Mohon tunggu...
Muhammad Ali Fuadi
Muhammad Ali Fuadi Mohon Tunggu... Freelancer - S3 IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Muhammad Ali Fuadi, lahir di Rembang, Jawa Tengah. Saat ini menempuh studi di Program Doktoral Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IAT) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebelumnya S1 dan S2 di UIN Walisongo Semarang, mengambil jurusan yang sama, Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IAT).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Legowo dalam Berdemokrasi

25 Juli 2018   14:14 Diperbarui: 25 Juli 2018   14:20 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimuat di Tribun Jateng, 6 Juli 2018

Oleh : Muhammad Ali Fuadi, Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

Momentum Pilkada serentak yang dihelat pada 27 Juni 2018 kemarin tentu menyita banyak perhatian publik. Sebab ini soal kepemimpinan untuk lima tahun mendatang di setiap daerah. Hal ini penting mengingat selama ini telah banyak harapan publik yang hilang, karena para pemimpinnya tidak mampu memberikan yang terbaik untuk mereka. Bahkan mereka diselimuti rasa kecewa yang berkepanjangan karena tidak sedikit pemimpin yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, juga nepotisme.

Pada pilkada serentak jilid ketiga ini, tentu diharapkan akan muncul pemimpin yang benar-benar mampu memperjuangkan hak rakyat. Pemimpin yang jauh dari sifat munafik seperti melakukan korupsi dan sebagainya itu. Pemimpin yang memiliki kemampuan mumpuni dalam menata setiap daerah di segala bidang demi terciptanya masyarakat adil makmur yang diridlai Allah Swt.

Salah satu hal penting yang terjadi pada setiap pelaksanaan Pemilu atau Pilkada adalah soal perebutan kekuasaan yang bisa melahirkan persaudaraan, dan bahkan juga biasanya menimbulkan permusuhan. Keduanya mudah terjadi, lantaran dalam demokrasi ada yang namanya kawan dan lawan politik---dan ini juga berlaku untuk para pendukung setiap calon---, sekalipun sebenarnya dalam politik tidak ada baik kawan maupun musuh yang abadi. Semuanya bisa terjadi tergantung permainan waktu. Dalam artian, banyak politisi yang semula lawan menjadi kawan politik, dan begitu juga sebaliknya.

Ironi Pasca Pemilihan

Saat selesai kampanye dan pemilihan, ada hal paling ironis di dalam lingkungan masyarakat, baik tingkat elit maupun awam sekalipun, yaitu pada saat menunggu hasil penghitungan suara. Hari pemungutan suara yang diharapkan mampu menjadi penyejuk dan kedamaian di hati masyarakat justru setelahnya menjadi hari-hari penuh dengan pertikaian sampai hasil resmi penghitungan suara diumumkan, bahkan sampai setelahnya masih tercium bau pertikaian tersebut.

Menengok Pemilu dan Pilkada sebelum-sebelumnya, banyak terjadi adu opini tentang siapa yang menang dalam bentuk quick count, terutama bagi pasangan yang dalam quick count terdapat sedikit selisih perbedaan berapa persen suara yang didapat. Adu opini dalam hal ini justru lebih parah dibandingkan ketika masa kampanye, sehingga menyebabkan permusuhan antara satu dengan yang lain semakin masif.

Lebih miris, perang opini quick count ini didukung oleh banyaknya lembaga survei pesanan yang tentunya semakin menambah keruh suasana demokrasi Indonesia. Antara satu dengan yang lain, saling claim kemenangan pasangan calon, sehingga masyarakat semakin bingung dan sekaligus geram. Tak pelak terdapat tidak sedikit masyarakat yang terbawa suasana tersebut, sehingga cekcok dalam masyarakat dan utamanya melalui sarana media semakin tak terbendung.

Media sosial ramai dengan jari-jari netizen yang sensitivitas emosionalnya sangat tinggi. Semua mengeluarkan fatwa dari berbagai media yang menayangkan kemenangan pasangannya, dan bahkan tak jarang mereka beropini pribadi untuk menguatkan fatwa tersebut. Walhasil, demokrasi yang diharapkan menjadi penyejuk masyarakat dengan datangnya pemimpin baru, justru menjadi malapetaka dan perusak persaudaraan di dalam masyarakat.

Menomorsatukan Persaudaran

Pada puncak inilah, semua akan mengerti bahwa demokrasi yang di dalamnya dilakukan pemilihan secara langsung merupakan demokrasi yang sangat mahal. Bukan hanya menghabiskan tidak sedikit materi atau dana, tetapi juga mengorbankan jiwa raga seluruh elemen bangsa yang ada di nusantara, terutama semakin mirisnya tingkat persaudaraan sesama bangsa. Negara ini rela mengorbankan persaudaraan sebangsa demi kekuasaan yang belum tentu mampu menolong masyarakat.

Meskipun demikian, kita wajib dan ikut serta menjaga mekanisme sistem demokrasi tersebut dengan sebaik-baiknya. Terlepas dari sisi buruk demokrasi seperti ini yang bisa menyebabkan masyarakat terbelah hanya karena berbeda pilihan. Pada intinya masyarakat harus memahami esensi dari demokrasi. Bahwa tidak mungkin semua menang, pasti hanya satu.

Semua pasangan dan juga para pendukung harus memiliki sikap ksatria dengan siap kalah dan siap menang. Lalu apa yang perlu dilakukan semua pihak, baik yang menang maupun yang kalah? Ya tidak lain harus mampu bersikap legowo, harus ikhlas menerima jika kalah dan tidak berbangga diri jika menang. Semua harus bersikap tenang menunggu pengumuman oleh KPU, dalam rangka menjaga keutuhan bangsa agar tidak terpecah-pecah.

Dalam alam demokrasi, perlu diketahui bahwa perbedaan merupakan fitrah yang tidak mungkin dapat dihindari. Sekalipun sama tujuan, hanya karena berbeda cara, bisa menyebabkan ketidakharmonisan antara satu sebangsa setanah air. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap elemen bangsa mampu menyikapi perbedaan tersebut dengan baik. Sekalipun berbeda pilihan, jangan sampai menjelekkan antara satu dengan yang lain. Mereka harus berhusnudan, bahwa pemimpin yang terpilih ke depan akan membawa setiap daerah ke arah yang baik, dan perbaikannya dapat dirasakan seluruh bangsa. Wallahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun