Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makmeugang: Sejarah Awal Mula Tradisi Bagi-bagi Daging di Aceh

15 Juni 2024   10:28 Diperbarui: 15 Juni 2024   11:08 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makmeugang di aceh ( sumber: usmaniy.blogspot.com)

Kisah ini menunjukkan betapa kuatnya kebudayaan dan tradisi Meugang di Aceh, bahkan ketika sedang dilanda perang sekalipun. Tradisi Meugang merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Aceh yang tidak bisa dipisahkan dari budaya dan kepercayaan mereka.

Namun, tradisi Meugang juga menghadapi beberapa tantangan di era modern ini. Salah satu tantangan tersebut adalah masalah kesehatan. Daging mentah yang diolah pada saat Meugang dapat mengandung berbagai penyakit yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat Aceh kini berupaya untuk menjaga dan memodernisasi tradisi Meugang, dengan menjaga kualitas dan kebersihan daging serta memastikan bahwa upacara tersebut tetap aman dan menyenangkan bagi semua pihak yang terlibat.

Dalam era modern ini, tradisi Meugang masih dilakukan oleh masyarakat Aceh sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan budaya mereka. Meskipun telah mengalami perubahan, nilai-nilai religius dan sosial yang terkandung dalam tradisi Meugang tetap terjaga dan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Aceh.

Memiliki Nilai Religius

Kegiatan Meugang ini tak hanya membawa kegembiraan bagi rakyat Aceh, namun nilai religius juga terkait dengan praktik saling berbagi yang dilakukan oleh masyarakat Aceh pada saat Meugang. Praktik ini dianggap sebagai bentuk bersedekah atau sedekah, yang sangat ditekankan dalam agama Islam.

Selain nilai religius, tradisi Meugang juga memiliki nilai sosial yang tinggi. Tradisi ini menjadi momen di mana masyarakat Aceh saling berbagi dan membantu satu sama lain, terutama bagi mereka yang kurang mampu. 

Hal ini tidak hanya memupuk nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong, tetapi juga mempererat hubungan sosial antar-individu dan antar-keluarga di masyarakat Aceh.

Dalam tradisi Meugang, tidak hanya daging yang saling dibagi-bagikan, tetapi juga bahan makanan dan kebutuhan hidup lainnya. Pada zaman dahulu, selain daging, Sultan Iskandar Muda juga membagikan sembako dan kain kepada masyarakat yang kurang mampu. 

Hal ini menunjukkan bahwa tradisi Meugang tidak sekadar sebuah kegiatan memasak dan membagikan daging, tetapi juga sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap sesama.

Meskipun zaman terus berubah dan nilai-nilai modernisme semakin berkembang, tradisi Meugang tetap menjadi bagian penting dari budaya dan sejarah Aceh. Masyarakat Aceh terus mempertahankan dan mengembangkan tradisi ini, agar nilai-nilai yang terkandung dalam Meugang tetap terjaga dan menjadi warisan budaya yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Sehingga Meugang tetap menjadi momentum kebersamaan, kepedulian, dan menghargai atas nikmat yang diberikan oleh-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun