi sosial mendesak.

Selain itu, ketidakpekaan terhadap aspirasi masyarakat juga dapat memengaruhi keberhasilan suatu proyek atau program pemerintahan. Ketika pemimpin atau figur publik tidak memahami dengan baik aspirasi masyarakat yang diwakilinya, proyek atau program pemerintahannya mungkin tidak sesuai dengan harapan masyarakat, bahkan bisa membuat situasi yang memburuk.

Misalnya, dalam situasi pembangunan infrastruktur, pemimpin atau figur publik yang tidak memahami permasalahan lingkungan dan aspirasi masyarakat, kemungkinan besar tidak dapat membuat kebijakan yang konstruktif, toleran, dan inklusif. Hasilnya, proyek tersebut berpotensi menimbulkan konflik atau perdebatan di antara masyarakat dan pemerintah, yang pada akhirnya merugikan kedua belah pihak.

Oleh karena itu, penting bagi individu yang berada di posisi kepemimpinan dan publik untuk terus meningkatkan kepekaan dan kemampuan untuk merespons dengan efektif terhadap opini dan aspirasi masyarakat yang mereka layani. Dengan begitu, mereka akan mampu membentuk hubungan yang lebih baik dengan masyarakat, dan membangun kemampuan untuk menyelesaikan masalah sosial dan ekonomi serta kebutuhan masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Maka, Penting bagi kita untuk memahami makna dan penggunaan istilah Tone Deaf dalam konteks yang berbeda. Sebagai masyarakat yang selalu bergaul dengan banyak orang sebaiknya kita peka terhadap perilaku yang tidak sensitif terhadap konteks sosial dan emosional. Kita juga harus mempertimbangkan apakah istilah tersebut menggambarkan sesuatu yang berada di luar kemampuan mereka atau mereka yang menolak untuk beradaptasi terhadap situasi baru yang terjadi. Sehingga kita dapat membangun kesadaran terhadap lingkungan sosial yang sensitif dan menjalankan kehidupan sosial yang ramah terhadap masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun