Mohon tunggu...
Muhammad Agung Al Ahzaab
Muhammad Agung Al Ahzaab Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

orang yang berpikir

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Esensi Penggunaan Materai dalam Perjanjian

31 Desember 2021   16:00 Diperbarui: 31 Desember 2021   16:40 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo Semoga Bermanfaat,

Banyak dari teman-teman mungkin yang melakukan atau sedang melakukan perjanjian saat ini bertanya "kenapa disetiap perjanjian harus ada meterai/menggunakan materai?" ada juga yang mengatakan jika perjanjian tidak menggunakan materai berarti perjanjian itu tidak sah. Nah itu adalah pernyataan yang keliru, karena pada dasarnya sebuah perjanjian itu sah atau tidaknya mengacu pada pasal 1320 KUH Perdata yang dimana mengatur syarat sahnya perjanjian yang dimana ada empat syarat sahnya perjanjian yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Inilah syarat sahnya perjanjian yang diatur pada pasal 1320 KUHPer,ketentuan ini juga digunakan untuk transaksi jual-beli secara online yang dimana diperkuat lagi dengan UU ITE. Lalu jika salah satu syarat saja tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum(void ab initio) yang artinya dari awal perjanjian tersebut tidaklah lahir atau tidak dianggap sebagai perjanjian. 

Balik ke topik tentang penggunaan materai dalam perjanjian dengan diawali pengertian dari materai atau sering juga disebut bea materai yang mengacu pada pasal  1 angka 1 UU Bea materai,bea materai adalah pajak atas dokumen. Mungkin setelah kita ketahui pengertian dari materai cukup jelas bahwasannya materai bukan menjadi salah satu syarat sahnya perjanjian. Namun materai erat hubungannya dengan dokumen.

Mengapa materai erat hubungannya dengan dokumen perjanjian?

Karena surat/dokumen yang natinya menjadi alat bukti dalam persidangan(khususnya dalam persidangan perdata) haruslah surat yang dibayarkan pajaknya atau sudah membayar pajak oleh karena itu diakui oleh negara. Sehingga tidak ada sebenarnya untuk memperkuat tapi hanya sebagai syarat untuk dijadikan  bukti yang diperkarakan di pengadilan. Hal ini diperkuat oleh UU Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Materai pada pasal 3 ayat 1 yang berbunyi:

(1) Bea Meterai dikenakan atas: 

a. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan 

b. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Dan juga ada larangan bagi pejabat berwenang untuk menerima, mempertimbangkan, atau menyimpan Dokumen yang bea materainya kurang atau belum dibayarkan yang dimana diatur pada pasal 21 ayat 1 huruf a UU Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Materai.

Lalu Bagaimana Surat yang belum di materai untuk dijadikan alat bukti dalam pengadilan perdata?

Untuk hal itu kita mengenal pemateraian kemudian, pemateraian ulang harus dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea materainya belum dilunasi. Dasar peraturan pada peraturan menteri keuangan(PMK) No. 4/2021, Pemateraian kemudian dilakukan atas dokumen terutang bea meterai tetapi tidak atau kurang dibayar serta atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Dengan adanya pemateraian kemudian bukan berarti surat/dokumen perjanjian tidak perlu dimeterai karena pemateraian kemudian memiliki sanksi administrasi sebesar 100% dari bea materai terutang. Maka itulah sebenarnya esensi dari materai dalam surat/dokumen perjanjian bukan sebagai sah atau tidaknya perjanjian tersebut tetapi untuk melunasi pajak atas dokumen yang sebagai syarat sebagai alat bukti di pengadilan. Dan juga penulis menyarankan agar pembuatan perjanjian secara tertulis dilakukan dihadapan Notaris PPAT agar perjanjin tersebut memilik kekuatan hukum yang kuat/mutlak sehingga jika terjadi suatu permasalahan yang harus sampai ke meja hijau surat perjanjian tersebut tidak anggap lemah karena hanya dibuat dibawah tanggan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun