Selain Abu Nawas, metode (tirakat) "guyon" juga dilakukan oleh salah seorang sahabat Nabi bernama Nu'aiman. Ia membuat geram para sahabat karena guyonan dan leluconnya yang dinilai berlebihan oleh banyak sahabat sampai membuat mereka ingin membunuhnya. Hal itu kemudian diadukan kepada Kanjeng Nabi.
Tidak seperti yang diharapkan; Nabi akan melaknat Nu'aiman, tetapi justru Nabi mengatakan bahwa Nu'aiman adalah salah satu kekasih Allah. Kenapa? "Nu'aiman memang suka bercanda, tetapi di dalam hatinya ada Allah dan Rasul-Nya," dawuh Rasulullah Saw.
Maka tidak boleh kita menjustifikasi dan memvonis suatu orang, sebuah organisasi dan golongan secara subjektif atau circle atau golongan kita. Akhirnya yang terjadi adalah apriori. Sedang konklusi yang didapat dari aprioritif tak ubahnya katak dalam tempurung, dalam artian, dunia dianggap sempit, padahal diri tak menyadari, betapa dunia ini sangat luas.
Dari hal itulah yang mendasari saya sebagai manusia lemah dan loyo, tidak berani menghukumi orang dan menghakimi kedudukan seprang di sisi Allah. Kadang orang itu setiap hari yang terlihat hanya ngeslot, kumpul dengan para preman dan perempuan-perempuan nakal, tapi di balik itu ia menobatkan banyak dari mereka dan membimbing ke jalan Allah dengan lelucon-lelucon yang diselipkan seimplisit mungkin dengan bahasa-bahasa internal kaum preman dan perempuan binal yang membuat mereka sadar.
Inilah konsep metode (tirakat) guyonan yang ingin saya dalami dan pahami. Secara teori, melucu mungkin sangat gampang dipresentasikan dan disuguhkan, tetapi sulit dalam kenyataannya. Karena tidak semua orang punya bakat bercanda dan bikin ngakak orang lain. Lain hal, lain selera humor dan guyonnya. Maka dari tulisan di atas, tidak semua juga guyonan diartikan kebaikan. Bukankah semua tergantung pada niatnya, Kekasih?
Yogyakarta, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H