Pemilik modal harus menjanjikan/mensyaratkan kepada pengelola pada sebagian dari keuntungan
Dalam pembagian keuntungan ini seperti setengah dari keuntungan ataupun sepertiganya akan tetapi keluar dari itu kalau pembagian keuntungan ini dikategorikan dengan sebuah ketentuan ataupun nominal yang ditentukan seperti karena persahabatan maka tidak sah. Dan juga jika seorang pemilik modal mengatakan "saya membagi hasil terhadap modal ini dengan syarat bahwa anda ikut serta dalam permodalan atau ada bagian anda di dalamnya" maka itu merusak akad qirad. tapi jika dengan janji terhadap keuntungan milik berdua maka sah karena itu seperti halnya keuntungan dibagi dua.
Larangan memberikan tempo dalam pemberian modal dan tidak ada tanggung jawab pengelola terhadap modal kecuali adanya keteledoran.
Seperti pemilik modal memberi modal hanya dalam satu tahun dan setelahnya tidak berjualan lagi setelah habis satu tahun semisal, akan tetapi jika dengan bahasa "saya memberi modal dan jangan membeli setelah satu tahun" itu sah karena sampainya keuntungan itu dengan ia berjualan dari modal itu dan masih berjualan setelah satu tahun. Dan qiradh itu adalah amanah dan jika qiradh itu amanah maka tidak ada tanggung jawab terhadap pengelola dalam harta qiradh kecuali ia teledor yang melewati batas, jikalau terbukti dalam modal ini ada keuntungan dan kerugian maka kerugian itu diganti dengan keuntungan.
Maka harus kita ketahui bahwa akad qiradh ini sah dari kedua belah pihak, dari pada itu pembatalan terhadap akad ini sah dari masing-masing pihak antar pemilik modal dan pengelola.
ZAKAT
Zakat adalah sebuah kata untuk harta yang ditentukan yang diambil dari harta yang ditentukan dengan cara atau jalan yang ditentukan lalu disalurkan kepada golongan yang ditentukan, bisa juga zakat adalah salah satu bentuk penghambaan kepada Allah SWT dengan kepemilikan pribadi yang telah mencapai nisab yang ditentukan. Maka sebenarnya zakat ini adalah salah satu konsep peribadatan seorang muslim dalam menjalankan perintah tuhannya, Akan tetapi penerapan ibadahnya yang mencangkup dimensi kemanusiaan atau disebut juga dimensi horizontal yang mana disana memenuhi sebagian hak sebagai sesama manusia ataupun memenuhi konsep kepedulian sosial. Sebagaimana  yang telah disebutkan golongan yang menerima zakat itu telah ditentukan sebagaimana dalam nash Al-Quran dalam surat At-Taubah ayat 60. yaitu ada 8 golongan yang berhak menerima zakat salah satunya adalah orang miskin.
Di Indonesia penyaluran zakat ini diatur juga oleh Undang-Undang no 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional. Dalam pasal 25 disebutkan bahwa zakat wajib diberikan kepada mustahiq sesuai dengan syariat Islam. Lalu dilengkapi dengan pasal 26 yang menegaskan terhadap pendistribusian zakat berdasarkan skala prioritas dan dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan serta kewilayahan. Achmad Maulana Sya'roni dalam artikelnya menyatakan bahwa salah satu golongan yang terdampak dari kebijakan itu adalah anak jalana, karena segala kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pokok hidup. Lalu beliau menyebutkan istilah-istilah dalam Al-Quran yang menggambarkan anak jalanan lebih tepatnya pada surat Al-Baqarah ayat 177 yang man disana terdapat kata anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, dan orang-orang yang meminta-minta (wa al-sa'ilin).
Dengan itu untuk mencapai zakat sebagai kemakmuran islam agar bisa sampai bagi anak jalanan maka dalam ilmu Ushul Fiqh ada kaidah yang dikenal maqashid syariah yaitu untuk mewujudkan kemanfaatan untuk umat manusia baik urusan dunia maupun akhirat. Para ulama menyepakati pada dasarnya ketentuan-ketentuan dalam syari'ah tujuannya adalah terciptanya kemanfaatan, kebaikan, dan kedamaian. Achmad Maulana Sya'roni dalam artikelnya menukil perkataan Ahmad Sarwat bahwa Maqashid Al-Syariah  itu bertumpu pada lima pokok kemaslahatan yaitu:
 hifz al-din
Disamping untuk melaksanakan perintah Allah SWT. zakat juga bertujuan untuk membantu umat islam dalam memenuhi kebutuhan. lalu dalam upaya memunculkan illat dan hikmah dari penetapan suatu hukum, menolak mafsadat didahulukan daripada meraih manfaat  menjadi kaidah dalam mewujudkan kemaslahatan. Dalam menjaga agama ini terbagi terhadap beberapa maksud tujuan diantaranya; menjaga dan melaksanakan kewajiban agama yang pokok seperti sholat fardhu, melaksanakan ketentuan agama dengan maksud menghindari kesulitan, mengikuti petunjuk agama untuk menjunjung tinggi martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban syari'ah.