Kenaikan PPN ini juga tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat yang sudah rentan. Meskipun barang-barang kebutuhan pokok tertentu bebas PPN, barang dan jasa kategori mewah atau premium yang dikenakan PPN 12 persen justru tidak menyasar kelompok tinggi secara signifikan. Faktanya, beberapa produk premium, seperti susu bermerek atau layanan pendidikan tertentu, masih dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.
Kelompok masyarakat dengan penempatan rendah akan terkena dampak lebih besar karena pengeluaran mereka sebagian besar digunakan untuk kebutuhan sehari-hari yang harganya dipengaruhi oleh kenaikan PPN. Sebaliknya, kelompok kaya cenderung tetap tetap mampu mengakses barang dan jasa, sehingga ketimpangan antara kedua kelompok semakin melebar.
Protes terhadap kebijakan ini juga datang dari berbagai kalangan. Aliansi BEM SI, misalnya, menolak kenaikan PPN karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat yang masih menghadapi kemiskinan tinggi dan pendapatan rendah. Selain itu, petisi berjudul "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" yang tayang di situs Change.org sejak 19 November 2024 telah ditandatangani lebih dari 113 ribu orang.
Dilaporkan dari laman Tempo (Desember 22, 2024), jaringan pengusaha Muhammadiyah yang tergabung dalam Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) berharap pemerintah membatalkan kebijakan ini. Sekretaris Jenderal SUMU, Ghufron Mustaqim, menilai kebijakan ini tidak sensitif terhadap pengusaha yang tengah berjuang menghadapi penurunan daya beli masyarakat.
Indonesia seharusnya bisa belajar dari Vietnam. Dengan menurunkan tarif pajak dan meningkatkan pemenuhan pajak, Vietnam mampu meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani rakyatnya. Sebaliknya, kebijakan kenaikan PPN 12 persen di Indonesia justru berisiko memperlebar ketimpangan sosial. Saat daya beli masyarakat melemah, langkah menaikkan pajak ini dapat memperburuk ekonomi kelompok berpenghasilan rendah, sehingga perlu dilakukan peninjauan ulang untuk mencegah dampak negatif yang lebih luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H