Mohon tunggu...
Muhammad Arifai
Muhammad Arifai Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Dosen

Humas SMAN 1 Soppeng

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Aku Bukan Guru Pengger

14 Juli 2024   20:37 Diperbarui: 14 Juli 2024   20:39 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku Bukan Guru Pengger, Melainkan Guru Penggerak                                       

Oleh:

Muhammad A Rifai[1]

 

 "Guru penggerak yang belum bisa menggerakkan guru lain, bukan guru penggerak namanya melainkan guru pengger".

Kalimat tersebut diungkapkan oleh kepala BBGP SulSel, Dr. Arman Agung, M.Pd., saat menutup secara resmi kegiatan Workshop model kompetensi bagi kepala sekolah dan guru. Rabu, 24 April 2024 di Balai Besar Guru Penggerak Jalan Adhyaksa Makassar.

Sebuah kalimat pendek tetapi panjang rasanya. Saking panjangnya, masih terasa hingga tiga bulan kemudian ketika tulisan ini saya susun. Semoga semua guru penggerak yang ikut pada waktu itu (kegiatan workshop model kompetensi bagi kepala sekolah dan guru) merasakan hal yang sama dengan saya. Akan tetapi, bagi yang tidak merasakan, semoga bisa "merasa" setelah membaca tulisan ini. 

Setiap insan memiliki kodrat yang berbeda-beda. Hal tersebut sering kita dengar baik dari ulama, tokoh agama maupun dari tokoh pendidikan seperti KHD (Ki Hajar Dewantara). Menurut KHD pada hakikatnya tujuan pendidikan itu adalah "menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat tumbuh mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak". 

Terlahir di Sulawesi Selatan-Indonesia lalu menjadi guru hingga GP (guru penggerak) adalah kodrat dan takdir ilahi. Titel "GP" yang diperolah membutuhkan proses selama berbulan-bulan (ada 9 dan 6 bulan) melalui alur MERDEKA (mulai dari diri, eksplorasi konsep, ruang kolaborasi, demonstrasi kontekstual, elaborasi pemahaman, koneksi antarmateri, dan aksi nyata) dalam LMS, kemudian diikuti kegiatan pendampingan, dan lokakarya oleh pengajar praktik (PP) hingga akhirnya lulus menjadi guru penggerak dengan predikat "Amat Baik". 

Jika diibaratkan sebagai kupu-kupu yang bermetamorfosa dari ulat, maka pada hakikatnya  GP itu adalah hasil metamorfosa dari guru biasa menjadi guru hebat dengan sayap indah bertuliskan GP. Dengan sayap GP itulah guru penggerak siap terbang dari satu taman pendidikan ke taman pendidikan lainnya menebarkan aroma wangi merdeka belajar dengan filosofi pendidikan KHD, nilai dan peran guru penggerak, budaya positif, pembelajaran terdiferensiasi, coaching, pembelajaran sosial-emosional, pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, pemimpin dalam pengelolaan sumber daya, dan pengelolaan program yang berdampak pada murid.

Nah, rekan-rekan GP (guru penggerak), tentu kalian tidak ingin disebut "Guru Pengger". Oleh karena itu, ayo tergerak, bergerak, dan menggerakkan rekan sejawat serta guru lainnya mengimplementasikan merdeka belajar di kelas. Ingat! Rekan sejawat (guru di satuan pendidikan kita) dan guru lainnya (di satuan pendidikan lain) yang belum berstatus GP (guru penggerak). Bukan GP menggerakkan rekan GP atau GP lain di satuan pendidikan lain. Nanti sama halnya dengan ungkapan jeruk makan jeruk atau syrup minum syrup.

Komunitas Guru Penggerak yang selama ini sudah ada adalah sebuah wadah yang bagus untuk dijadikan alat menggerakkan rekan guru yang belum berstatus GP. Hanya saja program seperti itu sepertinya belum terlihat atau kalau pun ada masih terlalu kecil sehingga belum bisa berdampak. Yang besar adalah kegiatan GP bersama GP lain berkumpul membahas kegiatan yang tidak jelas dampaknya pada guru lain yang bukan GP apatah lagi berdampak pada murid. Sebenarnya kegiatan seperti studi tiru ke Pulau Jawa dan sekitarnya atau kemah GP itu baik sepanjang dampaknya jelas. Tindak lanjutnya terang benderang sebagai sebuah aksi nyata yang mampu menggerakkan rekan sejawat dan guru lainnya.

