Tak disangka, Fandi benar-benar serius dan langsung mendaftar lomba tersebut keesokan harinya. Dalam dua minggu, kami menyelesaikan proyek lomba itu berdua. Meskipun pada akhirnya hasilnya belum sesuai harapan, proses kolaborasi antara konsep cerita dan detail gambar yang kami lalui bersama sudah menjadi hadiah tersendiri bagiku.
Tidak banyak teman sekelas yang tahu kalau aku dan Fandi bikin karya bareng. Baguslah, terhindar dari bahan pembicaraan.
Sayangnya, momen kebersamaan kami ternyata hanya bertahan hingga pertengahan semester. Sejak memasuki semester enam, kami semakin disibukkan dengan persiapan ujian sekolah, ujian praktik, dan seleksi masuk perguruan tinggi. Akibatnya, kami kehilangan kesempatan untuk berkomunikasi secara intens seperti sebelumnya.
Dia adalah orang pertama yang membuatku merasakan debaran cinta di bangku SMA, satu-satunya sosok yang pernah menghiasi hari-hariku dengan penuh warna di masa seragam putih abu-abu. Aku senang bisa mengenal orang sepertinya, meski hanya untuk sesaat dan sebagai teman biasa. Semoga kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti. Jika tidak, tak mengapa. Sukses selalu, Fandi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H