Kita bisa menduga-duga bahwa si penyair sedang bermaksud menceritakan pengalaman pribadinya yang tersendiri, terutama berkaitan dengan kekuatan harapan yang ingin menyemangati dirinya saat mengalami kesulitan hidup.
And sweetest—in the Gale—is heard—
And sore must be the storm—
That could abash the little Bird
That kept so many warm—
Dan (manakala) yang paling indah itu (senyap tertelan) di dalam gemuruh angin yang terdengar
Dan (tentunya telah berganti dengan) rasa sakit yang pastilah itu (serupa) badai
Yang dapat membuat malu si burung kecil
Yang masih menyimpan begitu banyak kehangatan (dengan susah-payah melalui kicau merdunya).
Ampun, hahahahahaha... diksinya gile bener, bukan? Ayo kita lanjut lagi.
I've heard it in the chillest land—
And on the strangest Sea—
Yet, never, in Extremity,
It asked a crumb—of Me.
Pernah aku mendengarnya di suatu wilayah yang paling dingin
Dan di atas laut yang paling asing
Namun, tak pernah begini rupa - sedemikian ekstrim
(hingga sampai) meminta remah-remah (yang tersisa dari) diriku.
Secara umum, puisi ini berkisah tentang betapa derita hidup mampu menggerogoti jiwa seseorang. Hanya melalui harapan saja ia menyandarkan diri. Namun, ironisnya lagi harapan yang tersisa itu sama sekali tak mampu membangkitkan dirinya dari keterpurukan dalam duka nestapa.
Emily Dickinson sebagai penyair sangat pribadi mengungkapkan apa yang dirasakannya. Metaforanya pun ia pilih melalui perwakilan unsur-unsur alam di sekitar. Harapan diwakilkan oleh burung kecil yang berkicau riang di dalam tangkai jiwanya. Derita yang menggerogoti kediriannya diwakilkan oleh suara gemuruh badai yang lengkap menimbulkan keputusaan (It asked a crumb─of Me.)
Nampak jelas bukan? Betapa sangat personal dan intim sekali sebuah puisi dengan penyairnya. Jika orang ingin mengetahui lebih dalam isi sebuah puisi, mau tak mau ia harus bersedia mengeksplorasi berbagai kemungkinan daya gugah bahasa yang dipersonalisasikan si penyair. Tapi, permasalahannya adalah kesediaan dirinya melakukan hal tersebut.