Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia Rakus: Mengapa Kebutuhan Berubah Menjadi Keinginan yang Tidak Terkendali?

22 Agustus 2024   11:37 Diperbarui: 22 Agustus 2024   11:38 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sifat rakus pada manusia sering dikaitkan dengan kondisi dimana kebutuhan transformasi ke keinginan yang memancing perbuatan yang tidak terkendali. Sifat rakus yang menguasai membutakan naluri manusia untuk memenuhi kebutuhan primer dalam kehidupannya dan berubah menjadi budaya konsumtif yang berlebihan. 

Faktor ekonomi, psikologis dan sosial juga merupakan pemicu lain dari sifat rakus pada manusia dan menimbulkan dampak negatif bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Pernahkah Anda merasakan bahwa ada keinginan yang tidak terkendali untuk memiliki sesuatu? Seolah-olah, keinginan itu menjadi prioritas utama? Sifat rakus atau punya obsesi yang kuat pada sesuatu yang kita inginkan, dapat membuat keinginan kita tidak terkendali, sehingga manusia merasa tidak puas sampai punya hal itu, bahkan menimbulkan resiko yang membahayakan.

Selain kebutuhan dasar seperti makan dan beristirahat, manusia juga memiliki beberapa kebutuhan psikologis dan sosiologis seperti kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, keamanan, pengakuan, dan penghargaan. Dalam situasi normal, kebutuhan ini akan terpenuhi oleh lingkungan sekitar, namun adakalanya lingkungan tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut sehingga manusia merasa tidak puas.

Sifat rakus pada manusia tidak selalu berasal dari ketidakpuasan terhadap kebutuhan dasar atau psikologis dan sosiologis, karena kita juga dapat memiliki keinginan dan ambisi yang sehat untuk mencapai tujuan tertentu. Namun, ketika ambisi kita berubah menjadi obsesi dan perbuatan tidak terkendali, keinginan itu bisa berubah menjadi sifat rakus.

Faktor ekonomi turut mempengaruhi sifat rakus pada manusia. Kecenderungan untuk mengikuti tren dan status sosial sering kali memaksa manusia untuk membeli barang yang mahal dan tidak perlu. Ini sering kali menyebabkan manusia menumpuk hutang dan atau menjadi terjebak dalam lingkaran utang-piutang yang sulit dipulihkan.

Faktor psikologis juga memainkan peran penting dalam sifat rakus pada manusia. Rasa ketidakpuasan, kecemasan, dan depresi dapat memicu perbuatan yang tidak terkendali dan membuat seseorang merasakan kepuasan sesaat dengan membeli barang-barang yang tidak perlu.

Ketidakmampuan untuk mengendalikan sifat rakus pada manusia dapat menimbulkan banyak masalah. Tidak hanya mempengaruhi keseimbangan keuangan dan stabilitas keuangan seseorang, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Jika tidak diatasi, sifat rakus pada manusia dapat menyebabkan ketidakbahagiaan, depresi, dan bahkan menyebabkan keretakan dalam hubungan interpersonal.

Media yang berlebihan, arus informasi yang sangat cepat, dan pesatnya kemajuan teknologi adalah faktor utama yang membuat sifat rakus semakin berkembang dan mempengaruhi budaya manusia. Medsos dan layanan portal yang menampilkan beragam produk terbaru menambah daya tarik terhadap sesuatu yang dianggap sebagai keinginan obyektif.

Banyaknya iklan dan promosi dagang yang ditampilkan di media sosial dan situs web yang dikunjungi manusia, membuat pikiran manusia menjadi mudah terpengaruh dan jadi nafsu beli. Hal ini membuat kebutuhan sebenarnya tergantikan dengan keinginan karena influencer dan eksposur media kepada keinginan yang tidak terkendali.

Kemajuan teknologi pun dapat memicu sifat rakus. Ketergantungan manusia terhadap teknologi membuat orang menjadi gundah dan gagap ketika tidak membawa gadget. Hal itu terjadi karena gadget menjadi sarana untuk berkirim pesan, membaca berita, bermain game, melihat video atau foto, dan membeli barang. Semua bisa dilakukan dengan bantuan teknologi. Akibatnya, manusia sering kali membeli barang hingga jumlah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan terjebak dalam sikap konsumtif yang berujung pada sifat rakus.

Arus informasi yang sangat cepat di era digital juga dapat mempercepat sifat rakus pada manusia. Dengan adanya akses mudah ke informasi yang baru dan tren terbaru, manusia sering kali menjadi terlena dan lupa pada kebutuhan dasarnya. Orang menjadi salah fokus dalam mencari fashion, gadget terbaru dan barang lainnya yang tidak betul-betul dibutuhkan dan mengabaikan kebutuhan yang lebih pokok seperti kesehatan, keamanan, dan pendidikan.

Masalah lain yang dapat timbul dengan sifat rakus pada manusia adalah munculnya peningkatan tingkat konsumsi dan pemborosan yang berkontribusi pada masalah keuangan, kesetimbangan ekonomi global, dan lingkungan.

Dengan meningkatnya sifat rakus, manusia sering kali membeli barang-barang yang tidak perlu atau berganti barang yang sama-namun baru karena adanya sebuah promo atau diskon. Hal ini mengakibatkan persediaan barang-barang yang tidak terjual, memberikan efek yang tidak menguntungkan bagi individu maupun pasar produk.

Pemborosan yang diciptakan oleh sifat rakus pada manusia seringkali menyebabkan penumpukan sampah yang tak terhitung jumlahnya. Barang yang dibeli hanya digunakan sebentar, kemudian terbuang begitu saja karena faktor fashion atau kebutuhan yang tidak betul-betul diperlukan. Siklus ini memicu masalah lingkungan karena meningkatnya produksi sampah dan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar.

Konsumsi yang berlebihan sering membuat manusia terjebak dalam hutang dan kesulitan keuangan lainnya. Terkadang, sifat rakus dapat membebani seseorang dengan hutang yang begitu besar sehingga sulit untuk melunasi dan membuatnya semakin terjebak dalam lingkaran hutang.

Melalui kesadaran dan pengaturan pengeluaran, manusia dapat menghindari konsumsi yang berlebihan dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan. Menjaga kontrol akan pengeluaran dan kebebasan memahami bahwa uang bukanlah indikator kesuksesan adalah langkah awal dalam mengurangi sifat rakus yang membahayakan diri sendiri dan orang di sekitarnya.

Banyak orang yang menjadi terjebak dalam budaya konsumtif yang merugikan ini akhirnya menjadi terlilit hutang yang semakin berat, sangat sulit untuk dilunasi, dan dapat mempengaruhi kualitas hidup yang signifikan. Hal ini terutama diakibatkan oleh sifat rakus yang sulit ditahan dan kecenderungan manusia untuk membeli barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan atau bahkan barang yang tidak perlu sama sekali.

Dalam menghadapi tekanan dari tuntutan sosial untuk terus membeli dengan sifat rakus yang tidak terkendali, banyak manusia menjadi tidak sadar akan keuangan mereka dan kadang-kadang bahkan terpaksa memilih pinjaman untuk memenuhi pembelian mereka. 

Kendati demikian, bukan berarti pinjaman adalah pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan konsumtif seseorang. Meminjam uang sering hanya mengakibatkan seseorang terjebak hutang yang semakin besar, bunga serta denda yang harus dibayarkan. Situasi seperti ini terkadang menuntut adanya restrukturisasi hutang dan pemusatan pinjaman consumer agar tidak merugi.

Meski begitu, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu menghindari terjebak dalam pola konsumtif yang merugikan. Salah satunya adalah dengan membuat anggaran belanja untuk menentukan jumlah yang seharusnya dihabiskan untuk berbelanja dan berusaha untuk tetap dalam anggaran tersebut, serta melakukan pembelian hanya terhadap barang yang memang diperlukan dengan efisiensi dari segi waktu dan uang.

Selain itu, perlu juga membangun kesadaran akan tujuan keuangan jangka panjang dan merencanakan pengeluaran besar seperti belanja liburan atau pembelian property secara lebih plan, serta meningkatkan pemahaman tentang keuangan, manajemen keuangan, dan melakukan investasi keuangan agar uang dapat menghasilkan lebih banyak uang terutama dalam bidang yang diminati dan ditempuh atas dasar keilmuan yang sesuai.

Dalam era modern saat ini, sifat rakus pada manusia telah meningkat secara signifikan, terutama karena pengaruh media dan teknologi yang memudahkan akses konsumen terhadap produk dan jasa yang ditawarkan. Adanya tekanan sosial di sekitar kita dan pola pikir yang tidak sehat tentang kebebasan ekonomi dan konsumsi yang berlebihan sering kali memicu manusia terjebak dalam budaya konsumtif yang merugikan.

Sifat rakus pada manusia dapat berdampak buruk pada keuangan, lingkungan, dan kesehatan mental. Namun, dengan memahami sifat rakus dan mengambil langkah untuk mengatasi hal itu, manusia dapat menghindari dampak negatifnya dan memperbaiki keseimbangan dalam hidup.

Maka dari itu, penting bagi manusia untuk memahami sifat rakus dan menemukan kebijakan yang membantu membenahi diri serta mengangkat kembali kebudayaan berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Manusia perlu memperkuat kesadaran tentang kebutuhan mereka, dan bagaimana memenuhinya, mengembangkan penghargaan estetika yang sehat atas barang yang telah dimiliki, dan mencari alternatif kegiatan yang dapat memupuk rasa kebahagiaan dan pencapaian yang sehat atas apa yang telah dicapai.

Dalam kesimpulannya, manusia perlu memahami bahwa sifat rakus dapat mengarah pada dampak negatif, dan cara terbaik untuk menghindari sifat rakus adalah melalui kesadaran, pengendalian diri, pengelolaan keuangan yang baik, dan memprioritaskan kebutuhan dasar dan harmoni kehidupan. Saat manusia dapat menjaga keseimbangan dalam kebutuhan dan keinginan, mereka dapat menghindari sifat rakus dan memperbaiki hidup mereka dengan cara yang sehat dan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun