Mohon tunggu...
Muhammad Sahipan
Muhammad Sahipan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat

Hobi main alat musik kebiasaan sehari hari belajar, berolahraga dan main game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Rangkuman Buku Pelatihan Pengindraan Jauh Tingkat Lanjut

15 April 2024   16:43 Diperbarui: 15 April 2024   16:48 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Penginderaan jauh, juga dikenal sebagai inderaja, merupakan seni dan ilmu untuk memperoleh informasi tentang obyek, area, atau fenomena tanpa melakukan kontak langsung, melainkan melalui analisis data yang diperoleh menggunakan alat sensor. Sensor ini biasanya dibawa oleh wahana seperti pesawat, balon udara, atau satelit. Data yang direkam oleh sensor ini disebut sebagai data penginderaan jauh.

Definisi penginderaan jauh juga mencakup pengidentifikasian, pengukuran, atau analisis karakteristik objek tanpa kontak langsung. Prinsip penginderaan jauh didasarkan pada pengukuran energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh sumber energi, dipantulkan oleh objek, dan direkam oleh sensor. Matahari merupakan sumber gelombang elektromagnetik yang penting di permukaan bumi, termasuk cahaya tampak, panas, dan sinar ultraviolet.

Penginderaan jauh memiliki dua model aplikatif, sebagai sudut pandang ilmu yang berkembang untuk memajukan dirinya sendiri dengan studi dan pengembangan ilmu, serta sebagai ilmu terapan yang membantu memecahkan permasalahan manusia.

Konsep penginderaan jauh melibatkan empat komponen dasar: sumber energi, target, sensor, dan wilayah transmisi. Sumber energi, terutama energi elektromagnetik, penting untuk mentransmisikan informasi dari objek ke sensor. Penginderaan jauh memberikan informasi tentang tutupan lahan seperti vegetasi, air, dan hutan.

Citra digital yang dihasilkan oleh sensor sering kali memiliki kesalahan karena variasi topografi permukaan bumi dan kondisi atmosfer saat perekaman. Resolusi spasial, spektral, temporal, dan radiometri dari wahana dan sistem penginderaan jauh juga memiliki keterbatasan. Kesalahan tersebut perlu dihilangkan sebelum analisis dilakukan.

Analisis data penginderaan jauh dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan penggunaan lahan, eksplorasi mineral, dan pemetaan kualitas air. Ketika data penginderaan jauh digital digabungkan dengan data geospasial, aplikasi ini dapat diimplementasikan dalam sistem informasi geografis (SIG). Misalnya, data penginderaan jauh dapat digunakan bersama dengan data tanah, geologi, dan transportasi untuk memahami pembaharuan penggunaan lahan.

Meskipun spesifikasi prosesnya besar, penggunaan data penginderaan jauh dalam analisis SIG memiliki potensi yang luas.

Penginderaan jauh telah menjadi instrumen penting dalam memperoleh informasi spasial dari objek di permukaan bumi. Berbagai aplikasi penginderaan jauh telah digunakan di negara maju maupun berkembang, termasuk identifikasi penutupan lahan, penggunaan lahan, dan pemantauan perubahan lahan.

Citra digital penginderaan jauh adalah representasi dua dimensi dari objek di permukaan bumi, direkam menggunakan berbagai jenis panjang gelombang untuk mendeteksi dan merekam energi elektromagnetik. Citra ini menggambarkan objek dengan wujud dan letak yang mirip dengan di permukaan bumi dalam cakupan yang luas.

Citra digital terdiri dari piksel, elemen gambar yang bersama-sama membentuk gambar. Format digital memungkinkan manipulasi statistik yang lebih mudah, penyimpanan yang efisien, dan transmisi data yang cepat. Namun, format digital juga memiliki keterbatasan sendiri.

Resolusi citra adalah kemampuan sistem optik-elektromagnetik untuk membedakan informasi spasial atau spektral yang berdekatan. Terdapat empat konsep resolusi penting dalam penginderaan jauh: resolusi spasial, spektral, radiometrik, dan temporal. Resolusi spasial, sebagai contoh, menentukan ukuran terkecil objek yang masih dapat dideteksi oleh sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran objek yang dapat dideteksi, semakin tinggi resolusi spasialnya.

Resolusi spektral mengacu pada kemampuan sistem optik-elektronik untuk membedakan objek berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya. Semakin banyak jumlah saluran dan semakin sempit saluran tersebut, semakin tinggi kemungkinannya untuk membedakan objek berdasarkan respons spektralnya. Resolusi radiometrik adalah kemampuan sensor untuk mencatat respons spektral objek, bahkan selisih respons yang sangat lemah. Resolusi temporal mengacu pada kemampuan sistem untuk merekam ulang daerah yang sama dalam periode waktu tertentu, seperti perulangan perekaman setelah interval waktu tertentu.

Data citra satelit memiliki karakteristik spasial, spektral, dan temporal yang penting. Citra penginderaan jauh direkam dalam julat panjang gelombang tertentu, dan setiap satelit biasanya membawa lebih dari satu jenis sensor dengan kemampuan merekam julat panjang gelombang yang berbeda. Selain itu, data citra dapat dibagi menjadi citra foto dan citra non-foto, tergantung pada alat perekam yang digunakan.

Interpretasi citra merupakan proses untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya dalam citra. Hal ini melibatkan deteksi, identifikasi, dan analisis objek, baik secara manual maupun dengan bantuan komputer. Konsep interpretasi citra secara manual meliputi warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, asosiasi, dan kedekatan peneliti dengan objek yang diamati.

Satelit observasi lahan adalah instrumen penting dalam penginderaan jauh yang digunakan oleh perusahaan dan pemerintah untuk mengumpulkan informasi tentang permukaan bumi. Satelit sensor dapat memberikan gambaran luas dan detail halus tentang berbagai topik seperti tanaman, hutan, badan air, penggunaan lahan, kota, dan mineral, sehingga sangat berguna untuk pemantauan lingkungan dan pembuatan peta.

Orbit satelit terbagi menjadi dua jenis utama: singkron matahari dan singkron bumi. Contoh satelit singkron matahari adalah satelit geostasioner seperti Himawari. Satelit ditempatkan pada orbit yang sesuai dengan tujuan misi dan kemampuan sensor yang dibawa. Meskipun satelit sebenarnya mengikuti orbit yang terganggu, orbit normalnya membentuk elips dengan fokusnya di pusat bumi, ditandai oleh apogee, perigee, simpul, dan turun simpul.

Waktu yang diperlukan untuk satelit menyelesaikan satu orbit meningkat dengan ketinggian. Satelit pada orbit geostasioner, pada ketinggian sekitar 36.000 km, memiliki periode yang sama dengan rotasi bumi sehingga tetap stasioner terhubung dengan permukaan bumi.

Data citra Landsat, seperti dari misi Landsat Data Continuity Mission (LDCM), mencakup sensor dengan berbagai karakteristik seperti Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS). Landsat 8, yang diluncurkan pada Februari 2013, menyediakan citra dengan resolusi spasial yang sama seperti pendahulunya, dengan OLI memiliki 9 kanal dan TIRS memiliki 2 kanal.

Citra lidar, yang menggunakan laser untuk pemindaian, dapat menyediakan gambaran detail permukaan bumi dengan mengukur waktu tunda pulsa yang dipancarkan dan diterima. Data lidar dapat berupa gelombang atau diskrit, dengan sensor gelombang mencatat seluruh gelombang dan sensor diskrit hanya mencatat waktu dan intensitas beberapa pantulan balik. Resolusi sistem lidar dapat bervariasi tergantung pada ukuran tapak sistem, dengan sistem gelombang dan jejak kecil menjadi jenis yang umum.

Transformasi spektral dalam pengolahan citra memiliki dua kelompok utama, yaitu transformasi yang mempertajam informasi tertentu sambil menghilangkan yang lain, dan transformasi yang mengurangi dimensional data. Salah satu teknik yang umum digunakan adalah transformasi citra.

Penisbahan Saluran:

Biasanya digunakan untuk menyoroti aspek tertentu seperti vegetasi dan mengurangi bayangan serta menonjolkan litologi.

Dapat menghasilkan masalah dengan nilai kecerahan yang baru.

Efek Penisbahan Saluran:

Menonjolkan kerapatan vegetasi, terutama pada saluran inframerah dekat dan merah.

Dapat mengurangi efek bayangan, terutama pada lereng yang ditumbuhi vegetasi.

Transformasi ini mengurangi variabilitas informasi spektral vegetasi dan meningkatkan kepekaan pada objek vegetasi.

Efek Atmosfer dan Interaksi Radiasi Elektromagnetik dengan Benda:

  • Semua benda dengan suhu di atas 0 Kelvin menghasilkan radiasi elektromagnetik (REM).
  • Atmosfer dapat menghambat atau menyerap REM dalam berbagai panjang gelombang, mempengaruhi nilai kecerahan hasil perekaman gelombang elektromagnetik.
  • Atmosfer juga mempengaruhi pantulan pada permukaan benda, tergantung pada sudut datang energi, kekasaran permukaan, dan materi.

Indeks Vegetasi:

  • Bentuk perhitungan matematis untuk mengukur kandungan biomasa atau kondisi vegetasi.
  • Dibuat dengan kombinasi nilai spektral dan perhitungan matematis, seperti rasio antara dua nilai digital dari band spektral yang terpisah.
  • Tinggi rendahnya nilai piksel pada citra hasil indeks vegetasi merepresentasikan tutupan vegetasi pada area tersebut.
  • Indeks vegetasi didasarkan pada perilaku spektral vegetasi hidup, yang dapat memantulkan atau menyerap gelombang dengan sifat yang berbeda.

Transformasi spektral dan indeks vegetasi sangat penting dalam interpretasi citra digital untuk memperoleh informasi yang bermakna tentang lingkungan.

Indeks Vegetasi Dasar memiliki berbagai variasi yang digunakan untuk mengukur kandungan biomasa atau kondisi vegetasi. Berikut ini adalah beberapa indeks vegetasi dasar yang umum digunakan:

  1. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI):
    • Kombinasi teknik penisbahan dengan teknik pengurangan citra.
    • Produk standar NOAA.
    • Formula:NDVI=NIR+RNIR−R, di mana NIR adalah sinar inframerah dekat dan R adalah sinar merah.
    • Nilai NDVI dapat digunakan untuk mengklasifikasi tingkat kerapatan vegetasi.
  2. Enhanced Vegetation Index (EVI):
    • Varian dan penyempurnaan NDVI.
    • Contoh: SAVI, MSAVI, ARVI.
    • Formula: Dibagi menjadi beberapa komponen.
    • Lebih sensitif terhadap daerah vegetasi sangat hijau.
  3. Difference Vegetation Index (DVI):
    • Membedakan antara tanah dan vegetasi, tetapi tidak memperhitungkan efek atmosfer atau bayangan.
  4. Renormalized Difference Vegetation Index (RDVI):
    • Menggunakan perbedaan antara panjang gelombang dekat-inframerah dan merah, bersama dengan NDVI.
  5. Simple Ratio (SR):
    • Rasio antara panjang gelombang dengan pantulan tertinggi untuk vegetasi dan panjang gelombang penyerapan klorofil terdalam.
  6. Transformed Difference Vegetation Index (TDVI):
    • Berguna untuk memantau tutupan vegetasi di lingkungan perkotaan.
  7. WorldView Improved Vegetative Index (WV-VI):
    • Menggunakan band WorldView-2 untuk menghitung NDVI.
  8. Infrared Percentage Vegetation Index (IPVI):
    • Persentase vegetasi menggunakan inframerah, serupa dengan NDVI tetapi dengan komputasi lebih cepat.

Indeks Vegetasi Dasar juga mencakup indeks yang menekan gangguan latar belakang tanah dan hamburan atmosfer, serta indeks kehijauan dan indeks yang menekan hamburan atmosfer. Ini memberikan banyak pilihan bagi para peneliti dan praktisi dalam memilih indeks yang sesuai dengan kebutuhan mereka untuk memantau vegetasi dan lingkungan.

Indeks Pigmen Daun (IPD) merupakan serangkaian parameter yang digunakan untuk menganalisis kesehatan dan kondisi vegetasi dari tanaman berdasarkan karakteristik spektral daun. Salah satu aspek penting dari IPD adalah kemampuannya untuk mengidentifikasi kandungan pigmen pada daun, seperti anthocyanin dan karotenoid, yang memiliki peran vital dalam fotosintesis dan respons terhadap stres lingkungan.

Salah satu indeks yang digunakan dalam IPD adalah Anthocyanin Reflectance Index 1 (ARI1). Anthocyanin merupakan pigmen larut air yang melimpah pada daun yang sedang mengalami penuaan atau stres. ARI1 digunakan untuk mengukur konsentrasi anthocyanin dalam daun dengan memanfaatkan reflektansi dalam spektrum terlihat. Peningkatan nilai ARI1 menunjukkan adanya perubahan pada kanopi dedaunan, seperti pertumbuhan baru atau kematian. Indeks ini dapat dihitung dengan mengukur reflektansi permukaan menggunakan alat kalibrasi radiometri atau FLAASH®, kemudian melakukan transformasi sesuai rumus yang telah ditentukan.

