Mohon tunggu...
Muhammad Ammar Robbaanii
Muhammad Ammar Robbaanii Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Progam Studi Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran

Penulis memiliki hobi dalam bidang automotif, gadget, sejarah dan juga sosial budaya. suka berbagi pandangan baru terhadap isu-isu terkini dan nanti

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Majalah Poetri Mardika: Secercah Harapan Bagi Dunia Pendidikan Perempuan Pribumi

1 Juli 2024   13:56 Diperbarui: 1 Juli 2024   14:29 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eksistensi perempuan di Indonesia sebelum masa pergerakan nasional masih dipandang sebelah mata. Adat istiadat tradisional masyarakat Indonesia menganggap bahwa perempuan itu lebih lemah dari laki-laki dan hanya ditakdirkan untuk mengemban peran di dapur, sumur, dan kasur. 

Dengan kata lain, perempuan hanya pantas untuk melakukan pekerjaan rumah saja dan tidak berhak untuk mengambil peran di luar rumah. Pandangan inilah yang melahirkan diskriminasi gender antara perempuan dan laki-laki sehingga merenggut kebebasan perempuan untuk mengambil peran. 

Banyak perempuan yang ingin mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, tetapi mimpi yang tinggi tersebut hanyalah ilusi apabila masyarakat sekitarnya masih terikat kepada adat istiadat yang memarjinalisasikan perempuan. Nilai budaya yang sudah mengakar dalam setiap jiwa individu masyarakat sulit untuk dirubah (Sari, 2019). 

Nelson Mandela mengatakan bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Sementara itu, bagi perempuan untuk menempuh pendidikan saja merupakan hal yang sulit dicapai. Bagaimana mungkin perempuan dapat mengambil peran penting apabila menempuh pendidikan tinggi saja merupakan sebuah hal yang mustahil. 

Melihat kondisi perempuan yang menderita membuat hati segelintir perempuan tanah air tergerak untuk menyuarakan hak-hak perempuan, terutama hak untuk mengenyam pendidikan yang layak. Pada saat organisasi Boedi Oetomo muncul, keinginan perempuan untuk menyuarakan hak-haknya mulai direalisasikan melalui berdirinya organisasi perempuan pertama di tanah air, yaitu Poetri Mardika (Diniyanti, 2017). 

Poetri Mardika merupakan sebuah organisasi keputrian yang didukung oleh pelopor organisasi pergerakan nasional, yaitu Boedi Oetomo. Poetri Mardika adalah organisasi yang berideologi Nasionalisme. 

Kata “Mardika” sendiri memiliki makna merdeka. Selain itu, organisasi ini berdiri atas semangat politik etis pada tahun 1900-an yang membuat banyak organisasi bermunculan. Salah satunya ialah Poetri Mardika sebagai organisasi yang didukung oleh Boedi Oetomo tentu saja secara keorganisasian tentu saja memiliki dasar keorganisasian yang sangat baik. 

Namun amat sangat disayangkan, eksistensi Poetri Mardika tidak bertahan lama. Poetri Mardika sendiri didirikan untuk sebagai wadah bagi memperjuangkan hak-hak perempuan. 

Karena sebagaimana kita ketahui bahwa hak-hak perempuan itu sangatlah sedikit dan juga kesempatan yang dimilikinya pun sama. Maka dari itu, para perempuan bersatu dan membuat organisasi Poetri Mardika. Poetri Mardika didirikan pada tahun 1912 dan berkembang pesat sebagai wadah perjuangan hak-hak perempuan. 

Poetri Mardika sendiri juga banyak memiliki andil besar dalam upaya mewujudkan emansipasi perempuan. Salah satunya adalah dengan menerbitkan majalah yang berjudul sama dengan nama organisasinya yaitu Poetri Mardika. Tujuan dari penerbitan majalah ini sebagai sarana pendidikan dan penyebaran ide yang ingin digagas tentang emansipasi perempuan. 

Pada saat itu majalah Poetri Mardika dikenakan harga 1 Gulden untuk berlangganan selama 1 tahun dan juga harus membayar di awal terlebih dahulu. Dari majalah tersebut-lah Poetri Mardika mendapatkan uang kas organisasinya. 

Pada majalah itu Poetri Mardika ingin membangun kesadaran kaum perempuan Hindia Belanda yang memang pada saat itu sangat memprihatinkan. Poetri Mardika juga memberikan beasiswa kepada perempuan pribumi yang membutuhkan dan juga berbakat. Supaya agar dapat terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 

Isu yang disajikan dalam artikel-artikel dalam majalah Poetri Mardika berupa persoalan yang ada dalam lingkup keluarga dan masyarakat. Hidangan seperti; poligami, pernikahan anak dibawah umur, adat kebiasaan buruk memperlakukan perempuan, kesusilaan, tingkah laku dalam pergaulan, serta pentingnya pendidikan bagi anak-anak perempuan merupakan topik-topik yang sering dibahas dalam artikel majalah Poetri Mardika. 

Kehadiran majalah Poetri Mardika menjadi jendela yang membawa angin segar bagi kaum perempuan pribumi yang tidak mendapat pendidikan dengan layak. Majalah Poetri Mardika merupakan metode pengajaran yang praktis bagi perempuan pribumi pada saat itu. Selain itu, artikel-artikel dalam majalah Poetri Mardika juga berisi gagasan tentang peran perempuan yang seharusnya. 

Pada 1920, Poetri Mardika dibubarkan karena masalah finansial. Salah satu program yang dijalankan oleh Poetri Mardika adalah memberikan beasiswa pendidikan kepada perempuan pribumi. Akan tetapi, Poetri Mardika mengalami kekurangan pendanaan sehingga organisasi ini tidak mampu lagi untuk membiayai sekolah perempuan pribumi. 

Bubarnya Poetri Mardika tidak menghilangkan semangat perempuan pribumi untuk menyuarakan hak-haknya dan mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan. Keberadaan Poetri Mardika membuat para perempuan pribumi ikut tergerak untuk mendirikan organisasi serupa. Keberadaan organisasi Kartini Fonds, Kautamaan Istri, Aisyiyah, dan organisasi perempuan lainnya merupakan bukti konkrit bahwa Poetri Mardika merupakan pelopor organisasi pergerakan perempuan di Indonesia (Yanti, 2020). 

Perempuan kerap diidentikan sebagai sosok yang lemah dan tidak berhak untuk memiliki peran yang lebih besar daripada laki-laki, khususnya dalam bidang pendidikan. Terpinggirkannya peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat membuat adanya keinginan perempuan Indonesia untuk merubah pandangan tersebut. 

Suatu pandangan yang telah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat tentu saja sulit untuk dirubah. Kendati demikian, semangat perempuan Indonesia untuk mewujudkan emansipasi perempuan tidak padam. Upaya tersebut direalisasikan dengan didirikannya Poetri Mardika. 

Para perempuan pribumi bersatu dan mendirikan perkumpulan perempuan yang bernama Poetri Mardika. Poetri Mardika merupakan wadah bagi perempuan pribumi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Poetri Mardika melaksanakan berbagai upaya untuk mengangkat hak-hak perempuan pribumi, salah satunya adalah dengan mendirikan majalah Poetri Mardika.

Kehadiran majalah Poetri Mardika dapat memantik pemikiran perempuan pribumi untuk melakukan pergerakan yang dapat menaikan derajat perempuan di tanah air. Beberapa tulisan mengenai kelebihan kaum perempuan membuat perempuan pribumi berpikir ulang secara mendalam mengenai kedudukan yang seharusnya dimiliki oleh perempuan, seperti tulisan dalam artikel yang bertajuk “Toedjoean dan Sifatnja Perobahan Alam Perepoean” karya Sadikoen Todokoesoemo.

Majalah Poetri Mardika telah tersebar ke hampir seluruh wilayah Hindia Belanda. Faktor yang menyebabkan mudahnya penyebaran Majalah ini adalah karena artikel dalam majalah Poetri Mardika ditulis menggunakan Bahasa Melayu, Belanda, Inggris, bahkan berbagai Bahasa Daerah. 

Namun, sangat disayangkan setelah 7 tahun berdiri Poetri Mardika mengalami kendala finansial yang menyebabkan bubarnya organisasi ini. Akan tetapi, berakhirnya Poetri Mardika bukan berarti berakhirnya semangat perempuan pribumi untuk menyuarakan hak-hak perempuan. Semangat perempuan pribumi tak akan pernah padam meskipun mengalami berbagai kesulitan dalam bentuk apapun. 

Eksistensi majalah Poetri Mardika menjadi pemantik bagi surat kabar lain untuk mengangkat isu yang berkaitan dengan kedudukan perempuan. Meskipun majalah Poetri Mardika telah mati, semangat perempuan pribumi yang dituliskan dalam majalah Poetri Mardika tak akan pernah mati dan terus diwariskan.

Artikel ini ditulis oleh: Rafi Ramzi dan M. Ammar Rabbaanii.

Referensi: 

Darwin, M. (2004). Gerakan perempuan di Indonesia dari masa ke masa. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 7(3), 283-294. 

Diniyanti, R. (2017). Gerakan emansipasi perempuan di awal abad ke-20: poetri mardika 1912-1919 (Bachelor's thesis).

Mahayana, M.S. (2003). Majalah Wanita Awal Abad Ke-20 Corong Ide Emansipasi. WACANA, 5(1), 63-64.

Sari, N. I., & Liana, C. O. R. R. Y. (2019). Peranan Poetri Mardika Dalam Mendukung Pendidikan Perempuan Pribumi Jawa 1912-1918. AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah, 7(1), 1-11. 

Yanti, R. D. (2020). Potret gerakan perempuan pada abad ke 20 di batavia: poetri mardika 1912. Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 3(2), 138-142.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun