Rentan Kriminalisasi, Profesi Advokat Terancam Punah ?
Tadi malam saya sangat terkejut ketika membaca berita dibeberapa portal yang isinya memberitakan tentang status DR. Fredrich Yunadi, SH, LL. M, MBA, bekas pengacara Setya Novanto  yang dijadikan TSK (tersangka) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Republik Indonesia. Wah.., sayapun berpikir Fredrich Yunadi bakalan jadi "korban" kasus Setya Novanto yang dia bela?
Nyonya Basaria Panjaitan, salah satu komisioner KPK menyatakan, "KPK mengimbau agar pihak-pihak yang menjalankan profesi sebagai advokat ataupun dokter harus bekerja sesuai etika profesi, dan harus dengan etika yang baik dan tidak melakukan perbuatan tercela, dan tidak menghambat atau menghalangi proses hukum yang berlaku, khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," ungkap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (10/1/2018).
Ada juga berita dalam salah satu pemberitaan dengan judul: Jadi Tersangka, Fredrich dan Dokter Bimanesh Terancam 12 Tahun Bui.
Sebelumnya diberitakan, Fredrich Yunadi  ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap merintangi penyidikan dan disangkakan dengan Pasal 21 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Wah..., saya kontan merasa terusik rasa keadilannya dan saya merasa telah terjadi pelanggaran hukum.
Biar bagaimanapun hukum di Indonesia menganut sistim hukum Eropa Kontinental yang hidup didalam masyarakat yang religius sehingga acuannya tetap kepada kedua aspek tesebut.
Saya menilai bahwa telah terjadi ONRECHTMATIGHEDEN (pelanggaran hukum, irregularities, mukhalafah ) sehingga mengakibatkan  suatu keadaan yang tidak adil atau ONRECHTBAAR atau  /syarit alzulm dalam bahasa fiqh dan akhirnya terjadilah ONRECHTVAARDIGHEID (ketidakadilan, injustices, /masyru 'iyyah). Dalam Islam... ketidakadilan atau / masyru 'iyyah adalah perbuatan haram dan dzalim.
Kenapa?
Karena KPK telah salah mengambil pasal dan sangat keliru dalam membuat keputusan.
Mudah saja, KPK sesuai namanya adalah dibuat untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia, dan bukan untuk menghakimi para penasihat hukum atau advocat.
Kita lihat pasal-pasal dibawah ini.
Orang yang membantu pelaku tindak pidana korupsi dikenakan ancaman pidana yang sama dengan yang dikenakan kepada pelaku korupsi (lihat Pasal 15 UU Tipikor). Ketentuan ini juga berlaku untuk setiap orang yang berada di luar wilayah Indonesia yang membantu pelaku tindak pidana korupsi (Pasal 16 UU Tipikor).
Kemudian, mengenai ancaman pidana untuk orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi, kita perlu perlu merujuk pada ketentuan umum hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana("KUHP"). Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP, orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana. Jadi, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana korupsi.
Fredrich Yunadi adalah murni seorang pengacara yang diminta jasanya oleh Setya Novanto guna kepentingan hukumnya saat itu, dan dia tidak terkait dengan korupsi yang dituduhkan KPK kepada Setya Novanto.
Mahkamah Konstitusi (MK) tegaskan hak imunitas advokat di dalam dan diluar pengadilan dan itu dinyatakan MK dalam sidang pengucapan putusan yang dipimpin Ketua MK Hamdan Zoelva pada tahun 2013.
Pasal 1 angka 1 UU Advokat menyatakan, " Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.". Â Menurut Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya, pengertian jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Salah ambil pasal itu nyonya Basaria Panjaitan dan kawan-kawan di KPK. Akibatnya tindakan KPK terhadap Fredrich Yunadi adalah batal demi hukum atau nietigheid van rechtswege .
KPK sama sekali tidak berhak "menghukumi" seorang advokat. Lebih elok kalau KPK segera menganulir keputusannya itu. Tidak mengapa.
"FIAT JUSTITIA RUAT CAELUM", Tegakkan keadilan walaupun langit runtuh.
Jakarta, 11 Januari 2018.
Muhammad E. Irmansyah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H