Mohon tunggu...
Muhammad Ichsan
Muhammad Ichsan Mohon Tunggu... Freelancer - Menyukai seni sastra, sosial dan budaya

http://ichsannotes.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Romantisme Puisi Dermaga Biru

28 Februari 2016   21:20 Diperbarui: 28 Februari 2016   22:13 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baiklah kita langsung saja mulai mencoba memaknai puisi Dermaga biru dari penyair Christian Dari Timor ini.

Secara tematik penyair membentuk bangunan puisinya dengan pokok pikiran tentang perasaan si Subjek-Lirik merindukan kekasihnya. Pada bait pertama, kerinduan diungkapkan dengan menyajikan imaji visual suasana kesenduan senja yang bertempat di dermaga biru.

//ada sepotong senja yang kupetik di dermaga biru/

Rona senja yang syahdu mempengaruhi suasana batin Subjek-Lirik yang (biru) hanyut dalam kerinduannya menemui kembali tambatan hati

//kularung di atas rindu/ //untuk mencari permata hati/

Ia lalu membiarkan keadaannya yang diselimuti tebalnya rasa rindu. Hadirlah juga harapan dan cemas jikalau mendapati kehadiran tumpuan hatinya seperti dulu adalah sebuah mimpi yang utopis. Namun, Subjek-Lirik menguatkan dirinya dengan sebuah asa yang tersisa. Bilamana memang kelak ia bisa bersama dengan kekasihnya lagi, ia akan memujanya dan menempatkannya secara istimewa bagaikan dewi yang agung membuat siapapun yang menatap akan takluk pada pesonanya //yang dalam keheningan matanya/ //aku terantuk/.

Bait kedua dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari bait sebelumnya. Bait ini menjembatani ekspresi yang terungkap dalam larik-larik bait pertama. Penyajian objek imaji sudah berbeda. Bukan lagi menghadirkan suasana alam di luar diri Subjek-Lirik, tetapi lebih menekankan pada penggambaran kondisi Subjek-Lirik itu sendiri. Imaji keterpanaan pada diri Subjek-Lirik diekspresikan sedemikian kuat dengan keadaan yang tercekat akibat ketidakberdayaan menghadapi campuran rasa rindu dan kagum pada sosok kekasih yang didambakan, yang begitu diidealisasikan.

//napasku menggigil menghirup senyumnya/ //suaraku patah saat bibirnya berucap mawar/

Selain itu, juga mengungkapkan harapannya bahwa kekasih idamannya itu adalah tempat labuhan terakhir dimana ia menyerahkan totalitas cintanya yang dalam. Subjek-Lirik ingin mengutarakan pendapatnya bahwa cinta yang sejati bukanlah cinta yang artifisial, hanya terikat dengan sensasi keromantisan belaka, yang akan guyah ketika menghadapi masa-masa sulit. Bagi Subjek-Lirik, cinta adalah ruh yang menyatukan dua hati yang saling mengasihi, sehingga mampu melewati berbagai cobaan dan tidak meluruhkan air mata penyesalan.

//tempat sekuntum cinta diam/ //yang tak menangis ketika harumnya dicuri/

Bait terakhir mengungkapkan semacam bentuk sikap Subjek-Lirik atas keinginannya untuk bersama sang kekasih. Dalam bait ini, ada penghayatan akan makna senja secara lebih intens lagi. Senja tak lagi hanya berarti suasana alam yang syahdu, namun ia sudah dimaknai sebagai momen penentu tentang diri Subjek-Lirik yang akan setia menanti dalam kerinduan sekalipun dengan keadaan yang tak memungkinkan lagi, entah karena usia yang menua dengan fisik yang akan melemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun