Mohon tunggu...
Muhammad Arsyad Lussy
Muhammad Arsyad Lussy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Musik, gitar,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mahasiswa dan dua penyelamat

18 Maret 2024   09:31 Diperbarui: 12 Mei 2024   17:41 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedari mentari di atas ubun-ubun, kampus ramai, ada cerita disetiap sudut, setiap jalannya ada jejak. Apalagi di waktu akan memulai kuliah, derajat kesibukan meningkat hebat.

Sederet aktivitas mengapung dikampus, beragam mahasiswa menekuni kekhasannya. Ada yang datang untuk kuliah, ada yang apatis, organisatoris, kupu-kupu, kunang-kunang, kura-kura, juga ada yang berlalu-lalang pada kebutuhan toga. Meski suatu saat mereka akan menyatu di jalanan, pelangi terukir dimoment ini. keceriaan masing orang menandingi kecerahan langit, semangatnya menyaingi terik.

Ucapan pejalan gila terbesit dibenak; "meski kuliah memberi peluang besar untuk bergaul, bermain, bahkan bercinta, tapi jangan lupa tanggung jawab, keberhasilanmu bukan sekadar ditunggu orang tua tapi keluarga, bahkan orang sekampung, maka selesaikanlah, dengan bertambah nama belakang, akan menjadi kebanggaan besar bagi mereka."

Perihal gagal, tak seorangpun menginginkannya. Itulah mengapa akhir-akhir ini tiada satupun ingin terjebak, setiap orang menginginkan agar cepat usai (wisuda), tapi begitulah, sesekali bukan tepat waktu yang direstui melainkan diwaktu yang tepat.

Seolah-olah semua telah disetel, biar masing-masing bertarung dengan prosesnya, karena pahitnya proses bukan untuk dibuang melainkan dinikmati. Menjadi mahasiswa bukan hanya tentang kuliah,   meski kata orang tetua; "pergi ke kampus itu untuk kuliah bukan 'bakulia' (saling tatap dalam bahasa melayu Ambon)." Malahan lebih jauh dari itu.

Menurut Sulaiman ibrahim, kanda gede di Inout berpendapat; "mahasiswa ialah agent of change, control juga moral of force." Sementara istilah Talip; "tiada manusia yang lebih besar dibanding mahasiswa." 

Maka sudah tentu, selain mahakuasa, kehidupan juga dipegang mahasiswa. Apabila kegaduhan melingkari hidup, mahasiswa adalah harapan masyarakat menuntut keadilan. Tak bisa dipungkiri, arloji paling jeli, mata-mata paling tajam, keamanan paling kritis adalah mahasiswa.

"Beruntunglah mereka yang mengenyam ilmu ke tahap perguruan tinggi." Ujar seorang teman sesaat berbagi ide di Inout (gubuk kopi sejuta umat). Katanya ia begitu ingin menjadi mahasiswa, namun terlahir pada  keluarga tidak mampu, mengalah adalah pilihan.

"Mengapa tidak mencoba mengejar beasiswa?" tanya rekan
"Selain orang tua, aksesku hanya sebatas keluarga, sementara dunia sekarang, relasi adalah poin utama." jawabnya.
"Tapi prestasimu bisa saja memberi jalan" sahut rekan
"Itu tidak cukup, sebab, kalau bukan uang jalannya, maka 'orang dalam' jalurnya." balasnya
"Bukankah mimpi harusnya dikejar?" Tanya rekan
"Tentu! Tapi, takkan kukejar di atas penderitaan orang tua" balasnya

Semua termenung seketika, sehimpun kata terakhir mengurai perih, bayang-bayang orang tua langsung menyapa. Segenap pertanyaan membalut kepala; apakah mereka masih kubebani? Sudahkah mereka tidak kusulitkan? Seberapa sering mereka kurepotkan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun