Mohon tunggu...
Muhammad Aziz Rizaldi
Muhammad Aziz Rizaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pengangguran

Berusaha dan terus bergerak untuk berdampak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penantian yang Tak Berujung

1 Maret 2022   20:59 Diperbarui: 1 Maret 2022   21:04 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: nusantaranews.co (Ujung Penantian; Sajak kepada Perempuan 16 Juli) 

“uhkk” Terdengar suara batuk kering dari Pak Darsim yang berbadan kurus kering seperti tinggal tulang saja.

Lesu, ya, Pak? Mesti sampean lesu banget. Bisa ngasi turonan neng lemah kaya kue.” Jawab Mbok Tutur mempertegas pertanyaan yang tak terjawab tadi.

Iya, Tur, awakku wis suren banget” terlihat muka mata yang berbinar.

Mbok Tutur terdiam sejenak menyesali peristiwa yang tadi. Kalau tahu akan terpeleset dan membuang makanan untuk suaminya yang tengah suren lebih baik tadi dititipkan pada Mbok Sumilah yang sama-sama hendak ke sawah untuk kirim. Ahhh, ini salahnya. Akhirnya ia berbicara apa adanya.

“Pak, maafkan Tutur ini. Aku tadi terjatuh di tanjakan batu sana. Semua makanan yang hendak kuberikan padamu tercecer lalu dimakan oleh bebek-bebek Pak Sardi.” Jawab Mbok Tutur dengan memeluk suaminya yang telah lunglai. Tak sadar air mata orang yang telah keriput itu tercecer ke ubun-ubun suaminya.

Ya orapapa, Tur. Nyatane aku sing salah kenapa prentah ko ngirim ngene. Ngertia mau aku prentah Sandi sing jere lagi sekolah Daring. Uwis, Tur, orapapa. Esih ana budin kae jajal bakare” Jawab Pak Darsim meyakinkan Istrinya tidak salah.

Tanpa banyak basa-basi Mbok Tutur langsung mencari kayu bakar dan daun kering untuk dijadikan bahan bakar. Ia pun langsung mencabut budin yang ditanam suaminya. Ternyata budinnya masih muda dan kecil-kecil. Tapi, tak apalah daripada suaminya mati kelaparan di pematang sawah. Api telah menyala dan melahap seluruh kayu dan daun. Budin dimasukan dan mereka berdua menunggu dengan berkeluh kesah di gubuk sebelah sawah Juragan Edi.

Pak, kepriwe parine wis siap panen?”  Tanya Mbok Tutur penuh harap agar lumbungnya yang kosong sama sekali kembali terisi.

Deleng dewek kae.” Jawab Pak Darsim setengah lemas.

Mbok Tutur hanya diam. Dia tidak tahu apa-apa mengenai padi, mengenai musim, dan mengenai iklim tanam. Apalagi sekarang mangsa Jawa sudah tak berlaku. Mereka semua bertanam dengan mangsa karep. Maksudnya para petani menanam sesuai dengan keinginan mereka sendiri tanpa banyak pertimbangan. Tapi ya seperti itu, banyak sekali gagal panennya. Karena sekarang musim tak menentu.

Wis ko aja ngarep-arep pari kue. Dewek esih due wedus neng ngarep. Insya Allah Minggu ngarep wis bisa didol.” Jawab Pak Darsim yang mencoba menenangkan Mbok Tutur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun