(1) Bea Meterai dikenakan atas:Â
a. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; danÂ
b. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Dan juga ada larangan bagi pejabat berwenang untuk menerima, mempertimbangkan, atau menyimpan Dokumen yang bea materainya kurang atau belum dibayarkan yang dimana diatur pada pasal 21 ayat 1 huruf a UU Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Materai.
Lalu Bagaimana Surat yang belum di materai untuk dijadikan alat bukti dalam pengadilan perdata?
Untuk hal itu kita mengenal pemateraian kemudian, pemateraian ulang harus dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea materainya belum dilunasi. Dasar peraturan pada peraturan menteri keuangan(PMK) No. 4/2021, Pemateraian kemudian dilakukan atas dokumen terutang bea meterai tetapi tidak atau kurang dibayar serta atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Dengan adanya pemateraian kemudian bukan berarti surat/dokumen perjanjian tidak perlu dimeterai karena pemateraian kemudian memiliki sanksi administrasi sebesar 100% dari bea materai terutang. Maka itulah sebenarnya esensi dari materai dalam surat/dokumen perjanjian bukan sebagai sah atau tidaknya perjanjian tersebut tetapi untuk melunasi pajak atas dokumen yang sebagai syarat sebagai alat bukti di pengadilan. Dan juga penulis menyarankan agar pembuatan perjanjian secara tertulis dilakukan dihadapan Notaris PPAT agar perjanjin tersebut memilik kekuatan hukum yang kuat/mutlak sehingga jika terjadi suatu permasalahan yang harus sampai ke meja hijau surat perjanjian tersebut tidak anggap lemah karena hanya dibuat dibawah tanggan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H