[caption caption="Demo OPM di Inggris (sumber foto: www.hidayatullah.com)"][/caption]
Inggris berulang kali menyatakan tak mendukung kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Terakhir, Mei lalu, hal serupa dinyatakan dengan tegas oleh Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Moazzam Malik. "Inggris tidak mendukung OPM dan menjadi tugas politisi serta polisi untuk menyelesaikan semua permasalahan hingga situasi perdamaian terwujud," ujar Dubes Malik.
Papua memang menjadi salah satu isu sentral dalam hubungan Indonesia-Inggris. Itulah mengapa saat Perdana Menteri David Cameron datang ke Indonesia kemarin, Presiden Jokowi merasa perlu untuk meminta Cameron menyatakan sikap tentang Papua. Secara tersirat, melalui pernyataan Jokowi, Cameron menegaskan bahwa Inggris menghormati integritas wilayah Republik Indonesia, termasuk di dalamnya Papua.
"Beberapa hal yang dibahas dalam pertemuan itu antara lain. Pertama, permintaan bagi pembebasan visa kunjungan wisata bagi warga negara Indonesia. Kedua, kerja sama pembebasan visa bagi pemegang paspor dinas dan paspor diplomatik. Ketiga, penegasan PM Inggris mengenai penghormatan integritas wilayah Republik Indonesia,” kata Jokowi.
Eksistensi Benny Wenda dan MSG
Perihal seorang pemimpin OPM yang kini menjadi warga negara Inggris dan rajin mengkampanyekan Papua merdeka di Inggris, Benny Wenda, pemerintah Inggris mengaku tak mendukung visi misinya dan hanya menghargai kebebasannya berpendapat. Ini memang agak rancu karena Wenda bebas menyebarkan berita hoax tentang Papua.
Ia kerap menyebarkan informasi bohong bahwa pemerintah Indonesia melakukan genosida di Papua. Berita itu tak hanya hoax, tetapi juga fitnah. Sangat disayangkan pemerintah Inggris tak bisa melakukan apa-apa dalam hal itu. Seharusnya Inggris mau menutup kantor perwakilan OPM di Inggris yang diketuai oleh Wenda.
Selain keberadaan Wenda, keberadaan MSG (Melanesia Spearhead Group) yang notabene kerap mendukung gerakan separatis OPM. MSG adalah organisasi yang terdiri dari negara-negara bekas jajahan Inggris dan anggota Persemakmuran di wilayah Pasifik. Pada tanggal 4 Maret 2014, Perdana Menteri Vanuatu Moana Carcasses Katokai Kalosil (mewakili MSG) berpidato pada Sidang Tingkat Tinggi ke-25 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss dan mendorong komunitas internasional untuk mendukung kemerdekaan Papua Barat.
Inggris tentunya punya pengaruh terhadap negara-negara MSG ini. Jangan-jangan mereka main dua kaki dan turut mendukung OPM melalui MSG ini. Ini artinya, penegasan Inggris atas integritas NKRI harus diikuti oleh langkah konkrit, semisal turut mendesak negara-negara MSG untuk tidak mendukung OPM. Kalau tidak, hubungan bisnis antara Indonesia-Inggris bisa terganggu!
Kepentingan Inggris di Papua
Pertemuan Jokowi dan Cameron pastinya berbicara kepentingan bisnis kedua negara juga. Buktinya, hari ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said bertemu dengan British Petroleum (BP) Regional President Asia Pacific, Christina Verchere. Keduanya mengakui berbicara soal gas Papua. "Fokus BP kan sekarang ada dua. Satu menjalankan yang train satu dan train dua, nggak ada masalah," ungkap Sudirman.
Seperti diketahui, BP merupakan operator sekaligus pemilik 37,16% saham di proyek ladang gas Tangguh, Papua. Kilang Tangguh train I dan II memproduksi gas 7,6 juta ton per tahun dengan alokasi pasar domestik dan ekspor.
Inggris disebut-sebut sebagai negara kedua yang mendapat banyak benefit dari eksplorasi sumber daya alam Papua, tentunya setelah Amerika Serikat (AS). Untuk AS sendiri, FYI, tambang yang dikuasai oleh perusahaan Freeport Amerika, bernama Tambang Grasberg atau Grasberg Mine adalah tambang emas terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia. Menurut data tahun 2006 produksi Freeport adalah 610.800 ton tembaga; 58.474.392 gram emas; dan 174.458.971 gram perak.
Itulah mengapa Inggris dan AS bisa saja sedang berebut pengaruh di Papua, atau itu sudah terjadi sejak lama. Mereka adalah sekutu dalam banyak hal, tapi bukan berarti mereka juga tak punya kepentingan sendiri-sendiri di Papua. Dalam kondisi seperti itu, jangan sampai Indonesia dan Papua menjadi korban perseteruan kedua negara.
Atas nama NKRI harga mati, maka baik Inggris maupun AS tak boleh hanya sebatas pernyataan saja mendukung Papua sebagai bagian dari NKRI, tetapi juga dukungan harus diberikan secara konkrit., misalnya dengan membubarkan kantor perwakilan OPM di Inggris (untuk Inggris).
Jika tidak dilakukan, bisa saja “Inggris kita linggis, dan Amerika kita seterika!”, meminjam istilahnya Sukarno.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H