Akan tetapi, alangkah lebih baiknya jika sekiranya kegiatan studi tiru itu diganti dengan kegiatan anjang sana ke sekolah-sekolah di wilayah kita sendiri yang teridentifikasi sebagai sekolah yang perlu pembinaan intensif dalam mengimpementasikan merdeka belajar. Kemudian, kegiatan kemah GP diperhebat dengan kegiatan KPK-G. Bukan Komisi Pemberantasan Korupsi Guru melainkan Kemah Peningkatan Kompetensi Guru. Pesertanya pun bukan hanya GP yang terbatas melainkan semua guru yang teridentifikasi perlu peningkatan kompetensi untuk kinerja yang lebih baik sesuai merdeka belajar-merdeka mengajar sehingga mereka bisa keluar dari zona nyaman.

  Nah, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menggerakkan rekan guru beranjak dari zona nyaman (yang penting masuk kelas gugurkan kewajiban mengajar) atau terkena penyakit Asma (asal masuk mengajar) ke zona aman (zona merdeka belajar).

  • Mengubah pola pikir rekan guru tentang pentingnya merdeka belajar dan pembelajaran terdiferensiasi;
  • Menjadi contoh bagi rekan guru dalam mewujudkan merdeka  belajar melalui pembelajaran terdiferensiasi;
  • Menjadi narasumber IKM di komunitas belajar;
  • Menjadi coach bagi guru lain dalam mengimplementasikan merdeka belajar;
  • Mendampingi rekan guru mengimplementasikan pembelajaran terdiferensiasi.

Kelima hal tersebut merupakan rangkuman kegiatan dalam menerapkan nilai dan peran guru penggerak bagi saya sebagai GP dalam menggerakkan rekan-rekan guru mewujudkan merdeka belajar. Selain itu, saya juga melakukan kegiatan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Melakukan penyamaan persepsi dengan rekan guru tentang pembelajaran terdiferensiasi;
  • Membagikan best practice pengimplementasian merdeka belajar dengan pembelajaran terdiferensiasi yang saya lakukan di kelas melalui Kopi Pagi (komunikasi penuh inspirasi-terpadu dalam sinergitas) di Kombel. Mabessa-Maju bersama smart semua;
  • Membuat model pembelajaran Inyameng (interaktif, Nyaman, Menyenangkan) sebagai salah satu alternatif mewujudkan merdeka belajar;
  • Berkolaborasi dengan rekan guru dan Dinas Sosial Kab. Soppeng sebagai pengelola Taman Makam Pahlawan-Salotungo, Watansoppeng, yang dijadikan sebagai lingkungan pembelajaran dalam mengimplementasikan merdeka belajar dengan diferensiasi lingkungan;
  • Menulis buku berskala nasional dan artikel baik di media sosial-online maupun media ofline seperti majalah Dunia Pendidikan agar bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi rekan guru lainnya.
  •   Kegiatan praktik baik penerapan nilai dan peran sebagai guru penggerak dalam menggerakkan rekan guru mengimplementasikan merdeka belajar, telah mengajarkan kepada saya bahwa kolaborasi sangat penting dilakukan untuk mengimplementasikan merdeka belajar yakni pembelajaran berdiferensiasi atau kegiatan pembelajaran yang berpihak pada kebutuhan belajar peserta didik. Melalui kolaborasi di komunitas belajar, kita berbagi  ilmu dan pengalaman dengan rekan guru lainnya mengenai merdeka belajar dan pembelajaran terdiferensiasi seperti diferensiasi konten, proses, produk, dan lingkungan belajar.  Mari satu hati, satu visi, wujudkan merdeka belajar untuk Indonesia hebat!

 #salam merdeka belajar

 #salam dan Bahagia

 #Garis_GuruPenebarInspirasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun