Mohon tunggu...
Muhammad akhwan jauhari
Muhammad akhwan jauhari Mohon Tunggu... Penulis - Tingkat 1 Fakultas Usuludin al-Azhar, Kairo, Mesir

Penulis Muhammad Akhwan Jauhari lahir di karang anyar, Lampung selatan, 09 November 1997, Pernah menempuh pendidikan di SDN 1 atap Jati Agung dan MI Al-Islah natar Lamsel, MTS Darul Ihsan,payaman,Nganjuk, dan MTs Psm Pace, Nganjuk, Jatim, Paket C PPTQ Miftahul Jannah, sekampung Lamtim.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepotong Hatiku yang Baru

19 Januari 2020   22:09 Diperbarui: 19 Januari 2020   22:11 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku mencintaimu," bisik perempuan itu sambil tersipu-malu menatapku.

"Aku juga," jawabku seraya memalingkan wajah. Mataku mencoba lari dari tatapannya.  Menahan bahagia yang amat mendalam

 "Kalau begitu, Halalkan aku !" jemari kecilnya mendesak menarik daguku menghadap paras manisnya.

"Terdiam sejanak. Sungguh, aku belum bisa," suaraku lirih kuyu menyerah tiada gairah.

"Kenapa"? Suara perempuan yang lantang dengan penuh harapan. Dan airmata yang mengalir deras

"Kau sendiri tau jawabanya, posisi kita terpisah  di antara dua benua Afrika dan Asia" Suaraku lirih menyerah dan takut kehilangan

Pada akhirnya, hanya kebisuan yang tersisa. Lalu, isak tangismu yang terdengar, merobek, dan memecah keheningan. Kau dan aku, akhirnya, belajar satu hal bahwa tak selamanya cinta bisa mengalahkan semua.

***

Jika ada makhluk paling lemah di dunia, pastilah namanya cinta.  Ya, matanya pasti buta. Kakinya rapuh. Berdirinya sempoyongan. Badannya kurus hanya tulang yang terlilit kulit. Hidupnya selalu butuh sandaran dari yang lain. Dia benar-benar tidak akan pernah bisa mandiri.

Lalu, entah kenapa banyak pemuda menulis jutaan syair indah tentang cinta. Aku sungguh tidak mengerti. Mungkinkah para penyair itu sedang mabuk cinta ketika menulis puisinya? Jangan-jangan, mereka sedang terjebak dalam halusinasi? Lalu, dalam kondisi begitukah mereka mengukir barisan kata-kata menawan dengan pena yang menari lincah?
 
Entahlah. Bagiku, deretan syair itu hanya sanjungan kebohongan karena cinta tak selalu semanis itu.

Begitu lemahnya cinta hingga dia pun tak bisa memilih. Bahkan, untuk dirinya sendiri. Dia begitu pengecut menampakkan diri di hadapan jutaan orang. Takut dia melawan tatap mata penuh penghakiman itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun