Bahkan di Indonesia kini terdapat empat perusahaan startup yang telah menjadi unicorn diantaranya Bukalapak, Gojek, Traveloka, dan Tokopedia. Sehingga memungkinkan Indonesia untuk terus memimpin e-commerce di kawasan Asia Tenggara.
Dengan dibatalkannya PMK No. 210/PMK.010/2018 beberapa waktu lalu yang mengatur terkait mekanisme perpajakan transaksi perdagangan melalui marketplace menimbulkan konsekuensi hukum cukup serius dan menciptakan ketidakpastian dalam bisnis e-commerce di Indonesia.
Pasalnya PMK yang dijadwalkan berlaku efektif mulai 1 April 2019 tersebut hingga kini belum ada aturan yang mengatur tentang PMK No. 210/PMK.010/2018 dan mekanisme pelaksanaanya secara jelas. Tak heran jika sejumlah pelaku usaha marketplace mengganggap ini sebagai kegagalan pemerintah dalam membuat kebijakan.
Selain itu, jika aturan ini diterapkan maka para pelaku marketplace akan dibebani dengan tugas tambahan untuk memastikan setiap pengguna platform memiliki NPWP sehingga butuh waktu untuk mengedukasi para pengguna platform.
Sementara, ketidaksiapan sistem yang terintegrasi terkait pelaporan rekapitulasi transaksi yang dilakukan pengguna platform terhadap DJP sebagaimana disebut dalam PMK 210/PMK.010/2018 cukup menyulitkan bagi para pelaku e-commerce dalam melaporkan kewajiban perpajakannya.
Terakhir, diterbitkannya PMK 210/PMK.010/2018 banyak pihak yang mengganggap adanya pemajakan objek pajak baru cukup membuat situasi riuh ditengah panasnya kontestasi politik di Indonesia. Dari permasalahan diatas, sudah seharusnya pemerintah mengkaji ulang aturan perpajakan e-commerce di Indonesia dan menerapkan dengan penuh kehati-hatian agar tidak menganggu iklim e-commerce dalam negeri.
Demi Keadilan Perpajakan Indonesia
Upaya pemerintah untuk mengenakan pajak terhadap hasil perdagangan online sebenarnya sudah memenuhi prinsip perpajakan yang berlaku yakni keadilan (equity). Kenapa? Transaksi yang dihasilkan dari perdagangan online sama halnya dengan transaksi perdagangan konvensional. Dalam konteks perpajakan, tidak ada perbedaan yang berarti.
Artinya, pemerintah tidak ingin e-commerce berkembang pesat tanpa memberikan kontribusi penerimaan negara dengan nilai transaksi cukup menggiurkan. Hanya saja, pemerintah harus menyadari bahwa dalam membuat kebijakan perpajakan tidak hanya mengedepankan prinsip perpajakan berupa keadilan tetapi juga kepastian (certainty). Kejelasan objek, tata cara pemungutan, keseuaian aturan dan tentunya didukung dengan sarana yang memadai agar Wajib Pajak mudah dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Sumbang Saran