Lebih lanjut, sebagaimana dipahami Islam Wasathiyah, moderasi beragama adalah sikap semi-religius yang tidak condong ke kanan atau ke kiri. Moderasi bukan hanya konsep doktrin Islam, tetapi juga memiliki landasan sejarah. Kami memiliki dasar yang kokoh sebagai identitas, yaitu moderasi beragama. "Bung Karno dan Gus Dur mengingatkan kita untuk menjadi Muslim dengan menyerap ajaran mereka dan bukan budaya asal agama mereka. Emil Durkheim menjelaskan agama sebagai sistem kesatuan, satu agama, kebajikan unik bagi pemeluknya. Agama ini adalah faktor utama yang mampu menginspirasi orang untuk belajar (santri, pesantren)".
Islam tidak melarang umat Islam untuk berhubungan baik dengan non-Muslim. Menurut Al-Qur'an Al Mumtahanah ayat 8, secara historis demonstrasi moderasi dicontohkan oleh Walisongo dan dilanjutkan oleh kiai. Namun, akhir-akhir ini, banyak tantangan muncul, terkait masalah terorisme dan radikalisme, sehingga perlu lagi adanya harmonisasi moderasi beragama. Â Sunan Kalijaga menjelaskan sabdo pandito ratu, bahwa hubungan antara negara dan ulama mestinya menjadi satu kesatuan. Pemahaman kearifan lokal sesuai ajaran Islam.
Hubungan antara nilai-nilai Islam dan AswajaÂ
Nilai-nilai Islam dalam surat Al Hujurat ayat 13, mengajarkan bahwa Islam memiliki nilai-nilai multikultural. Dijelaskan bahwa peristiwa manusia (pria, wanita) menunjukkan nilai memperlakukan keberadaan manusia secara adil. Etnis berarti keragaman budaya, saling mengenal berarti saling menghormati, dan orang terbaik adalah yang paling saleh.
jika Islam dan Aswaja memiliki dasar menjadi suatu hubungan yaitu nilai-nilai moderasi, toleransi, kerukunan, saling pengertian dan saling mendukung. Juga dibagi menjadi nilai-nilai individual dan universal. Keduanya menimbulkan pandangan yang berbeda karena terkait dengan Alquran dan hadis. Jadi, seperti yang dijelaskan, perbedaan pendapat ini mengarah pada konsep dan tindakan.
"Budaya kehidupan berbangsa dan bernegara yang dipraktikkan Islam di Indonesia harus diperkuat untuk menghadapi pemikiran transnasional. Contoh ini sangat penting, seringkali sangat penting, seringkali di pesantren misalnya, kebiasaan terhadap tradisi tercermin dalam amalan islam nusantara. Bhineka Tunggal Ika dan Toleransi antar Kebhinekaan," jelas Rektor Universitas Islam Malang itu.
Selain itu, strategi penguatan budaya dengan nilai-nilai aswaja sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya. Kemudian pengorganisasian potensi sumber daya manusia yang ada dilakukan dengan rekonstruksi terstruktur, sehingga diapresiasi dalam organisasi sosial. Maka Anda harus menyelaraskannya dan menyelesaikannya dengan ukhuwah yang kuat.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI