Mohon tunggu...
Muhammad Ichsan
Muhammad Ichsan Mohon Tunggu... Freelancer - Menyukai seni sastra, sosial dan budaya

http://ichsannotes.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Menua: Menggali Kebijaksanaan Dari Masa Lampau

12 Juli 2023   12:02 Diperbarui: 12 Juli 2023   12:21 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deskripsi kolam bata coklat tua juga menciptakan gambaran yang kuno dan usang, menggambarkan betapa lama masa lalu telah berlalu dan berdiam dalam pikiran Aku-lirik. Sebagai seorang bocah yang termangu di sana, ia merasakan kehadiran kuat dari masa lalu, menyiratkan bahwa pengaruh masa lalu dapat membawanya ke dalam perasaan yang mendalam, mengingatkan pada pengalaman masa kanak-kanak yang menggugah emosi.

Bait kedua:

Bait kedua dalam puisi ini, saya menggunakan majas simbolisme atau alegori. Dalam bait ini, saya menggambarkan Aku-lirik menyaksikan "seekor katak sedang berdendang tentang hujan yang tak jadi turun".

Dapat saya jelaskan bahwa makna yang tersirat dari penggunaan majas ini adalah sebagai simbolisasi yang mewakili pengertian tentang harapan yang tidak terpenuhi atau kekecewaan. "Katak dan lagunya" itu adalah sebagai perlambang. Sedangkan, "hujan yang tak jadi datang" melambangkan sesuatu yang diinginkan atau dinantikan, namun akhirnya tidak terjadi atau tidak terwujud. Katak yang berdendang tentang hujan yang tak jadi datang menciptakan gambaran yang ironis, di mana ada upaya untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak nyata atau tidak terjadi.

Citraan yang terasa adalah kekecewaan, harapan yang pupus, dan ketidakpastian. Katak yang berdendang menciptakan gambaran kehidupan yang penuh dengan harapan dan mimpi, namun realitas seringkali tidak sesuai dengan yang diinginkan. Melalui katak yang berdendang tentang hujan yang tak jadi datang, melalui puisi ini saya menggambarkan kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian dan kekecewaan akan harapan yang tidak terwujud.

Bait ketiga:

Dalam puisi, bait ketiga menggunakan majas perbandingan atau simile. Saya, sebagai penulis puisi ini membandingkan tetesan embun semalam yang menetes dari daun bambu dengan melodi yang indah seperti nada lagu.

Makna yang tersirat dari penggunaan majas ini adalah bahwa Aku-lirik puisi merasakan sendiri suara tetesan embun sebagai sesuatu yang memiliki keindahan dan keharmonisan seperti melodi lagu. Dalam penggambaran ini, embun yang menetes dari daun bambu tidak hanya memiliki aspek visual, tetapi juga memiliki efek auditif yang membangkitkan kesan musikal. Melalui majas ini, saya ingin mengatakan bahwa perlunya sensivitas terhadap fenomena alam, di mana kepekaan itu akan mampu menangkap keindahan, bahkan suara embun yang jatuh akan menghasilkan nada-nada yang memikat hati dan merangsang indra pendengaran.

Saya sengaja menciptakan citraan alam yang harmonis dan menenangkan dengan menggambarkan tetesan embun bagaikan melodi nan indah dalam sebuah lagu. Hal ini juga memberikan nuansa positif di tengah refleksi personal saya terhadap subjek puisi. Melalui majas ini, sebagai penulis puisi saya ingin mengekspresikan keindahan alam dan bagaimanapun alam bisa memberikan penghiburan dan kelegaan dalam situasi emosional yang kompleks.

Bait keempat:

Bait keempat puisi ini menggunakan majas repetisi atau epanadiplosis. Dalam baris tersebut, saya mengulang kata "lesu" pada kalimat pertama dan mengulang kata "membisu" pada kalimat kedua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun