Mohon tunggu...
MUHAMMAD AGAM DWIPUTRA
MUHAMMAD AGAM DWIPUTRA Mohon Tunggu... Arsitek - Mahasiswa_S1 Arsitektur Universitas Mercubuana

NIM : 41221120005 Universitas Mercu Buana Meruya, Fakultas Teknik prodi Arsitektur. Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 12 - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

28 November 2024   23:45 Diperbarui: 28 November 2024   23:45 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mens Rea & Actus Reus modul Prof Apollo

KUIS 12

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

Sejarah Konsep Actus Reus dan Mens Rea


Edward Coke, tokoh besar dalam perkembangan hukum pidana di Inggris pada abad ke-17, memegang peranan penting dalam pembentukan konsep Actus Reus dan Mens Rea.

Actus Reus merujuk pada unsur perbuatan fisik yang menimbulkan akibat hukum, sedangkan Mens Rea merujuk pada unsur kesengajaan atau kesadaran pelaku atas perbuatannya.

Kedua konsep ini secara bersama-sama menentukan seseorang dapat dituntut atas suatu tindak pidana. Actus Reus dan Mens Rea memberikan landasan yang kuat dalam penegakan hukum terhadap berbagai tindak pidana, termasuk dalam kasus "penjahat bisnis" di Indonesia.

Peran Edward Coke


Edward Coke dikenal sebagai tokoh yang memengaruhi hukum pidana dengan memperjelas perbedaan antara perbuatan fisik (Actus Reus) dengan unsur kesengajaan atau kesengajaan (Mens Rea) dalam melakukan tindak pidana.
Pemikiran Coke menjadi dasar penting dalam menentukan pertanggungjawaban pidana seseorang, baik dalam kasus kejahatan umum maupun kasus "penjahat bisnis" di Indonesia.

Di Indonesia, asas Actus Reus dan Mens Rea dianut dalam sistem hukum pidana yang mirip dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Namun, penerapannya terkadang menghadapi tantangan dalam konteks "penjahat bisnis". Kasus-kasus seperti korupsi, penipuan, pencucian uang, dan pelanggaran keuangan lainnya sering kali melibatkan aspek-aspek kompleks yang melibatkan pertimbangan moral, etika bisnis, dan keadilan ekonomi.

Penerapan konsep Actus Reus dan Mens Rea dalam kasus "penjahat bisnis" penting dalam menentukan kesalahan dan memberikan sanksi yang sesuai. Actus Reus membantu menentukan apakah tindakan fisik yang dilakukan memenuhi standar hukum pidana yang diperlukan untuk dinyatakan sebagai kejahatan. Misalnya, apakah penggelapan atau pencucian uang telah terbukti secara konkret dalam praktik bisnis.

Sedangkan Mens Rea menilai apakah pelaku memiliki niat jahat atau kesadaran akan dampak negatif dari tindakannya. Dalam konteks "penjahat bisnis", Mens Rea dapat mengungkapkan apakah ada niat untuk menipu investor, menyembunyikan informasi keuangan, atau mengambil risiko yang tidak etis dalam operasi bisnis.

Edward Coke memperjuangkan prinsip bahwa untuk menentukan seseorang bersalah atas suatu kejahatan, baik Actus Reus maupun Mens Rea harus dibuktikan tanpa keraguan yang wajar. Kontribusinya membantu mengarahkan sistem hukum pidana menuju prinsip-prinsip keadilan dan transparansi, yang akhirnya memengaruhi perkembangan hukum pidana di banyak negara, termasuk Indonesia.

Actus Reus dan Mens Rea dalam Kasus Korupsi di Indonesia

Konsep Actus Reus dan Mens Rea yang dikemukakan oleh Edward Coke merupakan dua unsur penting dalam menentukan pertanggungjawaban pidana seseorang. Actus Reus merujuk pada suatu perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum pidana, sedangkan Mens Rea merujuk pada kesengajaan atau kesalahan mental pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut.

Dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia, konsep Actus Reus dan Mens Rea juga menjadi landasan yang kuat. Actus Reus dalam kasus korupsi dapat berupa penyalahgunaan wewenang, penggelapan uang negara, atau memperkaya diri sendiri secara melawan hukum.

Di sisi lain, Mens Rea dalam kasus korupsi dapat berupa kesengajaan, kesengajaan, atau kelalaian pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut. Pembuktian adanya unsur Mens Rea penting dalam menentukan seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana korupsi yang dilakukannya.

Mens Rea & Actus Reus modul Prof Apollo
Mens Rea & Actus Reus modul Prof Apollo

Actus Reus: Tindakan yang Melekat

Actus Reus mengacu pada unsur fisik atau perbuatan pidana yang harus ada untuk dapat menuduh seseorang melakukan tindak pidana. Dalam konteks bisnis di Indonesia, Actus Reus dapat berupa perbuatan nyata seperti penipuan, pencurian, penggelapan, atau perbuatan pidana lainnya yang dilakukan oleh pelaku usaha.

Misalnya, penggelapan dana perusahaan, manipulasi laporan keuangan, atau pelanggaran hak kekayaan intelektual dapat dianggap sebagai Actus Reus dalam kasus bisnis di Indonesia.

Penerapan Actus Reus dalam kasus bisnis di Indonesia sering kali melibatkan bukti konkret berupa transaksi keuangan, dokumen palsu, atau tindakan nyata yang merugikan pihak lain atau masyarakat umum. Misalnya, penggelapan pajak yang melibatkan pengalihan aset perusahaan untuk menghindari kewajiban perpajakan yang seharusnya.

Mens Rea: Kesengajaan dan Niat Jahat

Mens Rea, di sisi lain, mengacu pada unsur subjektif dari suatu tindak pidana, yaitu niat atau maksud yang disengaja untuk melakukan suatu tindakan yang dilarang atau merugikan pihak lain.

Dalam konteks bisnis, Mens Rea dapat mencakup niat untuk menipu investor, dengan sengaja menyembunyikan informasi material, atau mengambil keuntungan pribadi yang melanggar hukum dari operasi perusahaan.

Penerapan Mens Rea seringkali lebih kompleks dalam konteks bisnis karena melibatkan analisis motivasi dan tujuan tindakan tersebut. Misalnya, dalam kasus perdagangan orang dalam, Mens Rea akan berfokus pada apakah seorang individu dengan sengaja menggunakan informasi orang dalam yang bersifat rahasia untuk keuntungan pribadi, meskipun mengetahui bahwa tindakan tersebut melanggar hukum.

Kasus Korupsi E-KTP di Indonesia


Kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) di Indonesia merupakan salah satu kasus korupsi besar yang terjadi pada tahun 2011 dan 2012. Kasus ini bermula dari berbagai kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP.


Kronologi Kasus


Proses Lelang Tender yang Tidak Transparan:
Proses lelang tender proyek e-KTP diwarnai berbagai kejanggalan, seperti persyaratan yang tidak wajar dan informasi yang diberikan kepada peserta tender tidak lengkap.
Hal ini menimbulkan dugaan adanya manipulasi untuk menguntungkan pihak tertentu dalam proses pengadaan proyek e-KTP.


Kerugian Negara yang Besar:
Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan bahwa proyek e-KTP menimbulkan kerugian negara sebesar Rp2,55 triliun.
Jumlah tersebut sangat besar dan menjadi salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia.


Penyelidikan dan Penangkapan Tersangka:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penyidikan dan akhirnya menetapkan beberapa tersangka, termasuk politisi dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam kasus ini.
Beberapa tersangka yang telah ditangkap dan diadili antara lain Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI, dan Irman, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.


Upaya Pemulihan Kerugian Negara:
Dari total kerugian negara sebesar Rp 2,55 triliun, KPK telah berhasil mengembalikan sekitar Rp 250 miliar ke kas negara.
Proses pemulihan kerugian negara tersebut masih terus berlangsung.
Kasus korupsi e-KTP menunjukkan betapa besarnya potensi kerugian negara yang dapat ditimbulkan oleh praktik korupsi, terutama dalam proyek-proyek pemerintah. Kasus ini juga menjadi contoh penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Getty Images 
Getty Images 


BBC Indonesia 
BBC Indonesia 
Actus Reus: Penyalahgunaan Kewenangan dan Penggelapan Dana

Dalam kasus korupsi proyek e-KTP di Indonesia, Actus Reus dapat dilihat dari tindakan nyata yang dilakukan oleh para tersangka, antara lain:

- Penyalahgunaan Wewenang dalam Kasus Korupsi E-KTP

Dalam kasus korupsi proyek e-KTP di Indonesia, Actus Reus dapat dilihat dari penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintah yang terlibat. Penyalahgunaan wewenang: Pejabat pemerintah yang terlibat, seperti mantan Ketua DPR Setya Novanto, diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam proses pengadaan proyek e-KTP. Berdasarkan sumber yang ada, Setya Novanto selaku Ketua DPR diduga terlibat dalam penyusunan anggaran proyek e-KTP dan memastikan usulan anggaran tersebut lolos di DPR, padahal hal tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang.

Selain itu, KPK juga menduga adanya perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek e-KTP. Pembuktian penyalahgunaan wewenang ini menjadi salah satu unsur penting Actus Reus dalam kasus korupsi e-KTP di Indonesia.

- Penggelapan Dana dalam Kasus Korupsi E-KTP

Selain penyalahgunaan wewenang, Actus Reus dalam kasus korupsi proyek e-KTP juga dapat dilihat dari adanya indikasi penggelapan dana. Penggelapan Dana: Terdapat indikasi penggelembungan dana dalam proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara. Berdasarkan sumber yang ada, proyek e-KTP telah menghabiskan dana sekitar Rp6 triliun, namun terdapat dugaan penggelembungan anggaran hingga Rp2,3 triliun. KPK juga menduga adanya aliran dana dari pemenang tender proyek e-KTP ke sejumlah pihak, termasuk wakil rakyat di DPR. Hal ini mengindikasikan adanya tindakan penggelapan dana yang merugikan keuangan negara. Bukti perbuatan penggelapan dana ini menjadi salah satu unsur penting Actus Reus dalam perkara korupsi e-KTP di Indonesia.

Mens Rea: Niat untuk Memperkaya Diri Sendiri

Sementara itu, Mens Rea dalam kasus ini dapat dilihat dari adanya niat dan kesengajaan para tersangka untuk memperkaya diri sendiri secara melawan hukum:

- Niat Memperkaya Diri dalam Kasus Korupsi E-KTP

Berdasarkan sumber yang ada, para tersangka diduga memiliki niat untuk mengambil keuntungan pribadi secara melawan hukum dari proyek e-KTP. Hal ini terlihat dari adanya dugaan penggelembungan anggaran dan aliran dana kepada pihak-pihak tertentu, termasuk wakil rakyat di DPR. Sumber-sumber menunjukkan bahwa para tersangka diduga dengan sengaja melakukan tindakan yang merugikan keuangan negara, seperti penggelembungan anggaran dan aliran dana kepada pihak-pihak yang tidak seharusnya, dengan tujuan untuk memperkaya diri secara melawan hukum. Pembuktian adanya niat dan kesengajaan para tersangka untuk memperkaya diri secara melawan hukum merupakan unsur Mens Rea yang penting dalam kasus korupsi e-KTP di Indonesia.

- Penyembunyian Informasi Secara Sengaja dalam Kasus Korupsi E-KTP

Selain adanya niat untuk memperkaya diri sendiri, Mens Rea dalam kasus korupsi e-KTP di Indonesia juga dapat dilihat dari adanya indikasi bahwa para tersangka secara sengaja menyembunyikan informasi penting yang terkait dengan proyek tersebut.
 Penyembunyian informasi secara sengaja: Berdasarkan sumber yang ada, terdapat indikasi bahwa para tersangka secara sengaja menyembunyikan informasi penting yang terkait dengan proyek e-KTP. Hal ini menunjukkan adanya niat dan kesengajaan dari para tersangka untuk menutupi perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Pembuktian adanya niat untuk menyembunyikan informasi tersebut merupakan salah satu unsur penting Mens Rea dalam kasus korupsi e-KTP di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun