Jumlah terbesar kedua pada kelompok usia 35---44 tahun (6.885.100 orang) disusul oleh kelompok yang lebih muda dengan umur 25---35 tahun. Jika diringkas, 60,8 persen petani Indonesia berada dalam usia di atas 45 tahun.
Menyusutnya hingga 5 juta orang dalam kurun waktu 2003---2013 oleh angkatan muda menandakan tidak adanya hal yang begitu menarik bagi mereka terhadap lingkungan pertanian. Bagi mereka, kegiatan bertani bukan hal yang menjanjikan dan mempunyai masa depan yang brilian seiring dengan naiknya kebutuhan hidup sehari-hari.Â
Ini menandakan kegiatan dalam mengolah tanah dalam masyarakat agraris masih sangat kaku dan dianggap sebagai hal yang monoton serta hasil  yang sudah dapat ditebak. Hasil yang jauh dari ekspektasi jika dibenturkan dengan kenyataan melambungnya harga bahan pokok untuk hidup sehari-hari. Sehingga, pelariannya adalah mencari pekerjaan yang menurutnya lebih layak dan dianggap lebih bisa menopang biaya dan gaya hidup. Sebagai dampaknya, perputaran ekonomi dalam struktur masyarakat agraris tidak terakomodasi dengan baik serta terancamnya lahan yang hijau.
Dari data BPS tersebut, kita menaruh harapan. Jika saja angkatan muda senantiasa berkorelasi dan membentuk sebuah wajah yang dapat menjadi cerminan, tentu saja sumber daya alam yang melimpah ditopang dengan baik oleh sumber daya manusia yang unggul.
Sumber daya manusia yang memiliki  jiwa muda serta etos kerja yang prima menghasilkan produktivitas yang mapan. Dalam hal ini ditunjang oleh meleknya terhadap arus informasi (memiliki jiwa literasi).
Literasi ini merupakan langkah kecil untuk perubahan yang besar. Di antaranya adalah membiasakan diri untuk melakukan edukasi. Mulai dari berbagi pengalaman yang diperoleh dari praktik maupun teori kemudian diejawantahkan melalui tindakan-tindakan. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari penggalian sumber informasi sebagai landasan untuk bertindak.Â
Hal yang sangat tidak lazim bagi masyarakat agraris karena terbiasa dengan kehidupan yang prioritas utamanya hanya hasil, tentu membutuhkan sebuah stimulus. Salah satunya dengan cara membuat mereka terbiasa mendengar atau menyaksikan langsung ruang-ruang yang bersifat ilmiah setiap akhir pekan. Agar, masyarakat dapat beradaptasi secara perlahan.
Penyediaan sarana dan prasarana tentu saja sangat dibutuhkan. Bahkan, harus diberadakan agar terbentuk kebiasaan-kebiasaan dengan harapan masyarakat mampu mengenal dan mendekatkan diri pada dunia literasi.
"Membaca untuk kesejahteraan adalah bagian awal untuk berdaya, selangkah untuk berdaulat dalam pertanian"
Menjadi agropolitan, selain berbicara tentang aspek ekonomi, juga dapat menuntun kearifan dan refleksi dalam aspek pendidikan, literasi, lingkungan hidup, kultur sosial dan politik. Semua ini tidak terlepas dari tujuan hidup yang sangat mendasar dalam menata masa depan masyarakat agraris.
Untuk sampai kepada tujuan itu, hal yang harus dibersihkan selain hama adalah pemikiran yang tertutup. Yang harus digarap selain lahan adalah kebiasaan-kebiasaan baru.