Mohon tunggu...
Muhammad Angga Nur Setiawan
Muhammad Angga Nur Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Mahasiswa biasa yang suka dengan kopi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dinamika Sosial dan Psikologis Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Tempat Kerja: Tantangan dan Solusi

10 Desember 2024   00:43 Diperbarui: 10 Desember 2024   00:43 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dengan begitu, stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA di tempat kerja seringkali berawal dari ketakutan berlebihan terhadap penularan HIV. Banyak karyawan masih belum memahami bahwa HIV tidak menular melalui kontak fisik biasa, seperti berjabat tangan, berbagi peralatan makan, atau berada dalam satu ruangan (Fabanyo, 2022). Meskipun pemahaman tentang HIV telah berkembang seiring kemajuan ilmu pengetahuan, ketidaktahuan dan mitos masih ada di sebagian masyarakat, termasuk di kalangan pekerja. Ketakutan yang tidak berdasar ini mendorong karyawan lain untuk menjauhi ODHA atau bahkan menolak bekerja sama dalam tim. Sebagai dampaknya, ODHA sering kali harus menghadapi diskriminasi dalam bentuk penolakan sosial dan kurangnya dukungan dari rekan kerja. Perlakuan ini bukan hanya tidak adil, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia dan keadilan sosial yang seharusnya menjadi landasan di tempat kerja.

Akibat stigma yang ada, ODHA di tempat kerja kerap mengalami isolasi sosial dan eksklusi, baik secara sadar maupun tidak sadar. Sikap menjauh atau enggan berinteraksi dengan ODHA sering kali menjadi sumber tekanan psikologis yang signifikan bagi mereka (Sugiarti, 2022). Eksklusi sosial ini dapat berakibat pada rasa kesepian, depresi, dan rendahnya kepercayaan diri, yang pada akhirnya mengurangi produktivitas mereka (Yuliantika dkk., 2024). ODHA yang mengalami isolasi sosial di tempat kerja juga mungkin merasa kurang dihargai dan didukung, sehingga mereka enggan untuk terbuka atau meminta bantuan jika mengalami kesulitan. Isolasi ini bukan hanya memperburuk kondisi mental mereka, tetapi juga dapat berdampak pada kesehatan fisik, mengingat tekanan psikologis yang berkelanjutan bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh. Isolasi sosial terhadap ODHA tidak hanya merupakan masalah sosial tetapi juga melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia. Setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan setara di tempat kerja, terlepas dari status kesehatan mereka. Kebijakan perusahaan seharusnya melindungi ODHA dari tindakan diskriminatif dan memastikan lingkungan kerja yang inklusi. Dengan demikian, isolasi sosial yang dialami ODHA tidak hanya merugikan mereka secara individu, tetapi juga menghambat kontribusi mereka bagi organisasi.

Di samping itu, stereotip negatif mengenai ODHA juga berperan besar dalam menimbulkan diskriminasi di tempat kerja. ODHA sering kali dianggap kurang produktif atau lebih sering absen karena kondisi kesehatan mereka, padahal dengan pengobatan yang tepat, ODHA bisa memiliki kualitas hidup yang baik dan tetap produktif. Anggapan bahwa ODHA akan lebih sering sakit atau tidak dapat menangani beban kerja tinggi adalah pandangan yang tidak didukung fakta. Studi menunjukkan bahwa dengan pengobatan antiretroviral yang konsisten, ODHA bisa hidup sehat dan memiliki kapasitas kerja yang setara dengan individu non-ODHA (Putri dkk., 2023). Persepsi ini tidak hanya mengekang peluang karir ODHA, tetapi juga merampas hak mereka untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pekerjaan, promosi, atau proyek-proyek tertentu di perusahaan. Dengan melekatnya stereotip ini, ODHA sering kali ditempatkan dalam posisi yang kurang strategis atau bahkan diabaikan dalam penugasan penting.

Stigma, isolasi, dan stereotip negatif terhadap ODHA di tempat kerja menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk membangun lingkungan kerja yang lebih inklusif dan edukatif. Tanpa upaya serius untuk menghilangkan stigma dan memberikan pemahaman yang benar tentang HIV/AIDS, ODHA akan terus terperangkap dalam situasi yang diskriminatif. Oleh karena itu, edukasi di tempat kerja serta kebijakan perusahaan yang mendukung ODHA sangat dibutuhkan agar ODHA bisa bekerja dengan tenang dan berkontribusi maksimal bagi perusahaan.

Dinamika Psikologis Terhadap ODHA di Tempat Kerja

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sering menghadapi tantangan psikologis yang signifikan di tempat kerja, yang sebagian besar disebabkan oleh stigma dan diskriminasi yang mereka alami. Stigma ini tidak hanya berpengaruh pada kesehatan mental mereka, tetapi juga berdampak langsung pada produktivitas dan kinerja mereka di lingkungan kerja. Salah satu dampak psikologis utama dari stigma ini adalah munculnya rasa cemas dan depresi (Ninef dkk., 2023). Ketika ODHA merasakan penolakan dari lingkungan kerja, mereka sering kali diliputi oleh kekhawatiran yang berlebihan, baik terkait pandangan rekan kerja terhadap mereka maupun ketakutan akan diperlakukan tidak adil. Rasa cemas ini, yang terus menerus dirasakan, dapat berkembang menjadi depresi, apalagi ketika ODHA merasa terisolasi atau tidak memiliki dukungan sosial di tempat kerja. Dalam jangka panjang, kondisi mental yang terganggu akan berdampak langsung pada produktivitas mereka, membuat mereka lebih rentan terhadap penurunan performa dan kinerja. Penelitian oleh (Prathama et al., 2020) menunjukkan bahwa gangguan mental seperti depresi dan kecemasan adalah kondisi umum yang dialami oleh ODHA, dengan satu dari tiga ODHA melaporkan pemikiran untuk bunuh diri akibat tekanan mental yang berkepanjangan. Tekanan psikologis ini bukan hanya merugikan individu ODHA, tetapi juga organisasi yang kehilangan potensi kontribusi optimal dari karyawan yang menghadapi tekanan mental ini.

Di samping itu, stigma dan diskriminasi yang dihadapi ODHA sering kali menyebabkan mereka menginternalisasi stigma tersebut, sehingga mempengaruhi harga diri dan persepsi diri mereka secara keseluruhan. ODHA yang terus-menerus menerima perlakuan diskriminatif di tempat kerja mungkin mulai memandang dirinya sendiri sebagai orang yang tidak berharga, kurang mampu, atau bahkan tidak layak berada di lingkungan profesional (Febriyanti, 2020). Internalisasi stigma ini menciptakan perasaan rendah diri yang berkelanjutan dan berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis mereka. Dalam banyak kasus, ODHA merasa ragu untuk mengambil inisiatif atau terlibat aktif dalam kegiatan tim karena khawatir akan penilaian negatif dari rekan kerja. Dengan demikian, mereka cenderung membatasi diri dan menghindari kesempatan untuk berkembang, padahal pada dasarnya mereka memiliki kemampuan dan potensi yang setara dengan karyawan lain. Internalisasi stigma ini, dalam jangka panjang, Ketika ODHA tidak mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi stigma dan tekanan mental, organisasi kehilangan potensi kontribusi optimal dari karyawan tersebut. Hal ini menciptakan kerugian tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi tim dan perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk memahami dampak psikologis ini dan mengambil langkah-langkah untuk mendukung ODHA, di mana kontribusi dari semua anggota tim seharusnya bernilai.

Tekanan psikologis yang dirasakan ODHA juga muncul dalam bentuk perjuangan mereka untuk menyesuaikan diri dan membuktikan kemampuan mereka di tempat kerja. Banyak ODHA merasa bahwa mereka perlu bekerja lebih keras untuk menunjukkan bahwa mereka tetap produktif dan berkontribusi meskipun mengidap HIV (Noya, 2022). Penyesuaian diri ini tidak hanya memerlukan upaya fisik, tetapi juga mental, karena mereka harus mengatasi rasa takut dan kecemasan terkait penerimaan rekan kerja. Proses penyesuaian diri yang disertai dengan kebutuhan untuk membuktikan diri terus menerus menjadi beban mental yang berat bagi ODHA. Tekanan ini dapat memicu kelelahan emosional, di mana ODHA merasa terkuras karena harus terus menutupi kerentanan mereka dan menunjukkan sisi positif di lingkungan kerja yang kadang tidak mendukung. Akibatnya, banyak ODHA yang merasa terjebak dalam siklus di mana mereka harus terus berjuang untuk menunjukkan nilai diri, tetapi pada saat yang sama tetap merasakan beban psikologis akibat ekspektasi dan diskriminasi yang mereka hadapi.

Secara keseluruhan, kecemasan, depresi, internalisasi stigma, dan tekanan untuk menyesuaikan diri adalah tantangan psikologis yang berat bagi ODHA di lingkungan kerja. Oleh karena itu, dukungan psikologis yang lebih baik dari perusahaan dan rekan kerja sangat diperlukan. Menyediakan konseling, mendidik karyawan lain tentang HIV/AIDS, dan menerapkan kebijakan non diskriminatif adalah langkah penting yang dapat membantu ODHA merasa lebih diterima dan mampu berkontribusi secara maksimal tanpa harus menghadapi beban psikologis tambahan.

Solusi Dinamika Sosial dan Psikologis Terhadap ODHA

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA), perusahaan perlu melakukan serangkaian langkah komprehensif, salah satunya melalui edukasi karyawan mengenai HIV/AIDS. Edukasi di tempat kerja sangat penting untuk menghilangkan mitos dan ketidakpahaman mengenai HIV (Haryani, 2023). Banyak karyawan masih memiliki kekhawatiran yang berlebihan terkait penularan HIV, padahal virus ini hanya dapat ditularkan melalui cairan tubuh dalam situasi tertentu. Program edukasi dapat menghilangkan prasangka dan memberikan pemahaman yang benar, serta mendorong penerimaan dan empati terhadap ODHA. Edukasi ini harus fokus pada fakta-fakta tentang HIV dan cara penularannya untuk mengurangi ketakutan dan mitos yang ada di masyarakat. Selain itu, pelatihan sensitivitas bagi karyawan dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif.Dengan demikian, stigma terhadap ODHA di tempat kerja dapat diminimalisir, sehingga mereka merasa lebih diterima dan dihargai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun