Entah kenapa suasana gerbong itu jadi penuh dengan gaduh mereka bertiga soal wong londo di depan kami. Kuperhatikan bapakku hanya sibuk dengan korannya. Sedangkan ibuku melihat keluar jendela, begitu juga dengan wong londo itu. Sesekali kuperhatikan wong londo itu, masih ada rasa takjub bagaimana tuhan menciptakan perbedaan jenis fisik manusia. Sementara tiga mahasiswa penumpang di kursi seberang makin menjadi-jadi membicarakan wong londo di depan kami.
Mereka bertiga berbicara dalam bahasa Jawa. Memungkinkan aku yang juga berbicara Jawa paham apa yang mereka bertiga gunjingkan. Salah satu kata yang masih mereka tonjolkan ialah, 'londo bedes' alias bule monyet. Menggunakan bahasa Jawa juga memungkinkan orang tujuan yang bukan orang berbahasa Jawa tidak memahami pembahasan, bahkan kala orang itu adadi depan kita. Maka jadilah mereka bertiga habis-habisan menggunjing wong londo itu.
Dalam diamnya kedua orang tuaku, ditambah gaduhnya suara tiga mahasiswa di kursi seberang, membuatku makin suntuk. Pemandangan di luar kereta yang pada perjalanan ke Jogja sebelum ini menarik perhatianku, kini tampak biasa. Sedangkan tiga mahasiswa tadi masih juga menggunjing wong londo itu.
"uuhhh... dasar londo bedes!" seru salah seorang dari mereka.
Lalu tiba-tiba seorang berkata, "Nyuwun sewu mas-mas, kulo badhe kesa WC."5 Aku yang setengah suntuk dalam hati terkejut. Wong londo itu bisa berbahasa Jawa! Bahkan Jawaalus6!
Sontak tiga mahasiswa tadi kulihat terperangah diam. Menyadari bahwa wong londo yang mereka rasani7 dalam bahasa Jawa dari tadi, ternyata mengerti dan bisa berbahasa Jawa. Dan itu berarti semenjak tadi wong londo itu tau kalau dirinya tengah digunjing.
Setelah mengucap nyuwun sewu, wong londo tadi segera beranjak. Barangkali ke WC, seperti ucapan nyuwun sewu-nya. Tapi dalam benakku kupikir ia tidaklah ke WC, tapi sekedar memberitahu tiga mahasiswa tadi bahwa ia dari semula sudah paham semua gunjingan tentang dirinya.
Kutarik lengan baju bapakku, "Pak, pak, wong londo itu bisa bicara Jawa alus..."
"He-em. Bapak tau."
"Kok bisa ya Pak?" tanyaku polos.
"Jelas karena mereka belajar tentang budaya dan bahasa kita. Itulah kenapa jangan sampai kita melupakan dan malu pada budaya dan bahasa kita sendiri, orang bule saja belajar budaya dan bahasa kita."