Sudah sangat familiar kita baca, dengar, memo satu ini di media-media online: "jangan merasa paling suci! Kita hanya beda jalan dalam melakukan dosa." Sudah menjadi tabiat manusia, adalah melakukan kemaksiatan. Apa kau kira dirimu nabi, yang punya legalitas suci dari yang Maha Segala --yang kemudian disebut ma'shum menurut istilah-istilah di kelas-kelas diniyah kita karena terjaga dari dosa-dosa. Sedang manusia selain mereka, para nabi, tak akan luput dari yang namanya "dosa".
Saya pernah menemukan untaian kata-kata mutiara di kitab al-Hikam yang dikarang oleh Ibnu Atho'illah as-Sakandary, kira-kira artinya seperti ini: "Karena Allah SWT mengetahui bahwa kau mudah merasa jenu dan bosan, maka Dia membikin bermacam-macam cara untuk taat. Dan karena Allah SWT mengetahui bahwa kau rakus, maka Ia batasi pada waktu-waktu tertentu supaya perhatianmu tertuju pada kesempurnaan sholat, bukan pada adanya sholat. Karena tidak semua orang yang sholat pasti benar-benar melakukan sholat."
Ketika mengaji pada Kyai saya di Bantul, beliau mengungkapkan bahwa kebaikan itu mengandung malal, banyak berpotensi jenu, mboseni kalau di Jawa. Maka diperlukan self healing untuk memompa semangat dan menanggulangi adanya rasa bosan. Kyai saya ngendikan: "Makanya semua yang diniati baik dan karena Allah, akan baik dan menjadi amal akhirat, begitu sebaliknya. Semua kembali pada niat masing-masing."
Sabda Nabi di dalam sebuah hadist: "Betapa banyak perbuatan dunia tapi menjadi amal akhirat sebab bagusnya niat, dan betapa banyak amal akhirat menjadi amal dunia karena jeleknya niat." Besok di neraka, ada golongan para pembaca al-Qur'an yang ditanya oleh Allah tentang alasan mereka membaca al-Qur'an.
Mereka menjawab: "Karena Engkau, ya Rabb."
Dia menjawab: "Tidak, kalian membaca al-Qur'an hanya untuk mencari pangkat di mata manusia."
Maka dari itu, siapa dari kalian yang tahu tentang baik dan buruknya niat? Tentang baik dan buruknya seseorang adalah otoritas Allah SWT. Dari sir inilah Allah menyembunyikan para kekasih-kekasihnya (wali-wali) di antara semua manusia, agar semua manusia tidak istihanah (merendahkan) satu sama lain. Â
Dari yang telah dipaparkan oleh Ibnu Atho'illah di atas, saya sedikit dapat pencerahan dan mengkonklusikan, bahwa keanekaragaman ibadah adalah salah satu dari bentuk kemurahan Allah SWT. Kau bisa memilih dari keanekaragaman ibadah. Tapi perlu digarisbawahi secara tebal: setelah kewajibanmu terpenuhi; sholatmu, zakatmu, puasamu, dan hal-hal wajib lainnya, dan jangan sesukahatimu. Misalnya kau membunuh orang atas dasar menyelamatkannya dari kemungkaran. Lantas ada orang menggugat perbuatanmu dan kau jawab bahwa kau menyelamatkannya dari banyaknya maksiat.
 Ini beda konsep dengan apa yang telah dilakukan Nabiyullah Khidir As terhadap anak kecil yang ada di pantai. Itupun Nabiyullah Musa As memprotes perbuatan Khidir dengan pertanyaan: "aqotalta nafsan zakiyyatan bighoiri nafs?" (mengapa kau membunuh jiwa yang suci, bukan karena membunuh orang lain?"
"laqod ji'ta syaian nukro." Sungguh, kau benar-benar telah melakukan perbuatan mungkar." Sebagai Nabi yang menyebarkan syari'at Allah, Musa bertanya menurut logika yang benar. Tapi lagi-lagi Khidir menegaskan: "Bukankah aku telah mengatakan bahwa kau tidak akan sabar bersamaku?"
Bagaimana tidak bertanya, di dalam satu riwayat, anak kecil itu sedang bermain-main bersama teman-temannya di salah satu sudut kampung, lalu Nabi Khidir sengaja menangkap anak yang paling tampan di antara semua anak itu dan membunuhnya. Dalam sebagian riwayat, Nabi Khidir membunuh anak tersebut dengan memecahkan kepalanya dengan batu. Riwayat lain menyebutkan dengan memelintir kepala anak itu hingga terputus. Ada yang mengatakan dengan mencabut begitu saja. Wallahu a'lam bisshowab, hanya Allah saja yang tahu kebenarannya.