Mei 1998
Ayahku seorang guru, tak heran ia tampaknya ingin aku menjadi guru.
Suatu ketika aku menyatakan pendapatku tentang hal ini, bahwa aku tak
ingin menjadi guru.
“Pak nanti aku ingin kuliah di Jawa, di UI. Aku ingin menjadi orang yang mampu mengangkat harkat keluarga kita.”
Bapak tampak tersenyum, “kenapa kau tak di sini saja bersekolahnya,
menjadi guru, membuat orang-orang di kampung ini menjadi cerdas, tidak
bodoh lagi.”
“Tidak Pak, aku ingin menjadi orang besar, menjadi pemimpin, mengubah
keadaan, aku sudah bosan dengan begitu lambatnya pembangunan, begitu
lamanya kita menikmati sejahteranya kemerdekaan”.
Bapak hanya menghela nafas, “kalau begitu inginmu nak, aku tak akan
mencegahnya. Aku akan membantu untuk mewujudkan itu semua semampuku,
sekuatku. Berjuanglah nak menggapai itu semua.”
Mei 2002
Ayahku seorang guru, tak heran jika penghasilannya pun pas-pasan. Suatu
ketika kulihat ia berbincang dengan temannya yang sedang syukuran pindah
ke rumah baru. Lamat-lamat kudengar perbincangannya.
“Pak guru kapan membangun rumah, sudah menabung pasti?”
Bapak hanya tersenyum, “belum pak.”
“Kapan lagi pak guru?”