Biasanya, saya mengambil rokok yang diberikan dan hanya saya pegang saja, tidak saya hisap sama sekali. Mereka pun merespon ini dengan candaan pula, "biasanya".
Kali ini berbeda, salah satu dari mereka memanggil orang yang bisa dikatakan sebagai toxic people agar ikut nimbrung.
"(Nama orang itu)! Si Aqil mau ngerokok, nih"
Orang tersebut pun langsung mengarah ke perkumpulan.
"Nih!" Ucapnya sambil mengulurkan bungkusan rokok.
Karena saya tahu dia ini orangnya sangat toxic, saya meresponnya dengan menolak dengan halus. Namun apa yang terjadi? Ia mengucapkan sesuatu hal yang sangat-sangat tidak enak didengar oleh siapa pun, khususnya saya pribadi.
"Gak ngerokok? Cowok bukan sih lu?" Ucapnya dengan nada tinggi. Saya masih meresponnya dengan ketawa tipis-tipis dan perasaan yang sedikit kesal.
"Gimana sih lu? Ngerokok kaga, mabok kaga, maen cewek kaga. Tapi miskin iya" Ucapnya dengan nada tinggi lagi. Dari sini, ekspresi saya perlahan-lahan berubah.
Di sini, saya terpancing untuk menyebutkan kekayaan yang keluarga saya punya, demi membela diri, bukan menjatuhkannya.
"Itu mah punya emak bapak lu! Nih gua nih, BPKB atas nama gua sendiri, sertifikat rumah atas nama gua sendiri." Ucapnya setelah mendengar saya menyebutkan beberapa kekayaan yang keluarga saya punya.
Memang bodoh saya pada saat itu. Seharusnya, saya tidak menyebutkan itu, tidak ada gunanya. Justru malah memperparah suasana.