Selain ARI1, terdapat juga Anthocyanin Reflectance Index 2 (ARI2) yang merupakan modifikasi dari ARI1. ARI2 mendeteksi konsentrasi anthocyanin yang lebih tinggi pada vegetasi dengan menggunakan pengukuran reflektansi dalam spektrum terlihat. Proses perhitungannya serupa dengan ARI1, yaitu dengan mengkalibrasi citra dan melakukan transformasi sesuai rumus yang telah ditentukan.

Selanjutnya, terdapat Carotenoid Reflectance Index 1 (CRI1) yang mengukur konsentrasi karotenoid dalam daun, yang juga merupakan indikator stres vegetasi. CRI1 memanfaatkan pengukuran reflektansi dalam spektrum terlihat untuk menentukan kandungan karotenoid relatif terhadap klorofil. Proses perhitungannya mirip dengan ARI1 dan ARI2.

IPD memiliki peran penting dalam pemantauan kesehatan vegetasi dan deteksi dini terhadap stres lingkungan. Dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, seperti citra satelit Landsat, data spektral dapat dianalisis untuk menghasilkan informasi tentang kondisi tanaman di berbagai wilayah. Klasifikasi citra dan komposit citra juga dapat dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang tutupan lahan dan distribusi vegetasi.

Dalam penerapan IPD, klasifikasi terbimbing (supervised classification) digunakan untuk mengidentifikasi pola respon spektral dari berbagai tipe tutupan lahan. Proses ini melibatkan pemilihan training area yang mewakili kelas-kelas yang ingin dipetakan, serta interpretasi yang cermat terhadap citra satelit yang digunakan.

Dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan analisis spektral, IPD memberikan kontribusi yang signifikan dalam pemantauan dan manajemen sumber daya alam, serta dalam pengembangan pertanian yang berkelanjutan dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.

Pemrosesan citra merupakan langkah kritis dalam analisis citra digital. Tahap preprosesing dan prosesing memainkan peran penting dalam memastikan kualitas dan akurasi hasil akhir. Berikut ini tahapan tersebut:

Tahap Preprocessing:

  1. Koreksi Radiometrik: Melibatkan penyesuaian nilai piksel untuk mengkompensasi faktor-faktor seperti atmosfer dan sensor.
  2. Koreksi Geometrik: Menyempurnakan geometri citra, seperti distorsi sudut pandang atau rotasi.
  3. Koreksi Citra: Memperbaiki citra untuk menghilangkan distorsi dan memastikan konsistensi antara piksel.
  4. Pemotongan Citra: Memotong citra menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk analisis yang lebih terfokus.

Tahap Processing:

  1. Transformasi Citra: Mengubah representasi piksel dalam citra untuk meningkatkan interpretasi atau klasifikasi.
  2. Sampling Training Area: Memilih area di citra yang mewakili setiap kelas objek yang ingin diklasifikasikan.
  3. Klasifikasi Citra: Menggunakan algoritma klasifikasi untuk mengklasifikasikan piksel citra ke dalam kelas-kelas yang diinginkan.
  4. Hasil Analisis Awal: Mengevaluasi hasil klasifikasi awal untuk memastikan kecocokan dengan kebutuhan pengguna.
  5. Penilaian Akurasi: Mengevaluasi akurasi klasifikasi dengan membandingkan hasil klasifikasi dengan data referensi.
  6. Cek dan Validasi: Memverifikasi kecocokan hasil klasifikasi dengan kebutuhan dan tujuan proyek.
  7. Interpretasi: Menginterpretasikan hasil klasifikasi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang informasi yang dihasilkan.
  8. Memuaskan atau Tidak: Mengevaluasi apakah hasil klasifikasi memenuhi standar dan kebutuhan pengguna. Jika tidak, langkah-langkah pemrosesan dapat diulang atau disesuaikan.

   Setiap tahap ini memiliki peran yang penting dalam memastikan bahwa hasil akhir klasifikasi citra memenuhi persyaratan dan kebutuhan pengguna dengan akurasi yang memadai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun