Sosok Gajah Mada dikenal masyarakat Indonesia sebagai patih Kerajaan Majapahit yang memiliki impian untuk dapat menyatukan Nusantara. Impian tersebut ia tuang dalam Sumpah Palapa yaitu sumpah yang Gajah Mada lakukan dengan janji tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan seluruh Nusantara. Sumpah Palapa dan sosok Gajah Mada akhirnya dikenal sebagai inspirasi dalam menyebarkan rasa persatuan dan kesatuan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Gajah Mada berjuang menyatukan Nusantara melalui jalur peperangan dan pertemuan antar kerajaan.
Siapa sangka, ternyata selain Gajah Mada masih terdapat tokoh-tokoh lainnya di Indonesia yang juga turut berhasil dalam menyatukan seluruh Nusantara. Raja Ali Haji adalah salah satu tokoh Melayu dari Kesultanan Riau-Lingga yang berhasil menyatukan seluruh bangsa Indonesia atau Nusantara melalui jalannya sendiri. Jika Gajah Mada memilih jalur penaklukan, maka Raja Ali Haji berjuang melalui jalur kebahasaan. Bahasa Melayu menjadi sarana penting dalam perjuangan Raja Ali Haji. Pedoman Bahasa Melayu yang diciptakan olehnya inilah yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia, bahasa pemersatu bangsa.
Sosok Raja Ali Haji
Sosok Raja Ali Haji sudah sangat dikenal di Tanah Melayu. Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad merupakan seorang keturunan Melayu-Bugis yang diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia. Ia merupakan pujangga, ulama, dan sejarawan Kesultanan Riau-Lingga. Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad dan merupakan seorang keturunan Melayu-Bugis. Ia diperkirakan lahir pada 1808 dan meninggal di Pulau Penyengat, Kesultanan Riau-Lingga pada 1873.
Raja Ali Haji adalah cucu dari Raja Haji Fisabilillah, seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang juga merupakan Yang Dipertuan Muda IV Kesultanan Riau-Lingga. Lokasi makam Raja Ali Haji berada dalam satu komplek dengan makam Engku Putri. Engku Putri Raja Hamidah adalah putri Raja Haji Fisabilillah yang juga permaisuri dari Sultan Mahmud Syah III. Pulau Penyengat adalah mas kawin pernikahan Engku Putri.
Raja Ali Haji merupakan anak dari Raja Ahmad yang bergelar Engku Haji Tua. Menurut Virginia Matheson dan Barbara Watson Andaya dalam The Precious Gift (Tuhfat al-Nafis) dan dikutip oleh Samsul Anwar, memperkirakan bahwa ketika di Kelang, Raja Ahmad menikah dalam usia 25 tahun dengan Hamidah, puteri Panglima Perang Selangor, Malik. Dari perkawinan inilah, lahir Raja Ali Haji sebagai anak kedua. Raja Ali Haji memiliki enam orang saudara yaitu: 1) Raja Muhammad Said (meninggal sepulangnya dari Betawi), 2) Raja Haji Daud, 3) Raja Abdul Hamid, 4) Raja Usman, 5) Raja Haji Umar, dan 6) Raja Haji Abdullah.
Raja Ali Haji dan Dunia Pendidikan
Raja Ali Haji mendapatkan pendidikan di lingkungan istana Kesultanan Riau-Lingga. Raja Ali Haji juga belajar kepada ulama-ulama yang datang ke Pulau Penyengat. Ia juga belajar saat sedang menjalankan perjalanan ke Batavia dan Mekkah, Arab Saudi. Perjalanannya saat belajar ke Batavia dan Mekkah tercatat dalam karya-nya yaitu Tuhfat al-Nafis.
Dalam buku Berkekalan Persahabatan: Surat-Surat Raja Ali Haji ke Von De Wall yang ditulis oleh Jan van der Putten dan Al Azhar, disampaikan bahwa Raja Ali Haji banyak menghabiskan waktunya di Pulau Pengujan tiap akhir pekan. Di Pengujan, beliau mengajar agama kepada 60-an orang murid yang merupakan orang Melayu. Beliau membangun sembilan pondok berdinding kajang sebagai tempat mengajar. Para murid yang belajar agama juga tinggal di pondok tersebut karena mereka tidak hanya berasal dari Pengujan tetapi juga dari daerah sekitarnya seperti Tembeling, Busung, Penaga, hingga Penyengat.
Raja Ali Haji banyak menghasilkan karya-karya yang berperan penting dalam dunia kebahasaan Melayu. Mahakaryanya yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas yaitu sebuah gurindam terdiri dari 12 pasal yang berisi nasihat dan petunjuk menuju hidup yang diridhai Allah SWT. Gurindam Dua Belas sangat terkenal dan telah menjadi pedoman hidup orang Melayu di Kepulauan Riau sejak dahulu kala. Tiap-tiap pasal di Gurindam Dua Belas bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu.
Salah satu pasal yang paling terkenal dari Gurindam Dua Belas adalah pasal pertama yang berbunyi:
Ini Gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
Maka ia itulah orang yang ma'rifat
Barang siapa mengenal Allah,
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
Tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
Tahulah ia dunia mudarat.
Gajah Mada dari Tanah Melayu
Raja Ali Haji merupakan pencatat pertama dasar tata bahasa Melayu melalui buku Pedoman Bahasa dan menjadi standar bahasa Melayu. Standar bahasa Melayu yang ia catat inilah yang akhirnya ditetapkan sebagai bahasa Indonesia dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928. Maka dari itu, ia sering dikenal sebagai Bapak Bahasa Indonesia dan Pulau Penyengat dikenal sebagai tempat asal bahasa Indonesia.
Sebagai pencatat pertama dasar tata bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia, Raja Ali Haji sudah sepantasnya diberi gelar yang sama seperti Gajah Mada yaitu pejuang persatuan Indonesia. Jika Gajah Mada berjuang menyatukan Nusantara melalui peperangan, maka Raja Ali Haji menyatukan Nusantara melalui bahasa. Posisi bahasa Melayu sebagai lingua franca di dunia perdagangan dan pelayaran Nusantara menjadi alasan besar ditetapkannya bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia yang dikenal oleh suku bangsa lainnya di Indonesia. Posisi bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia tidak akan terlepas dari kontribusi Raja Ali Haji yang membuat standarisasi bahasa Melayu menjadi bahasa yang dipandang lebih 'elit' karena memiliki pedoman dan standar bahasanya sendiri. Dengan pedoman dan standar bahasa Melayu yang diciptakan oleh Raja Ali Haji, seluruh suku bangsa di Indonesia dapat berkomunikasi dan mengerti satu sama lain sehingga menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Bahkan tidak hanya berkontribusi dalam perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, Raja Ali Haji juga berkontribusi dalam penyusunan kamus bahasa Melayu ke dalam bahasa Belanda. Beliau bersahabat baik dengan Hermann Von De Wall, seorang sarjana kelahiran Jerman sekaligus pegawai pemerintahan Hindia-Belanda yang bertugas menyusun kamus Bahasa Melayu-Belanda.
Karya-karyanya
      Raja Ali Haji juga banyak menerbitkan karya-karya lainnya. Beliau menulis dua buku dalam bidang kebahasaan Melayu dan pendidikan yaitu Bustan al-Katibin (1850) dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1858). Kitab Pengetahuan Bahasa yaitu Kamus Bahasa Melayu Riau-Lingga penggal yang pertama merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Beliau juga menulis buku dalam bidang hukum dan pemerintahan seperti Muqaddima Fi Intizam (1887) dan Tsamarat Al- Muhimmah (1888). Beliau juga terjun dalam dunia kepenulisan sejarah dengan mengeluarkan Tuhfat Al-Nafis (1865), Silsilah Melayu dan Bugis (1866), Tawarikh al-Sughra, Tawarikh al-Wusta, Tawarikh al-Kubra, dan diperkirakan beliau juga menulis naskah Peringatan Sejarah Negeri Johor dan Sejarah Riau-Lingga dan Daerah Takluknya. Selain itu, beliau juga terjun dalam dunia karya sastra berazaskan Islam dengan menerbitkan beberapa syair seperti Syair Abdul Muluk (1846), Syair Suluh Pegawai (1866), Syair Siti Shianah (1866), Syair Awai, Syair Sinar Gemala Mestika Alam (1895), Syair Taman Permata, dan Syair Warnasarie.
Makam Raja Ali Haji
      Jika Anda sangat terkesan dengan perjuangan Raja Ali Haji dan ingin berziarah ke makam beliau, Anda dapat mengunjungi Pulau Penyengat di Kota Tanjungpinang. Makam Raja Ali Haji berada dalam satu kompleks yang sama dengan Makam Engku Putri Raja Hamidah. Dari Tanjungpinang menuju Pulau Penyengat, dapat menggunakan perahu bermotor yang disebut dengan pompong. Setiba di Pulau Penyengat, perjalanan dapat dilanjutkan dengan menggunakan ojek, becak motor, sepeda, maupun jalan kaki menuju Makam Raja Ali Haji yang tidak jauh dari Pelabuhan. Saat berkunjung ke Makam Raja Ali Haji, diharapkan wisatawan dapat bertingkah laku yang baik serta menggunakan pakaian yang sopan.
Pembuktian dan Inspirasi
      Raja Ali Haji telah membuktikan bahwa menyatukan bangsa tidak hanya dapat dilakukan melalui jalur peperangan maupun diplomasi. Perjuangan Raja Ali Haji menyadarkan bahwa bahasa menjadi poin sangat penting dalam persatuan dan kesatuan bangsa. Bayangkan jika Raja Ali Haji tidak menetapkan standar bahasa Melayu, maka standar bahasa Indonesia akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dibakukan dan masyarakat dari berbagai suku bangsa di Indonesia tidak dapat berkomunikasi dengan cepat karena saling tidak mengerti antar bahasa daerah satu sama lain. Peran Raja Ali Haji sungguh besar karena membuat seluruh masyarakat Indonesia dapat saling mengerti dan saling berkomunikasi dengan standar bahasa Indonesia yang sudah ditentukan dari standarisasi bahasa Melayu.
      Perjuangan Raja Ali Haji mengajarkan kita semua bahwa berperan untuk persatuan dan kesatuan bangsa dapat dilakukan melalui jalur manapun, tidak hanya dalam bidang militer atau pemerintahan. Setiap warga negara Indonesia dapat berperan untuk persatuan dan kesatuan bangsa melalui profesi, hobi, minat, dan kegiatan masing-masing dengan tetap mengedepankan kebudayaan asli bangsa Indonesia dalam tiap sendi kehidupan sehari-hari. Sosok Raja Ali Haji bagaikan Gajah Mada dari Tanah Melayu, sama-sama berjuang menyatukan bangsa melalui jalur yang berbeda tetapi dengan tujuan yang mulia.
REFERENSI
Adryamarthanino, Verelladevanka. 2021. Raja Ali Haji: Kiprah dan Karyanya. Kompas.com. https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/29/160000379/raja-ali-haji--kiprah-dan-karyanya?page=all
Arman, Dedi. 2018. Raja Ali Haji dan Kiprah Dibidang Pendidikan. Kebudayaan Kemdikbud. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/raja-ali-haji-dan-kiprah-dibidang-pendidikan/
Hooker, Virginia Matheson. 1973. Tuhfat Al-Nafis ( The Precious Gift) : A Nineteenth Century Malay History, Critically Examined. Melbourne: Monash University.
Kelasmayaku. 2010. Gurindam 12, Raja Ali Haji. Kelasmayaku. https://kelasmayaku.wordpress.com/2010/10/21/gurindam-12-raja-ali-haji/
Nurdyansa. 2020. Biografi Raja Ali Haji, Pahlawan Nasional Pengarang Gurindam Dua Belas. Biografiku. https://www.biografiku.com/biografi-raja-ali-haji/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H