Sabtu kemarin, 1 september 2018 saya ditemani 2 orang  teman lainnya mencoba untuk berkunjung ke salah satu tempat wisata.  BISLAB (Biseang Labboro) yang artinya dalam bahasa Makassar adalah kapal yang tenggelam atau karam.Â
Berbicara  masalah kapal, pastinya identik dengan air atau sungai atau laut, yah  kan? Nah tempat ini yang kita jumpai adalah sungai. Dengan pohon yang  rindang dan air yang bersih serta kupu-kupu  yang menepukkan sayapnya.Â
Kenapa mesti Bislab?
Yah, memangnya kenapa kalau Bislab? Â Hemmm.
Sesuai  namanya, Bislab atau Biseang Labboro atau kapal yang karam ini  sebenarnya unik. Menurut cerita rakyat terdahulu (info via google)  katanya Bislab ini adalah sebuah tempat yang dihuni oleh keluarga dan  memiliki putri sangat cantik. Hingga suatu ketika, datanglah saudagar  Cina untuk melamar salah seorang dari gadis cantik tersebut. Namun  sayang, lamarannya ditolak oleh sebab perempuan yang ingin dipersunting  itu sudah ada yang lebih dulu melamarnya.
Singkat  cerita, atas pesan ibu saudagar Cina itu yang berkata bahwa "jangan  pernah injakkan kaki di negeri Cina sebelum kau menemukan apa yang kau cari" itulah asal muasalnya. Saudagar Cina tersebut memilih untuk  menenggelamkan kapalnya disini. Samangki, Bislab
Sungai Bislab ini terletak di desa Patunuang Asue, dusun Patunuang, desa  Samangki kabupaten Maros. Sekitar 40 kilo lebih dari pusat kota  Makassar. Dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat.  Jarak tempuh cukup dengan menggunakan waktu sekitar 2 jam atau 1  setengah jam. Lumayan dekat, bukan?Â
Dengan  melintasi jalan poros Maros Bone, melewati kawasan wisata alam  Bantimurung sampai pas depan Maros Water Park, disitulah kita menepi.  Karena di antara kami semuanya baru pertama kali menginjakkan kaki,  tidak ada jalan lain selain bertanya.Â
Gampang  saja, pemilik warung tempat kami bertanya menunjukkan jalan, yang  ternyata di arahkan untuk parkir dibawah kolong rumah panggung miliknya.  Tak jadi soal, wajar saja mereka demikian. Persaingan bisnis kian  ketat, dari pada melempar rejeki, lebih baik menerima. Karena ternyata  rumah tepi jalan milik warga sekitar memang di tempati sebagai lahan  parkir yang cukup aman dengan biaya lima ribu rupiah.Â
Saatnya untuk berjalan. Tak jauh dari rumah warga tempat parkir, kita akan menjumpai papan bertulis. Eh apasih namanya?Â
Tanda  yang menjelaskan untuk mengikuti jalur ke dalam kawasan wisata ini.  Dengan melewati paving block yang lebarnya kurang lebih 200 cm mata kita  dimanjakan oleh sungai dan pohon yang rindang. Sejuknya bukan main.Â