1. Dominasi Teknologi: Babak Baru dalam Geopolitik Global
Dalam beberapa tahun terakhir, persaingan geopolitik antara Amerika Serikat, Tiongkok dan Rusia telah mengalami intensifitas yang signifikan. Persaingan tiga negara dengan kekuatan militer yang besar ini, tidak hanya sebatas itu, pergeseran dunia yang ditandai dengan inovasi teknologi tinggi telah mendorong pemanfaatan teknologi berbasis atificial intellegence (AI). Tentu hal ini menjadi elemen penting dalam strategi militer. Persaingan ini tidak hanya mengubah dinamika kekuatan global namun juga memiliki dampak besar dalam keamanan internasional. Ambisi dari ketiga negara adidaya ini sangat terlihat jelas. Amerika Serikat dengan sukutnya juga negara-negara mitra tentu untuk memperkuat jaringan sistem keamanan yang berbasis kecerdasan buatan (AI), untuk meningkatkan pengembangan strategis yang efektif perlu ada latihan angkatan laut multinasional dengan operasi internasional militer di gelar oleh Amerika Serikat, Inggris dan Ausralia di Indo-Pasifik, ini bisa kita lihat ketika Amerika Serikat bersama Australia dan Inggris melakukan uji sisitem maritim berbasisi AI di Indo-Pasifik.
Saya melihat jelas bahwa kehadiran Amerika Serikat di Indo-Pasifik selain dengan motif membangun kerja sama dengan aliansi AUKUS (Australia, Inggris , Amerika Srikat) yang didirikan pada 15 September 2021. Tujuan latihan angkatan laut multinasional tersebut untuk membantu Australia mengembangkan dan mengarahkan alusista pertahanan laut bertenaga nuklir, seperti kapal-kapal selam bertenaga nuklir, selain itu perlu diduga bahwa Amerika Serikat mengarahkan militer Barat di kawasan Pasifik sebagai bentuk melawan pengaruh Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik, keterlibatan negara-negara G-7 seperti Jepang, Inggris, Jerman, Perancis, di Asia menjadi kekuaatan dan mitra pertahanan biliteral yang erat dengan Amerika Serikat, keterlibatan Jepang dalam mengejar kemampuan canggi militer tentu menambah langka strategis yang signifikan untuk Amerika Serikat di Indo-Pasifik. Negara G-7 juga menjadi domain penting yang saya kira tidak bisa pisahkan. “Dalil untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik”, kata Justin McFarli wakil asisten menteri pertahanan untuk kerlibatan internasional dan industri Amerika Serikat di Sea-Air-Space 2024 yang di selengarakan oleh Navy League di National Harbor, Maryland.
Amerika Serikat telah lama menjadi barisan terdepan dalam penggunaan sistem senjatah canggi dan teknologi pertahanana militer, dari pembangunan teknologi ruang angkasa, darat, laut. Kecerdasan buatan (AI) kini menjadi elemen penting dalam cyber security dan strategi militer pada masing-masing negara. Pada saat yang sama menghadapi tantangan dari Tiongkok yang juga memiliki ambisi untuk menjadi pemimpin global dalam sistem (AI) tahun 2030. Kembali memotret Rusia sebagai saingan berat Amerika Serikat, yang juga saat ini mengembangkan teknologi baru meskipun saat ini negeri tersebut masih berada dalam situasi konfli dengan Ukraina. Ketegangan dari ketiga negara dapat memicu konflik baru, mengigat bahwa teknologi yang berkembanga saat ini dapap menyebabakan kesalahan dalam pengambilan kebijakan strategis yang berpotensi pada perang terbuka
Di saat yang sama, Rusia dengan aliasinya CSTO ( Collective Securty Treaty Organization ) aliansi ini merupakan aliansi militer yang tumbuh dari kerangka persemakmuran negara-negara merdeka, yang pertama kali dimulai dengan CTS (Trakta Keamanann Kolektif CIS”, Collective Security Treaty) namun ada aliansi GUAM yang didirikan oleh Georgia, Ukraina, Azerbaizan, dan Moldova tahun 1997 sebagai bentuk kekuatan untuk melawan hegomoni Rusia. Aliansi-aliansi startegis tersebut menjadi domain penting dalam pertarungan ekonomi serta alusista pertahanan negara. Di saat bersaman saat ini dengan konflik di Eropa oleh Ukraina-Rusia semenjak tahun 2022- sampai sekarang tentu menjadi sebuah ancaman baru oleh keamanan Eropa, meskpun ketika perang Ukraina-Rusia, ada ancaman ekonomi rivalnya Amerika Serikat bahkan aliansi CSTO tidak tidak secara agresif membantu Rusia.
Selain itu isu-isu global dibahas dalam pertemuan tersebut. Pertanyaan yang cukup sederhana yang perlu kita jawab saat ini menyangkut dengan posisi Indonesia yang mengambil langka strategis bergabung dengan BRICS, apakah dampak yang akan di alami oleh Indonesia jika ada tekanan yang dilakukan oleh AS? Sangat terlihat bahwa masuknya Indonesia ke BRICS akan menjadi pukulan telak bagi Amerika Serikat. Maka bisa kita pastikan bahwa akan ada semacam pergeseran geopolitik di Asia Pasifik. Apalagi saat ini Afrika, Eropa, Timur-Tengah berada dalam situasi konflik. Sinyal yang cukup kuat bahwa akan ada konflik Indi-Pasifik oleh AS-Tiongkok. Saya kemudian sangat ragu akan terjadi perang terbuka.
Saya kira kita juga harus melihat bagaimana hubungan mesra antara Rusia dan Tiongkok saat ini, ditamba dengan latihan militer dua negara tersebut, tentu hal ini akan memberikan sebuah sinyal kepada Amerika Serikat, bahwa ada blok baru yang akan menantag dominasi AS. Ada beberapa masalah geopolitik yang cukup serius saat ini yang saya kira perlu di bahasa. Mari kita sama-sama mengamati bagaimana langka Rusia dengan aliansi BRICS pada pertemuan KTT di Rusia 2024 , Indonesia salah satu negara yang bergabung dalam BRICS. Hal ini semacam bisa katakan kehadiran BRICS menjadi blok baru geopolitk untuk melawan negara-negara G-7, bukan saja pada sisi pertarungan ekonomi untuk melawan dominasi dollar AS tetapi juga menjadi sebuah langka diplomatik kerja sama multiliteral dengan negara maju tetapi juga negara-negara berkembang untuk saling menguntungkan.
Aliansi strategis yang terbentuk antara Tiongkok dan Rusia, ditambah dengan latihan militer gabungan, menunjukkan adanya blok baru yang dapat menantang dominasi AS. Dengan demikian, penting bagi negara-negara lain untuk mengevaluasi posisi mereka dan mengembangkan strategi yang efektif dalam menghadapi lanskap geopolitik yang semakin kompleks ini. Data dan intelijen yang akurat akan menjadi kunci dalam memahami dan merespons perubahan yang cepat dan tidak terduga di arena global.
Analisis ini menunjukkan bahwa dinamika baru dalam geopolitik tidak hanya dipengaruhi oleh kekuatan militer, tetapi juga oleh kemampuan teknologi dan inovasi yang menjadi senjata utama dalam pertarungan global. Untuk memberikan perspektif yang lebih mendalam terkait persaingan geopolitik antara Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Rusia dalam teknologi mutakhir seperti universe warfare dan kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI). untuk menyoroti dinamika global, data terkini, serta implikasi strategis. Persaingan geopolitik antara AS, Tiongkok, dan Rusia saat ini mencerminkan pergeseran besar dari konflik militer tradisional menuju supremasi teknologi.
Fokus utama kini adalah penguasaan inovasi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), ruang angkasa (universe warfare), keamanan siber, dan senjata berbasis teknologi tinggi. Negara-negara ini menyadari bahwa kontrol terhadap teknologi masa depan akan menentukan posisi strategis mereka dalam peta geopolitik dunia. AS memimpin dalam pengembangan AI dan teknologi luar angkasa melalui perusahaan raksasa teknologi seperti Google, Microsoft, dan SpaceX. Namun, Tiongkok dan Rusia tidak tinggal diam. Mereka meningkatkan investasi besar-besaran dalam riset teknologi, dengan Tiongkok menargetkan dominasi AI pada 2030 dan Rusia fokus pada senjata berbasis AI serta propaganda siber.
Ruang angkasa kini menjadi arena baru persaingan militer. Konsep universe warfare mencakup dominasi atas satelit, komunikasi berbasis ruang angkasa, dan teknologi anti-satelit. Tiongkok dan Rusia telah membuat kemajuan signifikan dalam teknologi ini. Sebagai contoh, Rusia mengembangkan sistem Nudol ASAT untuk menyerang satelit di orbit rendah, sementara Tiongkok meluncurkan Shijian-21, yang mampu memindahkan satelit musuh dari orbitnya. Di sisi lain, AS melalui program Space Force dan proyek rahasia seperti X-37B, terus memperkuat dominasi teknologinya di ruang angkasa, tidak hanya untuk kepentingan militer tetapi juga untuk kontrol komunikasi global, navigasi GPS, dan pengawasan strategis.
AI telah menjadi inti dari persaingan geopolitik modern. Tiongkok berfokus pada program ambisius Next Generation Artificial Intelligence Development Plan, yang menargetkan posisi sebagai pemimpin global dalam AI pada 2030. Tiongkok memiliki keunggulan dalam akses data besar-besaran melalui regulasi domestik terhadap perusahaan teknologi lokal seperti Alibaba, Baidu, dan Tencent. Sementara itu, Rusia memanfaatkan AI untuk tujuan militer, khususnya dalam pengembangan sistem senjata otonom seperti drone dan alat pertahanan udara. Di sisi lain, AS memanfaatkan inovasi AI melalui perusahaan teknologi swasta untuk mempertahankan keunggulan globalnya meskipun menghadapi tantangan regulasi privasi data yang ketat.
eks ini membahas tentang program senjata strategis China. Ini berarti bahwa China sedang mengembangkan senjata penting yang menjadi kunci bagi strategi militer mereka secara keseluruhan. Senjata-senjata ini kemungkinan sangat kuat dan dapat memiliki dampak besar pada konflik atau ancaman potensial yang mungkin dihadapi China.Sebagai contoh, senjata strategis dapat mencakup hal-hal seperti misil nuklir, pesawat tempur canggih, atau kapal selam berteknologi tinggi. Jenis senjata ini dirancang untuk memberi China keunggulan yang kuat dalam situasi militer apa pun.Secara keseluruhan, program senjata strategis China berfokus pada pengembangan kemampuan militer mereka dan memastikan bahwa mereka memiliki alat yang diperlukan untuk melindungi diri mereka dan kepentingan mereka.
2. Persaingan Antarnegara
Tiongkok dan Rusia telah bekerja sama untuk menantang dominasi AS dalam teknologi canggih. Kerjasama strategis ini meliputi pengembangan senjata berbasis AI hingga eksplorasi ruang angkasa bersama. Contohnya adalah kesepakatan mereka pada 2021 untuk membangun pangkalan bulan sebagai tandingan terhadap program Artemis milik NASA. Namun, meski ada kerja sama, hubungan kedua negara ini lebih bersifat pragmatis daripada ideologis. Mereka juga bersaing dalam hal pengaruh geopolitik, terutama di wilayah Asia Tengah.
AS menyadari ancaman yang ditimbulkan oleh Tiongkok dan Rusia, sehingga berupaya mengimbangi kebangkitan keduanya melalui strategi geopolitik dan inovasi teknologi. Melalui aliansi seperti AUKUS (Australia, Inggris, dan AS) serta strategi Indo-Pasifik, AS berupaya membatasi pengaruh Tiongkok di kawasan Asia-Pasifik. Selain itu, AS memperkuat kerja sama dengan Uni Eropa dalam pengembangan AI melalui inisiatif seperti Trade and Technology Council (TTC). Namun, AS menghadapi tantangan domestik berupa regulasi privasi data yang lebih ketat, yang bisa memperlambat pengembangan teknologi dibandingkan dengan Tiongkok.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI