Pada tahun 2001, Finlandia sebuah negara dengan jumlah penduduk tidak lebih dari enam juta manusia mengagetkan dunia karena siswa-siswinya yang berusia 15 tahun meraih skor tertinggi dalam penyelanggaraan pertama PISA (Programme for International Student Assesment).Â
Tes internasional bernama PISA ini mengukur kemampuan berpikir kritis siswa dalam area membaca, matematika dan IPA. Tahun-tahun berikutnya banyak penelitian dilakukan untuk mengeksplorasi sistem pendidikan seperti apa yang diterapkan di Finlandia, tulisan-tulisanpun bermunculan, salah satunya dan mungkin juga menjadi rujukan utama untuk mengetahui metode pembelajaran di Finlandia adalah sebuah buku yang berjudul Teach Like Finland (Mengajar Seperti Finlandia).
Teach Like Finland ditulis oleh Timothy D. Walker (selanjutnya disebut dengan Tim), awal mulanya Tim adalah seorang Guru yang mengajar di Amerika. Ia merasa sangat kewalahan pada tahun pertama ia mengajar.Â
Tim menceritakan bahwa ia harus berangkat pada pukul 06.30 pagi dan tidak jarang ia baru bisa pulang pada malam hari dengan membawa setumpuk pekerjaan dari sekolah.Â
Sebelum menjadi seorang guru ia sangat yakin akan mencintai pekerjaan ini namun beberapa bulan setelahnya ia justru merasa pekerjaan menjadi guru sama sekali tidak menyenangkan dan ia sendiri mengakui bahwa ia benci terhadap pekerjaannya.
Tim memiliki seorang istri yang berasal dari Finlandia, dari istrinya pula Tim tahu bahwa sekolah-sekolah di Finlandia sana jauh lebih longgar dibandingkan dengan Amerika, disana guru-guru kelas 1 hanya bekerja tidak lebih dari enam jam setiap hari, kurang lebih pukul 14.00 mereka sudah pulang dan meninggalkan seluruh pekerjaannya di sekolah. Padahal pada jam yang sama (pukul 14.00) Tim dan guru lainnya di Amerika masih ada satu jam pelajaran lagi di sekolah dan baru pada pukul 15.00 mereka bisa mengucapkan selamat tinggal kepada anak-anak di kelas.
Tim mengalami kelelahan yang luar biasa, bahkan karena kelelahan tersebut Tim sempat mengajukan cuti untuk rehat sejanak dari dunia pekerjaan. Hingga suatu saat Tim dan istrinya memutuskan untuk menetap di Helsinski, Finlandia, karena pertimbangan berbagai hal. Tidak lama, hanya beberapa bulan setelah tinggal di Helsinski, Tim mendapat email untuk mengajar kelas 5 di sebuah sekolah, sebelumnya Tim memang telah mengirimkam surat lamaran ke beberapa sekolah disana.Â
Petualangan Tim di dunia pendidikan Finlandia pun dimulai, dan karena petualangan ini pula Tim mampu menulis buku Teach Like Finland. Terdapat banyak strategi mengajar yang diungkap dalam buku ini, namun berdasarkan pengamatan Tim hal yang paling mendasar dari pendidikan di Finlandia adalah mereka menghargai kebahagiaan di atas pencapaian.Â
Bahkan Tim berpendapat bahwa kegembiraan (kebahagiaan) tidak hanya sebagai sebuah strategi mengajar, namun kegembiraan merupakan tujuan dari pembelajaran pada tiap-tiap kelas. Dari pengalaman dan pengamatan yang dilakukan Tim selama mengajar di Finlandia, setidaknya terdapat lima komponen yang menjadi bahan utama untuk menciptakan kebahagiaan dalam pembelajaran di kelas, komponen tersebut antara lain, kesejahteraan, rasa dimiliki, kemandirian, penguasaan dan pola pikir.
Kehidupan awal di Finlandia bagi Tim cukup membingungkan, sebab suasana di Finlandia sangat berbeda dibanding dengan Amerika. Tim melihat orang-orang di Finlandia sangat damai, menikmati kehidupan, di taman mereka terlihat sedang bersantai sambil bercengkerama dengan sahabat mereka seolah tidak ada pekerjaan yang menunggu. Ternyata hal tersebut juga terjadi di tempat Tim bekerja.Â
Selama ini Tim beranggapan bahwa guru yang baik adalah guru yang bekerja dengan sangat keras, mengurangi waktu istirahat dan jam tidur demi menyiapkan pelajaran, bahkan karena banyak hal yang dikerjakan hanya untuk bersosialisasi dengan rekan kerja pun akan sangat jarang dilakukan. Pandangan seperti itu secara perlahan runtuh ketika Tim berada di Finlandia.Â
Ketika jam istirahat tiba, Tim heran menyaksikan para guru di sekolahnya keluar dari kelas dan menuju ke kantin, disana mereka meminum kopi, membaca surat kabar, serta bercakap-cakap satu dengan lainnya dan beberapa kali Tim mendengar mereka tertawa terbahak-bahak, lepas tanpa beban. Iklim pekerjaan yang membahagiakan menjadi satu hal yang menurut Tim sangat penting.Â
Dalam bukunya Tim menjelaskan bahwa "strategi paling penting dalam buku ini sebenarnya adalah sesuatu yang paling sederhana yaitu  Jangan lupa bahagia". Selain itu Tim juga menyarankan kepada para guru untuk meluangkan waktu libur sekolah untuk benar-benar berlibur dengan meninggalkan pekerjaan untuk pergi mendaki gunung, bermalam di pantai atau berkunjung ke tempat-tempat lainnya agar dapat mengisi ulang tenaga dan pikiran. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang bekerja nonstop memiliki produktifitas kerja yang lebih buruk daripada mereka yang memanfaatkan hari libur mereka.
Strategi lainnya yang tidak kalah menarik selain straegi "Jangan Lupa Bahagia" dan "Melepaskan Diri Untuk Berlibur", adalah strategi "Kolaborasi Lewat Kopi". Dalam straregi ini Tim semakin menegaskan bahwa suasana hati dan pikiran seorang guru yang berbahagia akan berdampak positif pada saat ia mengajar.Â
Oleh karena itu alih-alih menciptakan suasana kerja yang kompetitif, bersaing menjadi yang terbaik dan memendam rasa untuk mengalahkan orang lain, Tim justru menyarankan agar sesama guru untuk saling berkolaborasi, bekerjasama untuk meningkatkan mutu belajar mengajar.Â
Tim menceritakan bahwa di awal dia mengajar di Finlandia, dia diamati oleh rekannya karena jarang sekali pergi ke kantin guru, rekan tersebut kemudian menyarankannya agar Tim pergi ke kantin setiap hari. Dan benar saja setelah Tim menuruti saran tersebut, Tim menemukan bahwa sebuah tindakan sederhana duduk beberapa menit dengan rekan-rekan kerja telah menyusun setepak demi setapak kolaborasi yang lebih besar.
 Pendidikan yang membahagiakan adalah tujuan yang harus dicapai secara bersama-sama, baik oleh guru maupun murid. Diatas telah dijelaskan bagaimana seorang guru harus membangun suasana kerja yang kondusif, tidak dibebani dengan tumpukan tugas yang melelahkan serta sebisa mungkin memanfaatkan waktu luang untuk berlibur atau bercakap-cakap dengan rekan kerja ketika jam istirahat tiba, sedangkan kepada murid Tim menjelaskan bahwa, ketika di sekolah setiap siswa berhak untuk rehat sejenak selama 5 menit setelah mengikuti pelajaran selama 45 menit.Â
Belum lagi ditambah dalam satu hari terdapat beberapa waktu bagi anak untuk istirahat selama 15 menit. Pentingnya istirahat ini terbukti dalam beberapa penelitian yang menemukan bahwa justru dengan istirahatlah anak-anak akan menjadi semakin fokus dalam mengikuti pelajaran, dan tentu dengan beristirahat akan mampu menyegarkan otak mereka.Â
Masih terdapat banyak strategi lain yang di jelaskan dalam buku Teach Like Finland, dari buku tersebut setidaknya kita dapat belajar bahwa untuk membangun sistem pendidikan yang unggul tidak harus dengan pendekatan yang kaku dan mengekang, justru dengan pendekatan yang lebih humanis akan mampu mencetak siswa-siswa dengan prestasi yang sangat baik.Â
Namun seperti sebuah kalimat dalam kata pengantar buku ini yang ditulis oleh Pasi Sahlberg bahwa, "mustahil memindahkan sistem pendidikan dari satu tempat ke tempat lainnya. Sistem pendidikan seperti tanaman atau pepohonan yang tumbuh baik hanya di tanah dan iklimnya sendiri."Â
Oleh karena itu evaluasi dan perbaikan harus terus dilakukan hingga kita dapat menemukan pupuk terbaik bagi sistem pendidikan di Tanah Indonesia. Sembari berharap kelak lima atau sepuluh tahun lagi akan ada seorang pendidik Australia yang tertarik untuk mengajar di Indonesia hingga akhirnya ia merasa kagum dengam sistem pendidikan kita dan ia pun menulis sebuah buku yang akan menggemparkan dunia pendidikan dengan judul Teach Like Indonesia!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H