Salah satu kasus penting adalah insiden carok massal di Desa Tanah Merah Laok, di mana pertikaian meningkat menjadi kekerasan yang mengakibatkan banyak korban luka dan meninggal. Peristiwa ini menyoroti tantangan yang dihadapi penegak hukum dalam menangani kekerasan yang disahkan secara budaya sambil mematuhi standar hukum. Hakim telah bergulat dengan cara mengadili kasus-kasus yang melibatkan carok. Dalam beberapa kasus, mereka telah mengakui bahwa Carok adalah budaya tetapi masih menjatuhkan hukuman berdasarkan hukum yang berlaku yang mengatur pembunuhan dan penyerangan. Peran peradilan sangat penting dalam menyeimbangkan penghormatan terhadap praktik budaya dengan kebutuhan menegakkan hukum nasional.
Tradisi Carok harus sering ditindak lanjutkan supaya tidak ada korban lagi, dengan adanya faktor-faktor seperti perkembangan peradaban dan perubahan pola pikir dan sikap karena pendidikan dan pengalaman, serta pergantian generasi dari waktu ke waktu di pulau Madura. Sikap ini didefinisikan sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif atau secara negative terhadap objek-objek tertentu (Sarwono, 2000: 27).
Meskipun carok merupakan tradisi yang diakui oleh masyarakat Madura, praktik ini sering kali bertentangan dengan hukum negara. Sanksi pidana adat dapat berkonflik dengan sanksi pidana formal, terutama bila menyangkut kekerasan atau kematian. Pemerintah daerah dan lembaga hukum sering kali berada dalam posisi sulit untuk menyeimbangkan penghormatan terhadap tradisi lokal dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Budaya Madura sesungguhnya sesuai dengan nilai- nilai sosial budaya yang positif hanya saja kemudian nilai-nilai tersebut tertutupi sikap dan perilaku negatif sebagian orang Madura sendiri, sehingga muncul stereotip tentang orang Madura dan lahir citra yang tidak menguntungkan. Kata tradisi dan budaya adalah dua kata yang sering digunakan dalam makna yang sama dalam merujuk pada makna kebiasaan atau adat suatu masyarakat tertentu, terkait dengan dengan hal tersebut, dua kata tersebut memiliki hubungan yang sangat erat, budaya memiliki cakupan yang lebih luas dari pada tradisi, budaya sebagai wujud ideal yang bersifat abstrak yang tidak dapat diraba dalam pikiran manusia yang dapat berupa ide, gagasan, norma, dan keyakinan (Koentjaraningrat, 1989: 22), jadi budaya merupakan hasil karya manusia melalui cipta, rasa, dan karsanya dibentuk dari aneka ragam tradisi, pola pikir, kebiasaan, karya seni dan sebagainya. Mereka juga menyadari bahwa perbuatan tersebut melanggar hukum agama dan negara, oleh karena itu perilaku carok adalah perbuatan dosa besar yang melanggar perintah Allah, namun menurut mereka meskipun demikian carok masih terjadi di wilayah Madura, perbuatan ini tidak mewakili masyarakat Madura tetapi lebih bersifat personal dan lokal,bagaimanapun juga nilai-nilai negatif yang dilakukan oleh beberapa atau sebagian kecil orang Madura ini mampu menutupi nilai-nilai positif yang dilakukan sebagian besar orang Madura (Wiyata, 2006: 18).
Carok merupakan fenomena kompleks yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Madura. Meskipun ada upaya untuk mengatasi masalah ini melalui pendekatan hukum, akar masalah yang berkaitan dengan harga diri dan norma sosial masih menjadi tantangan besar. Sanksi pidana adat dalam tradisi carok di Madura mencerminkan kompleksitas hubungan antara norma sosial dan hukum formal. Masyarakat masih mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari identitas budaya mereka, meskipun pertahanan hukum terus muncul. Dialog antara pemangku kepentingan adat dan pemerintah diperlukan untuk menemukan solusi yang menghormati nilai-nilai lokal sambil memastikan keamanan dan keadilan bagi semua anggota masyarakat. (MA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H