Mohon tunggu...
Muhammad Alfatih Murod
Muhammad Alfatih Murod Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pejalan kaki

Nyaman mengungkapkan pikiran lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Memaknai Syariah dalam Frasa Perbankan Syariah

1 Agustus 2021   09:48 Diperbarui: 1 Agustus 2021   10:05 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbankan Syariah: Hukumonline.com

Jusuf Hamka atau yang akrab disapa sebagai baba alun belakangan ini tengah ramai diperbincangkan oleh publik. Bagaimana tidak, kasus dugaan pemerasan oleh sebuah bank syariah yang mendera perusahaan yang dipimpinnya telah berhasil menyedot atensi masyarakat. 

Kasus ini bermula pada Maret 2021 ketika beliau berniat melunasi sisa utang perusahaannya senilai Rp 795 miliar kepada bank syariah swasta tersebut. Pelunasan ini ia lakukan karena negosiasi penurunan margin utang yang ia lakukan sebelumnya menemui kegagalan.

Anehnya, uang tersebut tidak langsung didebitkan dari rekeningnya padahal surat perintah telah ia layangkan dan selama itu pula margin utang terus bertambah. Kejanggalan ini berujung pada raibnya uang perusahaan sebesar Rp 105 miliar rupiah dengan dalih pembayaran margin utang. 

Tak terima, beliau pun membawa kasus ini ke ranah hukum setelah melakukan somasi terhadap bank syariah swasta tersebut sebanyak tiga kali. Hingga kini, kasus dugaan pemerasan ini terus bergulir dan di bawah pengawasan OJK.

Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh sebuah bank syariah swasta ini berhasil menciptakan sentimen negatif terhadap perbankan syariah bahkan lebih jauh lagi, terhadap penerapan syariah itu sendiri. 

Meskipun beliau secara lugas menyatakan bahwa tak ingin menjelekkan citra perbankan syariah, kasus ini secara tidak langsung semakin menguatkan gaung keji yang menyatakan bahwa perbankan syariah lebih kejam daripada perbankan konvensional namun dibungkus manis dengan dalih penerapan ajaran agama. Lantas benarkah perbankan syariah sekeji itu? Dan apa yang melatarbelakangi timbulnya gaung tersebut?

Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita sedikit memahami apa itu syariah. Secara istilah syariah merupakan seperangkat aturan dalam agama Islam yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan juga antara manusia dengan manusia. 

Dilihat dari perkembangannya, syariah dapat kita kelompokkan ke dalam dua bentuk. Yang pertama ialah statis yang mana tidak akan pernah berubah selamanya dan yang ke dua dinamis, yakni dapat berubah mengikuti perkembangan zaman. Tujuan dari penerapan syariah adalah untuk melindungi agama, jiwa, keturunan, akal, harta, kehormatan, rasa aman, dan kehidupan bermasyarakat.

Syariah wajib hukumnya untuk diterapkan oleh seluruh umat Islam. Kewajiban ini timbul karena menjalankan syariah merupakan perintah Allah yang harus ditaati oleh mereka yang mengaku sebagai hamba-Nya. Syariah diwajibkan bagi seluruh umat Islam karena kesempurnaannya dan kesiapannya dalam menghadapi segala tantangan zaman. 

Oleh karenanya, menuduh orang yang menerapkan syariah bahkan menuduh syariah itu sendiri sebagai suatu yang keji merupakan tindakan yang amat sangat tercela.

Kewajiban menjalankan syariah menyebabkan umat Islam berupaya semaksimal mungkin untuk menerapkan syariah dalam segala aspek kehidupannya termasuk dalam sektor finansial. Penerapan syariah dalam sistem perbankan pada dasarnya adalah untuk menghindari perbuatan zalim atau aniaya yang jamak ditemui pada perbankan konvensional. 

Mereka yang menjalankan perbankan syariah dituntut untuk memiliki visi syariah di samping mencari laba dari bisnis mereka. Hal inilah yang pada gilirannya akan menciptakan sebuah kondisi yang saling menguntungkan bagi pihak perbankan dan juga nasabah.

Namun, selama subjek pelaksana syariah itu seorang manusia yang merupakan tempatnya salah dan lupa maka selama itu pula terdapat kemungkinan akan terjadinya kekeliruan dalam penerapannya. Kekeliruan inilah yang secara tidak langsung menciptakan sentimen negatif terhadap perbankan syariah. Kekeliruan yang paling tampak adalah belum sempurnanya sistem perbankan syariah itu sendiri. 

Perbankan syariah merupakan sebuah hal yang baru sehingga masih membutuhkan penyesuaian dan perbaikan di sana-sini. Celakanya, hal ini justru menimbulkan mispersepsi karena di saat yang sama kata syariah di gembar-gemborkan sebagai sebuah hal yang sempurna dan cocok diterapkan di setiap zaman.

Perbankan syariah mestinya dimaknai sebagai sebuah proses untuk mengintegrasikan syariah yang sempurna ke dalam sistem perbankan yang memiliki banyak kecacatan. Sehingga apabila ditemukan kekeliruan dalam prosesnya, kita selaku umat Islam khususnya yang memiliki pemahaman akan hal ini menerima dengan lapang dada segala kritik dan saran yang dialamatkan padanya. 

Upaya ini pula harus dibarengi dengan meluruskan tuduhan-tuduhan yang tidak benar terhadap syariah agar ia dapat diterima keberadaannya oleh semua pihak dan keinginan kita selaku umat Islam untuk menjalankan syariah secara menyeluruh dapat tercapai.

Daftar Pustaka:

Nurhayati (2018). Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum dan Ushul Fikih. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 2(2), 124-134.

Budiono, A. (2017). Penerapan prinsip syariah pada lembaga keuangan syariah. Law and Justice, 2(1), 54-65.

Ramalan, Suparjo (2021). Berawal dari Utang Rp800 M, Ini Kronologi Jusuf Hamka Merasa Diperas Bank Syariah Swasta. [Halaman web]. Diakses pada 1 Agustus 2021 dari

Darmayanti, Imas (2021). Apa itu Syariah? [Halaman web]. diakses pada 1 Agustus 2021 dari 

CNN Indonesia (2021). OJK Monitor Penyelesaian Masalah Jusuf Hamka dan Bank Syariah [Halaman web]. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2021 dari 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun